Polresta Padang dan Polda Sumbar, Pilih Membiarkan Kejahatan Terjadi

KabarDaerah.com – Ombudsman RI minta klarifikasi ke Polda Sumbar, terkait laporan Indrawan ketua LSM KOAD.

Membiarkan kejahatan terjadi, setelah diberitahukan oleh pelapor adalah bentuk kejahatan yang dilakukan penegak hukum, sadar atau tidak.

Karena menghalangi proses hukum(Obtruction Of Justice), nyata telah terjadi. Dengan tidak diterimanya surat laporan pidana tanggal 21 Maret 2023.

Sementara LP/B/28/II/2023 diproses dengan mempersyaratkan saksi ahli. Pada hal hakim untuk memutus perkara hanya perlu dua alat bukti yang cukup.

Tugas dan fungsi Polri menjadi terabaikan, ketika Kapolresta, Kapolda sebagai pimpinan tidak responsif, Sementara Kapolri menaggapi surat laporan hanya dengan melimpahkan ke Polda Sumbar.

JIka Polri suatu saat sadar akan kesalahannya, sepertinya sulit menghitung berapa banyak barang objek kerjasama yang telah terjual, demi melindungi kebijakan sebelumnya, semua bagian dilibatkan untuk menutup perkara tersebut.

Ketika Ombudsman-RI dan Kompolnas menyurati Kapolda, sepertinya kejahatan ini akan terbongkar. Apa penyebab perkara Bypass Teknik mandek.

Begini hasil klarifikasi Ombudsman RI tersebut, berikut dengan jawaban ketua LSM KOAD.

Padang, 09 November 2023

Nomor : 05/LSM KOAD/XI/2023.

Perihal : Tanggapan pelapor

 

Kepada Yth:

Kepala perwakilan OMBUDSMAN RI Perwakilan Provinsi Sumatra Barat

yang beralamat di Jl. Sawahan No.58, Kecamatan Padang Timur, Kota Padang-Sumatera Barat

Telepon: 0751-892521, Layanan Pengaduan: 0811 955 3737

Email: [email protected],

Website:www.ombudsman.go.id

 

 

Dengan Hormat.

Semoga Ibu dalam keadaan sehat walafiat.

Kembali kami tulis surat tanggapan atas klarifikasi terhadap Polsek Kuranji, Polresta Padang.terhadap tiga perkara yang telah kami laporkan.

Ombudsman RI merupakan lembaga negara yang memiliki wewenang melakukan pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik. diantara tugasnya adalah menerima dan memeriksa laporan masyarakat. Sesuai tugasnya tersebut, Kami membalas surat Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Sumatera Barat, atas laporan dari kami LSM KOAD, mengenai dugaan Maladministrasi berupa penundaan berlaut oleh Penyidik/Penyidik Pembantu, Bagwassidik Polda Sumatera Barat, perihal dugaan tindak pidana yang terjadi di Toko Bypass Teknik.

Kami harap laporan kami bisa selesai dengan baik dan seadil adilnya, tidak ada lagi yang dirugikan, sehubungan dengan hal tersebut kami coba memberikan penjelasan. Sesuai keterangan bahwa, Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Sumatera Barat telah melakukan tindak lanjut dengan meminta penjelasan atau klarifikasi pertama secara langsung kepada terlapor pada tanggal 01 November 2023 yang dimuat dalam Berita Acara Pemeriksaan Nomor 018994.2023 (1).

Keterangan Ombudsman RI.

Berdasarkan pokok-pokok penjelasan dan dokumen tersebut, pada intinya terlapor menyampaikan bahwa:

  1. Terhadap keberatan Pelapor terhadap Surat Tanda Terima Pemberitahuan Nomor STTP/284 tanggal 7 Desember 2021, Kabidpropam Polda Sumbar melalui nota dinas tanggal 20 Juli 2022 merekomendasikan kepada Kapolda Sumbar untuk memerintahkan Direskrimum Polda Sumbar agar Kabagwassidik Krimum Polda Sumatera Barat melakukan supervisi terhadap Nomor STTP/284 tahun 2021. Berikutnya Kepada Kapolresta Padang diminta agar Kasatreskrim Polresta Padang mengawasi laporan yang ditangani oleh Satreskrim.

