Dari 6 Perkara Yang Telah Dilaporkan, Terindikasi Bahwa Perkara Bypass Teknik Dihalangi

Sumbar.Kabardaerah,com– Dihalangi melaporkan tindak pidana akhirnya sampai surati Kapolri, Kompolnas  RI dan Ombusman RI. sepertinya hal biasa yang dialami masyarakat di Sumbar. Walau telah di poskan di KabarDaerah, namun Polda Sumbar tidak bergeming. Polresta Padang tetap tidak bersedia lakukan proses hukum, terhadap perkara yang dilaporkan, demikian setelah dikonfirmasi dengan ketua LSM KOAD.

Lanjut ketua LSM KOAD lagi, ” Sebagai masyarakat kami hanya berharap, agar laporan kami diproses hukum dengan benar. Bukannya menjadi ajang adu argumentasi, sementara pelaku kejahatan dibebaskan melakukan perbuatannya”, katanya

“Sepertinya sangat sulit, terkadang kami berfikir, seperti yang kami hadapi, perlakuan oknum oknum yang berada di Polda, Polres dan polsek pada pepalor. dihalangi melapor, kebohongan berulang dan semuanya seperti sudah di organisir”, katanya

Lanjutnya lagi, bahwa semua alasan yang diutarakan, semata mata hanya untuk mengahalangi melapor. mulai dari piket SPKT, piket Reskrimum, bahkan sampai ke Bagwassidik dan Dirrreskrimum dan bidang Propam yang harus menegakkan hukum di kalangan Polri pun dilibatkan.

Menghalangi proses hukum yang dilakukan bersama-sama tentunya sulit untuk diungkap, walau Kompolnas dan Ombudsman sudah menyurati Polda Sumbar.

Perbuatan yang yang dilakukan tidak sesuai dengan aturan perundang undangan, bahkan kebohongan demi kebohongan dilakukan berulang, sebutnya

Bahkan setidaknya sepuluh kebohongan belum berhasil membuat pelapor yakin, bahwa perkara yang dilaporkannya perkara perdata. Akhirnya kebohongan yang telah dilakukan terpaksa ditutup dengan kebohongan lain.

Terakhir Prof Dr Ismansyah SH MH juga ikut ikutan ngawur, Prof Dr Ismansyah SH MH mengatakan alat bukti pelapor terindikasi palsu atau dibuat buat.

Permintaan pendapat ahli, hanya untuk menggagalkan laporan Bypass Teknik,  Prof Dr Ismansyah SH MH malah sebut tandatangan Rusdi dipalsukan. Artinya surat perjanjian kerjasama yang dijadikan bukti oleh pelapor terindikasi dipalsukan.

Kata ketua LSM KOAD, ” Kami yakin, perkara yang kami laporkan, tidak akan bisa digagalkan, karena semua unsur pidana terpenuhi “.

Karena begitu sulit, akhirnya LSM KOAD surati Kapolri, Ombusdman dan kompolnas, adukan tingkah anggota yang menghalangi proses hukum. Seratus lembar surat yang menerangkan kesulitan melapor di Polda Sumbar.

Setelah diundang mabes Polri dengan dua pucuk surat yang ditandatangani Brigjend Pol Anggoro Sukartono SIK  dan a/n Itwasum Polri Brigjen(Pol)Tornagogo Sihombing SIK M.Si CRGP, pelopar membalas dengan surat yang ditujukan ke Kapolri, c/q Itwasum Polri. Melalui surat tertanggal 26 September 2023 Nomor 50/HUK/LAP/DPP/LSM-KOAD/IX/2023 diterangkan dengan lengkap.

(Dikutip dari surat ITWASUM Polri)

Disebut pada Poin d, polda sumbar sebut kendala yang dihadapi(dikutip dari surat ITWASUM Polri)

  1. Toko Bypass Teknik adalah milik almarhum Rusdi
  2. Surat perjanjian kerjasama yang dihadirkan sebagai dokumen kepemilikan didaftarkan di Notaris tanggal 9 November 2021, setelah Rusdi meninggal dunia.
  3. Dokumen sebagai bukti kepemilikan dibuat setelah Rusdi meninggal dunia.
  4. Pelapor tidak dapat memperlihatkan dokumen asli.