Penjelasan pelapor

Surat Tanda Terima Pengaduan  Nomor STTP/284, tanggal 7 Desember 2021, adalah sebuah pelanggaran dimana UU mengharuskan Polri menerima laporan, pasal 6 SPKT wajib memberikan STTL atau laporan Polisi, artinya, menurut UU(KUHAP) pasal 108 ayat 1 dan 6. Masyarakat diberikan hak oleh negara untuk melapor, Polri diwajibkan memberikan Surat Tanda terima Laporan(STTL) sedangkan pengaduan wajib dilakukan terkait dengan pasal yang merupakan DELIK ADUAN, dan pasal 6 Polri wajib menerima laporan tersebut dengan memberikan Surat Tanda Terima Laporan. Ketika Polri tidak melakukan, hal Ini merupakan suatu pelanggaran berat, karena UU dilanggar. Pengaduan bisa dilakukan jika pasal yang disangkakan merupakan delik aduan seperti pasal perzinaan, pencemaran nama baik, pencurian dalam keluarga dan lain lainnya. Jika pasal yang diduga dilakukan, barulah dilengkapi dengan pengaduan, jika tidak maka Polri hanya wajib menerima laporan saja.

Alasan dilakukannya pengaduan, karena banyak perkara yang tidak selesai oleh penyidik Polsek Polresta dan Polda Sumbar, oleh sebab itu keluarlah Perkaba Reskrim tentang SOP bagaimana proses melapor dilaksanakan oleh SPKT.

Disuatu sisi hal ini ada benarnya, disisi lain, ketika SOP dimanfaatkan oleh oknum oknum anggota Polri untuk mengambil keuntungan pribadi atau kelompok, akhirnya semua pasal dijadikan pengaduan, hal ini terjadi suatu pelanggaran hukum(pelanggaran KEPP).

Keterangan Ombudsman RI.

  1. Terhadap keberatan Pelapor yang disampaikan melalui surat No: 07 Tahun 2022, tanggal 20 Juni 2022, Bagwassidik Polda Sumatera Barat melakukan permintaan klarifikasi pada tanggal 2 Agustus 2023 kepada Pelapor, Faisal Ferdian, Istri Rusdi, Novelona (Notaris), Masrul (Lurah Sungai Sapih), Marlin (wartawan), penyidik Polsek Kuranji, dan penyidik Polda Sumbar dengan hasil:
    1. Disarankan agar Pelapor mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Padang terkait penguasan aset, ganti kerugian tentang modal usaha berdasarkan perjanjian kerja sama tahun 2018 antara Rusdi dan Indrawan.

Penjelasan pelapor

Polri ada untuk menjaga keamanan dan ketertiban Masyarakat. Polri tidak pada posisi pemberi saran, kewajiban Polri adalah melakukan proses hukum sesuai dengan aturan hukum dan perundang undangan.

Terhadap laporan kami, khusus STTP/284 dan STTP/303 tanggal 7 Desember 2021 dan 26 Desember 2021 seharusnya.

Gugatan perdata kepengadilan memang harus dilakukan, untuk mendapatkan hak. Namun hal itu bukan terhadap pihak lain, hanya berlaku terhadap pihak yang berjanji (Pihak Rusdi dan Indrawan).

Demikian bunyi pasal perdata yang kami ketahui, untuk itu tidak ada pilihan, kami harus melakukan laporan pidana ke penyidik Polri.

Jika saya akan melakukan gugatan, tentunya adalah pihak yang melakukan perjanjian kerjasama yaitu para pihak dalam Hal ini (Indrawan dan Rusdi). Sedangkan Pihak ke Tiga tidak masuk pihak yang dapat mengambil manfaat terkait perjanjian tersebut. Ini yang harus dipahami oleh penyidik Polri.

Penguasaan aset usaha Bypass Teknik oleh Pihak ketiga merupakan perbuatan pidana, jika dilakukan oleh bukan pihak-pihak yang berjanji (Rusdi dan Indrawan), hanya kami (Rusdi dan Indrawan)yang memiliki hak dalam usaha Bypass Teknik (Sesuai aturan UU).

Laporan Tindak pidana yang kami lakukan, terjadi saat Rusdi masih hidup (bulan September 2021), sehingga tidak satu orangpun yang berwenang selain kedua belah pihak (Rusdi dan Indrawan).

Makanya ketika ditanya ke Kapolsek dan Kapolresta Padang, Kasat Reskrim Polresta Padang, para pemangku jabatan, penyidik Polsek Kuranji dan Polresta Padang, sering mengganti-ganti jawaban, ketika bohong ketahuan, dengan kata lain para pemangku jabatan tersebut terpaksa berbohong lagi, untuk menutup pelanggaran yang dilakukan.

Apalagi laporan perkara nomor STTP/284, dan STTP/303 tanggal 7 Desember 2021, 26 Desember 2021 adalah barang yang diservice di Bypass Teknik Lima Puluh kota, tidak tarkait dengan objek perjanjian kerjasama.

Untuk itu Polsek berdalih lagi dengan mengatakan bahwa bukti kepemilikan pelapor tidak bisa menunjukkan bukti asli, pada hal, bukti pembelian dikirim melalui Whastapp. Bukti yang dikirim melalui Whastapp adalah bukti hukum yang sah, jika tidak, maka UU ITE sulit untuk dibuktikan. Karena sudah ada ketentuannya. Jadi Polsek dan Polresta Padang perlu menabah wawasannya agar perkara yang dilaporkan masyarakat tidak berhenti ditengah jalan.     

Keterangan Ombudsman RI (Statemen Bagwasidik Polda Sumbar)

Bagwassidik Polda Sumatera Barat melakukan permintaan klarifikasi pada tanggal 2 Agustus 2023 kepada Pelapor, Faisal  Ferdian, Istri Rusdi, Novelona (Notaris), Masrul (Lurah Sungai Sapih), Marlin (wartawan), penyidik Polsek Kuranji, dan penyidik Polda Sumbar.

Statemen Bagwasidik Polda Sumbar tidak benar. Klarifikasi hanya dihadiri oleh:

  • Polri sebanyak 12-15 orang
  • Faisal Ferdian (tidak oleh yang lain)
  • Indrawan sebagai pelapor

permintaan klarifikasi pada tanggal 2 Agustus 2023

Disini terjadi lagi kebohongan, Novelona Anggaraini, Masrul,  Istri Rusdi tidak hadir dalam gelar perkara tanggal 2 Agustus 2023 (dalam surat Obbudsman 2 Aguatus 2022).

Keterangan Ombudsman RI.

Terhadap 2 barang dilaporkan Pelapor tidak didukung bukti. Peristiwa yang dilaporkan tidak cukup bukti karena Pelapor tidak dapat membuktikan kepemilikan berupa kwitansi pembelian mesin pompa air.

Penjelasan pelapor

Tidak didukung cukup bukti kata Polsek Kuranji, sedangkan Pelapor telah menyerahkan bukti bukti ke Polsek Kuranji dan Polresta Padang.

Jika penyidik mengatakan tidak cukup bukti, artinya penyidik belum bekerja, penyidik belum melaksanakan tugas, sesuai aturan hukum dan perundang undangan. Karena mengumpulkan bukti-bukti adalah pekerjaan Polisi bukan tugas masyarakat, Polri diberikan gaji untuk itu, Polri harus berterimakasi telah ada laporan masyarakat, hanya saja belakangan pemahaman tersebut dibalik oleh Oknum Polri. 

Keterangan Ombudsman RI.

Laporan di Polsek Kuranji telah dilakukan penyelidikan dengan hasil bahwa: laporan bukan tindak pidana dan perkara telah dihentikan penyelidikannya. Apabila ada novum baru dapat diberikan kepada penyidik Polsek Kuranji/Polresta Padang.