Terhadap jawaban Itwasum Polri pada Poin e, disebutkan bahwa perkara yang dimaksud masih dalam proses penyelidikan dan penyidikan dan sedang meminta keterangan ahli.

Dan poin f, dikatakan oleh Itwasum Polri berdasarkan surat dari Polda Sumbar, bahwa menghalangi proses hukum yang dilakukan para pihak tidak benar, karena LP/B/28/II/2023/SPKT Polda Sumbar tanggal 10 Februari 2023 masih berjalan.

menaggapi surat itwasum pada poin d, dikatakan oleh ketua LSM KOAD,

  1. Bahwa, Toko Bypass Teknik setelah adanya Surat Perjanjian Kerjasama adalah 60%  kepemilikan modalnya adalah Rusdi dan 40% Indrawan.
  2. Surat perjanjian kerjasama di daftarkan tanggal 9 November 2021 tidak berpengaruh dengan laporan pidana yang sedang dilakukan. Karena tindak pidana yang dimaksud dilakukan setelah tanggal 3 Agustus 2021 sampai dengan 8 November 2021.
  3. Tidak benar, dokumen dibuat setelah Rusdi meninggal dunia. Dokumen asli sebagai bukti kepemilikan ada, hanya saja belum diserahkan kepada penyidik, untuk keamanan, pelapor perlu mengamankan bukti-bukti yang dimilikinya, karena salah dua barang bukti, berupa gembok dan mesin Kipor sudah dihilangkan.
  4. Dokumen asli ada, tetapi tentunya belum diserahkan ke Penyidik Polri, karena bukti asli hanya diperlukan di Pengadilan. lagi pula, menyerahkan bukti seharusnya melalui berita acara serah terima, jika diperlukan.

Katakanlah surat perjanjian diragukan oleh penyidik untuk dijadikan bukti, pelapor punya surat setoran modal sebayak 28 item barang barang objek kerjasama Rusdi dan Indrawan, dan barang tersebut sudah ada yang dijual pelaku.

Jawab poin f, menghalangi proses hukum dapat dilihat dari:

Tiga pengaduan awal dihentikan,

  1. Laporan Pengaduan Nomor: STTP/636/XII/2021, tanggal 8 Desember 2021. Dengan SPPHP Nomor B/469/IV/2022/Reskrim Polresta Padang.
  2. Laporan Pengaduan Nomor STTP/284/XII/2021/Sektor Kuranji tanggal 7 Desember 2021, SP2HP Nomor 2/I/2022/Reskrim tanggal 8 Januari 2022.
  3. Laporan Pengaduan Nomor STTP/303/XII/2021 /Sektor Kuranji tanggal 27 Desember 2021 SP2HP Nomor 117/IV/2022/Reskrim tanggal 22 April 2022.

Indikasi pelanggaran KEPP yang terjadi adalah kebohongan berulang, berikut redaksi terangkan setelah dikonfirmasi dengan pelapor,

Alasan penghentian penyelidikan dari Kasat Reskrim dan Kapolsek Kuranji (penyidik Polsek Kuranji dan Polresta Padang) berbeda-beda, terindikasi tiga pengaduan sengaja dihentikan dengan melakukan banyak penyimpangan.

Berikut diterangkan pelapar:

  1. Barang bukti Pompa air merk Kipor yang disita Polri (Polsek Kuranji) dihilangkan.
  2. Barang bukti gembok yang disita Polri (Polsek Kuranji) dihilangkan.
  3. Menurut Kapolresta Padang –>>terlapor telah meninggal dunia
  4. Menurut Kasat Polresta Padang –>>Belum ada alat bukti
  5. Menurut Kapolsek Kuranji –>>tidak terpenuhi unsur pidana penggelapan, dan pencurian karena tekait perjanjian kerjasama, bahkan terakhir dalam SPPHP bulan November 2022 Kapolsek Kuranji mengatakan bukti asli belum diserahkan pengadu (bertukar alasan lagi)
  6. Menurut Kapolsek Kuranji –>> tekait perjanjian kerjasama jadi masalah ini perdata harus dipisah dulu mana barang milik Indrawan mana barang milik Rusdi.
  7. Menurut Kanit Jatanras Polresta Padang — >> Tanggal surat bukti penjualan saat Rusdi masih hidup, kewenangan masih ada ditangan Rusdi.
  8. Menurut Penyidik Polresta Padang — >> Anak Rusdi tidak mengakui perjanjian kerjasama yang di tandatangani Rusdi.
  9. Menurut Penyidik Polresta Padang — >> Faisal Ferdian anak kandung Rusdi, Mulyadi adik kandung Rusdi
  10. Menurut Penyidik Polresta Padang — >> Ketiganya adalah karyawan di Bypass Teknik.
  11. Menurut DR Fitriati, “ Karena yang diberikan sebagai bahan untu dipelajari hanya surat perjanjian kerjasama dan settoran modal. Dr Fitriati SH MH mengatakan bahwa perkara yang kami laporkan adalah perdata”,  namun ketika Dr Fitriati mengetahui objek perkara adalah barang titipan mesin yang diservice di Bypass Teknik Lima Puluh Kota, beliau meralat pendapat tersebut melalui rekaman pembicaraan via telephone.
  12. Menurut Prof Dr Ismansyah SH MH, perkara yang dilaporkan adalah perdata. tetapi diterangkannya bahwa terindikasi tandatangan yang ada di surat perjanjian kerjasama di Palsukan. alasan berikut, barang diserahkan oleh Indrawan kepada Rusdi. sedangkan Rusdi telah meninggal dunia, sehingga anak dan adik Rusdi tidak bisa dimintai pertanggungjawaban atas hlangnya sejumlah barang dari Bypass Teknik tersebut. Oleh sebab itu harus digugat kepengadilan terlebih dulu.

Beikut terkait dengan Laporan yang telah dilakukan:

Laporan tindak pidana nomor LP/B/28/II/2023/SPKT Polda Sumbar, tanggal 10 Februari 2023 masih berjalan, menunggu keterangan ahli dari pelapor.

Ketika Polda Sumbar telah menerima laporan, berarti terpenuhi syarat untuk membuat laporan polisi. Seperti satu alat bukti (surat surat) yang dimiliki pelapor.

Seharusnya, ketika saksi-saksi sudah dimintai keterangan, berarti sudah ada dua alat bukti, seharusnya proses hukum naik ketingkat penyidikan. Surat-surat sebagai alat bukti sudah ada ditambah dengan saksi saksi, jika penyidik ragu dengan kekuatan barang bukti pelapor, penyidik mintak keterangan terlapor, disini pelapor belum dimintai keterangan. beikut alat bukti petunjuk, seperti gembaok yang dirusak oleh pelapor, dan sisa satu unit mesin Kipor yang tersisa.

Ketika barang bukti gembok dan mesin kipor yang disita tidak dihilangkan tentunya telah ada tiga alat bukti. katakanlah Mulyadi sebagai terlapor tidak ditemukan, kan bisa menjadi daftra pencarian orang (DPO). Jadi penyidik tidak bisa memperlambat proses hukum apapun alasannya.

Ketika dilaporkan ke Propam, Bidpropam malah ikut ikut menyembunyikan alat bukti gembok yang dihilangkan dan mesin Kipor yang telah disita oleh Polsek Kuranji.

Pengakuan tersangka juga sudah ada, selanjutnya, bukti penjualan dari tanggal 3 Agustus 2021 sampai 8 November 2021.

Saksi saksi yang telah dipanggil penyidik Polri sudah lebih dari cukup, saksi dari pihak pelaku dan saksi pelapor, ditambah saksi yang mendukung perbuatan pelaku.

Sebenarnya perkara Bypass Teknik sudah cukup alat bukti, sulit untuk mengatakan bahwa belum ada alat bukti. 

Ketika penyidik minta keterangan ahli, sepertinya hanya untuk menghalangi perkara ini sampai ke pengadilan.