Penjelasan pelapor

Polsek Kuranji telah lakukan penyelidikan, tapi belum sesuai dengan aturan hukum dan perundang undangan. Penyidik Polsek Kuranji belum melakukan olah TKP, Polsek Kuranji belum memasang garis Polisi di TKP,  jika olah TKP sudah dilakukan, Polsek Kuranji akan mendapatkan data, bukti petunjuk berupa sisa barang yang disetor milik pelapor di Bypass Teknik dan hal-hal lain yang diperlukan untuk mengungkap perkara ini.

Dalam hal ini, diduga Polsek Kuranji telah menghalangi pelapor untuk mendapakan haknya (melapor di tukar menjadi pengaduan).

Hak untuk melapor dilindungi UU, Polri wajib menerima Laporan (diwajibkan oleh UU), jika Polsek Kuranji tidak melaksanakan, artiya telah terjadi pelanggaran KEPP dan tindak pidana.

Apalagi dalam hal ini bukti mesin pompa air merk Kipor 4inc telah disita oleh Polsek Kuranji, artinya perkara ini telah(sedang) dalam penyidikan. Ketika dihentikan Polsek Kuranji hanya mengeluarkan SPPLID bukan SP3. disini terjadi lagi keanehan dari satu sisi penyidik katakan perkara sedang dalam penyelidikan kenyataan sudah dalam penyidikan (kebohongan berulang dilakukan Polsek Kuranji).

Bagwassidik Polda Sumbar menyampaikan hasil pelaksanaan klarifikasi tanggal 2 Agustus 2022 kepada Direskrimum Polda Sumbar pada tanggal 1 September 2022.

Hal ini juga berbeda dengan yang terjadi, gelar perkara diadakan 2 Agustus 2023 bukan 2 Agustus 2022.

 

Keterangan Ombudsman RI.

Terhadap keberatan Pelapor yang disampaikan melalui surat No: 07 Tahun 2022 tanggal 20 Juni 2022, Bagwassidik Polda Sumatera Barat kembali melakukan permintaan klarifikasi pada tanggal 13 September 2022 kepada pihak terkait dengan hasil:

  • Penyelidikan dilanjutkan dengan bukti kepemilikan yang dimiliki oleh Pelapor dengan mencocokkan barang bukti kepemilikan, secara detail sehingga tergambar dugaan pidana penggelapan yang dilaporkan.
  • Kedua kasus diperiksa kembali dengan alasan diduga ada pidana penggelapan.
  • Kasus akan digelar kembali setelah pulbaket.

Keterangan Ombudsman RI.

Bagwassidik Polda Sumbar menyampaikan hasil pelaksanaan klarifikasi tanggal 13 September 2022, dilaporkan kepada Direskrimum Polda Sumbar pada tanggal 11 Oktober 2022. Diperintahkan untuk penyelidikan lanjutan dan kembali memanggil saksi saksi.

Keterangan Ombudsman RI.

Terhadap keberatan Pelapor tentang tidak adanya kepastian hukum terhadap STTP Nomor 284, STTP Nomor 303, surat Indrawan Nomor 1 Tahun 2022 tanggal 16 Oktober 2022, Bagwassidik Polda Sumbar melakukan klarifikasi kepada para pihak tanggal 29 November 2022 dengan hasil, peristiwa yang dilaporkan bukan merupakan tindak pidana.

Penjelasan pelapor

Bagwassidik Polda Sumbar sepertinya kebingungan, terlihat dari hasil gelar perkara, sebelumnya dinyatakan penyelidikan lanjutan dan memanggil saksi saksi, pada poin 6 diatas kembali lagi dengan pendapat bukan Tindak Pidana.  

Polri mengatakan perkara kami bukan tindak pidana, harus dengan dasar hukum yang jelas, bukan tindak pidana berdasarkan keterangan DR Fitriati SH MH.

Setelah dikonfirmasi kepada Dr Fitriati SH MH, dikatakannya bahwa dia hanya mendapatkan keterangan terkait dengan perjanjian kerjasama Rusdi dan Indrawan. Bukan terkait barang service atau barang titipan, bukan terkait pelaku bukan terkait waktu kejadian.

Keterangan Saksi merupakan salah satu alat bukti, masih ada 4 alat bukti lagi yang harus dicari, diantaranya adalah Surat surat, keterangan saksi, Petunjuk dan keterangan terdakwa. Hakim memutus perkara minimal berdasarkan dua alat bukti yang cukup. Diawal pemeriksaan belum diperlukan saksi ahli.

Laporan atau STTP/284 dan STTP/303, tidak bisa disamakan, satu laporan perkara barang yang diservice di Bypass Teknik Lima Puluh Kota dan satunya lagi, berupa barang objek perjanjian kerjasama (Rusdi dan Indarwan).

Laporan STTP/303 dikatakan bukan tindak pidana, merupakan pentunjuk bahwa penyidik Polri kurang pengetahuan,kurang memahamikontruksi pidana perkara yang dilaporkan, hal itu merupakan kesalahan berat yang dilakukan Polsek Kuranji. Dimana ketika suatu perbuatan dikatakan bukan tindak pidana, menyebabkan kejahatan terjadi terus menerus. Perbuatan pidana atau tidak ditentukan oleh unsur pidana suatu perbuatan.

Dalam hal kepemilikan, apakah terduga pelaku menjual barang milik sendiri atau milik pihak lain.

Saat RJ di Polsek Kuranji, dikatakan oleh terduga pelaku bahwa barang yang dijual bukan milik pelaku, tapi kepunyaan orang tua atau ayahnya (Rusdi).

Dalam hal ini peritiwa pidana terjadi saat Rusdi masih hidub. Jadi terduga pelaku tidak punya hak untuk menjual barang tersebut.

Akibatnya, kejahatan dibiarkan terjadi setiap hari dan terus menerus, artinya TUGAS dan FUNGSI Polri tidak terlaksana. Sedangkan Polri sibuk beradu argumentasi mempertahan pendapatnya atau keputusan sebelumnya.

Tugas dan fungsi Polri  adalah melakukan penegakkan hukum, melayani, mengayomi, hingga tercapai keamanan dan ketertiban dalam masyarakat. Disisi lain dalam hal ini, harta kekayaan masyarakat tidak terlindungi oleh Polri. Seperti yang disebut dalam perkapolri nomor 7 tahun 2022.

Melapor tidak diterima, adalah pelanggaran atas UU. Secara khusus berikut kembali dijelaskan oleh pelapor:

  1. Berdasarkan pasal 108 ayat 1 KUHAP, disebutkan bahwa Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis kepada penyidik Polri, pasal 108 ayat 6 setiap pelapor atau pengadu wajib diberikan Surat Tanda Penerimaan Laporan atau Pengaduan (STPL/P) oleh penyelidik atau penyidik. Sering dalam hal ini, Polisi bermain dengan Laporan atau Pengaduan. Sesungguhnya keduanya harus di daftarkan dalam administrasi kepolisian. Apalagi sekarang Polisi sudah bertransformasi menjadi Polri yang presisi.
  2. Sesungguhnya dalam suatu Perikatan atau Perjanjian, bisa saja terjadi peristiwa pidana. Memang Perikatannya adalah perkara perdata, tapi selama perbuatan yang dilakukan memenuhi unsur pidana pasal yang disangkakan, berikut waktu kejadian setelah sakit dan sebelum meniggal dunia, tentang kewenangan berlaku hukum persekutuan modal, tentunya yang berwenang adalah pemilik modal, calon tersangkanya adalah keluarga Rusdi (adik, anak, istri dan adik istri Rusdi) anak dan adik istri Rusdi tidak memiliki hak dalam usaha Bypass Teknik. Karean disebut dalam pasal perdata hanya para pihak yang berhak, pihak lain tidak memiliki hak tersebut.
  3. Terkait Perjajian, dengan disewanya Bangunan toko oleh pihak lain, sama saja dengan mengambil atau menguasai hak milik orang lain seluruh atau sebagian. Karena dengan menyewa bangunan pada prinsipnya, dapat diartikan permbuatan menguasai barang barang yang dimaksud.
  4. Khusus untuk peristiwa pidana, sesuai dengan kronologis diatas, karena pihak lain (pihak ketiga)yang dimaksud dalam pasal 1340, 1338, 1337 KUHPerdata, tidak dibenarkan oleh UU, karena bukan para pihak, karena bukan pemilik modal, pihak lain tidak boleh dirugikan dan tidak boleh mendapat manfaat karenanya. Karena sesuai dengan pasal 1315, 1338 KUHPerdata.
  5. Terlapor terindikasi ingin memiliki, dengan tidak mengakui hak dari pemilik modal. Dalam pasal sangkaan sudah jelas bahwa barang sesuatu, yang seluruh sebagian kepunyaan orang lain, artinya bukan kepunyaan pelaku/calon tersangka atau calon terdakwa.
  6. Pembuktiannya dapat dilakukan oleh pelaku sendiri bahwa barang yang dijual diambil tersebut bukan milik pelaku. Bukan oleh orang lain yang harus membuktikan. Karena, jika orang lain yang harus membuktikan, maka setiap orang seharusnya dijadikan saksi. Polisi dalam hal ini tidak paham akan unsur perkara. Seharusnya anggota Polri yang bertugas harus dibekali ilmu yang cukup.
  7. Apalagi, dugaan perstiwa pidana terjadi pada saat Rusdi sakit dan sebelum meninggal dunia, pelaku adik dan anak Rusdi dan objeknya barang milik Indrawan 60% dari objek keseluruhan Objek Perjanjian kerjasama, yang terletak digudang Bypass Teknik.