Penyidik seharusnya menyadari bahwa penegakkan hukum, bukan hanya dilakukan oleh Polri, tapi Jaksa penuntut umum juga harus berperan.

Selanjutnya, pengacara sebagai penasehat hukum juga disediakan oleh negara dan Hakim untuk mengadili dalam persidangan di pengadilan.

Hal inilah yang perlu dihindari oleh oknum Polri. Kapolda Sumbar telah mengingatkan agar jangan berbohong karena seberapa cepat larinya kebohongan kejujuran pasti akan menyalip.

Dua laporan pengaduan tentang pemalsuan surat dan nama toko Bypass Teknik juga tidak diproses oleh Polda Sumbar, Polda Sumbar malah melimpahkan ke Polresta Padang.

Ketika melapor ditolak, yang diterima hanya surat pengaduan. bahkan surat laporanpun ternyata tidak diproses oleh Polda Sumbar.

Saat gelar dikatakan bagwassidik dalam suratnya, bahwa surat pengaduan tanggal 21 Maret 2023 dilimpahkan ke Polresta Padang.

Ketika dikonfirmasi kepada penyidik Polresta Padang (Brigadir Dedy Suherman SH MH) ternyata memang tidak diproses, bahkan penyidik tidak mengatahui.

Dikatakan penyidik (Brigadir Dedy Suherman SH MH), bahwa tidak ada perintah dari atasannya secara tertulis untuk melakukan proses penyelidikan terkait surat tanggal 21 Maret 2023 tersebut.

Delik pidana pemalsuan adalah pidana biasa/pidana murni, sehingga tidak diperlukan pengaduan untuk melakukan proses hukum. Dibalik cerita ini terkait dengan kejahatan perbankkan, sebut ketua LSM KOAD.

Menurut kami sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat, penyidik harus memperbaiki niat terlebih dulu, hal ini tentunya sangat penting.

Penyidik seharusnya menyadari bahwa sebagai anggota Polri terikat dengan berbagai aturan hukum. jika niat belum berubah, apapun bentuk laporan yang dilakukan, tetap tidak akan diproses.

” Hebat sikap mereka yang menghambat laporan ini”, kata ketua DPW FRN Sumbar Fast Respon Couter Polri.

Ketika dikonfirmasi kepada penyidik, bahwa perkara yang kami laporkan adalah perdata, karena Rusdi telah meniggal dunia. Polri harus teliti bahwa pelakunya bukan Rusdi, tapi pihak ketiga (anak dan adik Rusdi). Sementara laporan kami diarahkan kepada tindak pidana penggelapan.

Sebenarnya, hal inilah yang membuat transpomasi Polri menjadi Polri Presisi tercemar, penegakkan hukum yang seharusnya dilakukan dibuat sebagai barang mainan.

Ketika penyidik telah kehabisan akal, jawaban saat dikonfirmasi, kenapa perkara Bypass teknik tidak berproses, Brigadir Dedy malah mengatakan Rusdi telah meniggal dunia. Sehigga anak anak dan adik Rusdi tidak bisa dimintai pertanggung jawaban, katanya, bukankah hal ini menunjukkan bahwa penyidik justru menunjukkan kapasita sebagai penyidik yang tidak profesional dan proporsianal.

Diterangkan ketua FRN, ” jangankan pihak ketiga, para pihak yang berjanji jika melakukan perbuatan melanggar hukum atau tindak pidana, jika terpenuhi unsur pidana pasal yang disangkakan, dapat dijadikan sebagai tersangka, sebut ketua FRN.

Jika kita kembali ke pasal 1340 KUHPerdata, pihak ketiga tidak punya hak dalam usaha Bypass Teknik, pihak ketiga tidak boleh mengambil manfaat dari perjanjian tersebut, mereka juga tidak menanggung beban akibat perjanjian. Sehingga ketika pihak ketiga melakukan tindak pidana, mereka dapat dijadikan tersangka. selanjutnya, apa lagi alasan penyidik berikutnya. (**)

(Sumber LSM KOAD)

Bersambung…