Sedangkan gudang tersebut dalam keadaan terkunci. tentunya yang memiliki kewenangan hanya pemilik modal (Indrawan dan Rusdi).  Jika adik dan anak melakukan perbuatan hukum tentunya harus ada surat kuasa atau surat tugas dari kedua pemilik modal.

Keterangan Ombudsman-RI

Bagwassidik Polda Sumbar menyampaikan hasil pelaksanaan klarifikasi tanggal 29 November 2022 kepada Direskrimum Polda Sumbar pada tanggal 8 Desember 2022.

Terhadap keberatan Pelapor, tentang tidak adanya kepastian hukum terhadap STTP Nomor 284, STTP Nomor: 303, surat Indrawan Nomor 12 Tahun 2022, tanggal 20 Desember 2022, Polda Sumbar mengeluarkan telegram kepada Kapolresta Padang tanggal 6 Januari 2023 dengan isi:

    1. Melaksanakan penyelidikan dan penyidikan secara profesional, proporsional, objektif, transparan, dan akuntabel serta melakukan pengawasan terhadap penanganan perkara dimaksud dengan mempedomani Peraturan Kepala Kepolisian Negara Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana.
    2. Optimalkan dan berdayakan peran Kepala Bagian Operasional (KBO) Satreskrim Polresta Padang untuk melakukan pengawasan atas penyelidikan/penyidikan yang telah dilakukan.
    3. Segera lakukan mediasi dengan menghadirkan para pihak berperkara untuk dilakukan musyawarah dan fokus pada jumlah modal yang disetor oleh Pelapor kepada Rusdi.
    4. Segera kirimkan laporan kemajuan dengan melampirkan bukti kepada Kapolda Sumbar.

 

Penjelasan pelapor

Tanggal 6 Januari 2023, belum terjadi laporan Polisi. Tentunya yang dimaksud adalah tiga pengaduan di Polsek Kuranji dan Polresta Padang.

Jika Polresta patuh dan taan kepada atasannya (Kapolda Sumbar), Polresta Padang seharusnya telah menerima laporan, bukan menerima pelimpahan laporan dari Polda Sumbar tanggal 10 Februari 2023.

Sesungguhnya, dari bukti bukti yang kami dapatkan selama melapor, Polresta  pada posisi tidak ingin perkara Bypass Teknik ini berproses dengan benar. Buktinya Semua isi telegram Kapolda Sumbar diabaikan, bukankah perintah atasan  adalah merupakan larangan bagi anggota Polri (perkapolri nomor 7 tahun 2022).

Oknum penjabat di Polresta Padang ketahuan berbohong saja masih mencari celah untuk pembelaan diri, jika salah akui salah. Ternyata Polri tidak presisi di daerah Sumbar. Institusi Polri dijadikan sebagai tameng terjadinya kejahatan, sehingga  pelakuk merasa aman melakukan tindak pidana, hal ini bukan mengada ada, nyata kami alami.

Laporan terkait dengan Pengaduan di Polresta Padang STTP/636 tidak disebut khusus oleh Polda Sumbar.

Mari kita perhatikan Kutipan Perkapolri Nomor 7 tahun 2022 berikut:

Pada hal dalam Paragraf 2 tentang etika kelembagaan, Pasal 10 disebutkan sebagai berikutnya :

(1)  Setiap Pejabat Polri dalam Etika Kelembagaan, dilarang:

  1. Melakukan perbuatan  yang  tidak  sesuai  dengan ketentuan  peraturan perundang-undangan, dan/atau standar operasional prosedur, meliputi: Penegakan hukum, Pengadaan barang dan jasa, Penerimaan anggotaPolri, Pendidikan pengembanga
  2. Penerbitan dokumen dan/atau produk Kepolisian terkait pelayanan masyarakat tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
  3. Menyampaikan dan menyebarluaskan informasi yang tidak dapat dipertangung jawabkan kebenarannya tentang  Polri  dan/atau  pribadi pegawai negeri pada Polri
  4. Menghindar dan/atau menolak Perintah Kedinasan dalam rangka Pemeriksaan internal yang dilakukan oleh fungsi pengawasan terkait dengan Laporan atau Pengaduan masyarakat.
  5. Menyalahgunakan kewenangan dalam melaksanakan tugas kedinasan.
  6. Melaksanakan tugas tanpa Perintah Kedinasan dari pejabat yang berwenang, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. 
  7. Melakukan permufakatan  Pelanggaran  KEPP  atau disiplin atau tindak pidang

(2)   Larangan dalam penegakan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a angka I, dapat berupa:

  1. Mengabaikan kepentingan  pelapor,  terlapor,  atau pihak lain yang terkait dalam perkara yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. Merekayasa dan memanipulasi perkara yang menjadi tanggung jawabnya dalam rangka penegakan hukum.
  3. Melakukan penyidikan  yang  bertentangan  dengan ketentuan peraturan perundang-undangan karena adanya campur tangan pihak lain.
  4. Menghambat kepentingan   pelapor,  terlapor,  dan pihak terkait lainnya yang sedang berperkara untuk memperoleh haknya dan/atau melaksanakan kewajibannya.
  5. Mengurangi, menambahkan, merusak, menghilangan dan/atau merekayasa barang bukti.
  6. Menghambat  dan   menunda   waktu   penyerahan barang bukti yang disita kepada pihak yang berhak/berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  7. Menghambat  dan   menunda   waktu   penyerahan tersangka dan barang bukti kepada jaksa penuntut umum.
  8. Melakukan penghentian  atau  membuka  kembali penyidikan tindak pidana yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  9. Melakukan  hubungan    atau    pertemuan    secara langsung atau tidak langsung di luar kepentingan dinas dengan pihak-pihak terkait dengan perkara yang sedang ditangani dengan landasan itikad buruk;
  10. Melakukan keberpihakan dalam menangani perkar

Bipropam Polda mengirim SPPHP kepada pelapor, isinya bahwa tidak ditemukan pelanggaran KEPP.

Setelah diperhatikan perkap nomor 7 tahun 2022, sangat tidak masuk akal Bipropam Polda Sumbar sangat berani melakukan kebohongan.

Kemana masyarakat akan melapor jika Polsek, Polresta dan Polda Sumbar sudah sedemikian parah.

Demikian tanggapan pelapor terkait surat yang berisikan hasil klarifikasi Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Sumatera Barat, meminta memberikan tanggapan atas penjelasan yang dimaksud dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya surat Ombudsman RI.

Demikian atas perhatian, kami ucapkan terima kasih.

Padang, 09 November 2023

LSM KOAD, Indrawan

Surat tersebut ditembuskan kepada Yth :

  1. Ketua Ombudsman Republik Indonesia, di Jakarta
  2. Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Barat, di Padang
  3. Irwasda Polda Sumbar, di Padang
  4. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumatera Barat, di Padang
  5. Pratinggal