Hakim Hanya Butuh Keyakinan Dan Dua Alat Bukti Yang Cukup. Pendapat Ahli Hanya Alasan Agar Perkara Tidak Di Proses

Sumbar.Kabardaerah,com– Katakanlah surat perjanjian diragukan oleh penyidik sebagai alat bukti. Pelapor  punya surat setoran modal sebayak 28 item barang-barang objek kerjasama.

Barang tersebut sudah ada yang dijual pelaku, dibuktikan dengan adanya laporan penjualan harian. Laporan tersebut dibuat sendiri oleh pelaku penjualan.

Tiga pengaduan yang dihentikan penyelidikannya oleh Polsek Kuranji dan Polresta Padang,

  1. Laporan Pengaduan Nomor STTP/636/XII/2021, tanggal 8 Desember 2021. Dengan SPPHP Nomor B/469/IV/2022/Reskrim Polresta Padang.
  2. Laporan Pengaduan Nomor STTP/284/XII/2021/Sektor Kuranji tanggal 7 Desember 2021, SPPHP Nomor 2/I/2022/Reskrim tanggal 8 Januari 2022.
  3. Laporan Pengaduan Nomor STTP/303/XII/2021 /Sektor Kuranji tanggal 27 Desember 2021 SPPHP Nomor 117/IV/2022/Reskrim tanggal 22 April 2022.

Indikasi pelanggaran KEPP adalah dengan banyaknya kebohongan berulang, berikut redaksi terangkan setelah dikonfirmasi dengan pelapor.

Alasan penghentian penyelidikan oleh Kasat Reskrim Polresta Padang dan Kapolsek Kuranji selalu berbeda-beda. sehingga terindikasi tiga pengaduan sengaja dihentikan atas perintah seseorang pada hal ketiak SPPLid dilakukan terjadi banyak penyimpangan.

Berikut diterangkan pelapar:

  1. Barang bukti pompa air merk Kipor yang disita Polsek Kuranji dihilangkan.
  2. Barang bukti gembok yang disita Polsek Kuranji dihilangkan.
  3. Menurut Kapolresta Padang –>> terlapor telah meninggal dunia
  4. Menurut Kasat Polresta Padang –>> Belum ada alat bukti
  5. Menurut Kapolsek Kuranji –>> tidak terpenuhi unsur pidana penggelapan, dan pencurian karena tekait perjanjian kerjasama, bahkan terakhir dalam SPPHP bulan November 2022 Kapolsek Kuranji mengatakan bukti asli belum diserahkan pengadu (bertukar alasan lagi)
  6. Menurut Kapolsek Kuranji –>> tekait perjanjian kerjasama jadi masalah ini perdata harus dipisah dulu mana barang milik Indrawan mana barang milik Rusdi.
  7. Menurut Kanit Jatanras Polresta Padang — >> Tanggal surat bukti penjualan saat Rusdi masih hidup, kewenangan masih ada ditangan Rusdi.
  8. Menurut Penyidik Polresta Padang — >> Anak Rusdi tidak mengakui perjanjian kerjasama yang di tandatangani Rusdi.
  9. Menurut Penyidik Polresta Padang — >> Faisal Ferdian anak kandung Rusdi, Mulyadi adik kandung Rusdi
  10. Menurut Penyidik Polresta Padang — >> Ketiganya adalah karyawan di Bypass Teknik.
  11. Menurut DR Fitriati, “ Karena yang diberikan sebagai bahan untu dipelajari hanya surat perjanjian kerjasama dan settoran modal. Dr Fitriati SH MH mengatakan bahwa perkara yang kami laporkan adalah perdata”,  namun ketika Dr Fitriati mengetahui objek perkara adalah barang titipan mesin yang diservice di Bypass Teknik Lima Puluh Kota, beliau meralat pendapat tersebut melalui rekaman pembicaraan via telephone.
  12. Menurut Prof Dr Ismansyah SH MH, perkara yang dilaporkan adalah perdata, tetapi diterangkan Prof Dr Ismansyah SH MH bahwa bukti surat terindikasi tandatangan yang ada di surat perjanjian kerjasama dipalsukan. alasan berikut, barang diserahkan oleh Indrawan kepada Rusdi. sedangkan Rusdi telah meninggal dunia, sehingga anak dan adik Rusdi tidak bisa dimintai pertanggungjawaban atas hlangnya sejumlah barang dari Bypass Teknik tersebut. Oleh sebab itu harus digugat kepengadilan terlebih dulu.

Sesuai aturan, tidak seorangpun termasuk pemerintah dapat mempengaruhi atau mengarahkan putusan yang akan dijatuhkan oleh hakim.

Menurut Undang-undang kekuasaan kehakiman, pertimbangan hakim adalah pemikiran-pemikiran atau pendapat hakim dalam menjatuhkan putusan dengan melihat hal-hal yang dapat meringankan atau memberatkan pelaku. Setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.

Berikut dijelaskan ketua LSM KOAD, kita masuk kepada pokok masalah, yaitu Laporan resmi yang telah diterima Polda Sumbar, laporan tindak pidana Nomor LP/B/28/II/2023/SPKT Polda Sumbar, tanggal 10 Februari 2023.

Ketika Polda Sumbar telah menerima laporan, berarti terpenuhi syarat untuk membuat laporan polisi. Seperti satu alat bukti (surat surat) yang dimiliki pelapor.

Berikut diterangkan oleh pelapor yang juga ketua LSM KOAD dan ketua DPW FRN Fast Respon Counter Polri,

Kami dari FRN Fast Respon Counter Polri, Fast Respon Nusantara DPW Sumbar mempertanyakan pelaksanaan program Presisi di jajaran Polda Sumbar. Apakah program presisi tersebut benar benar harus dilaksanakan.??

Jika benar, FRN Fast Respon Counter Polri lah yang akan mengawasi berjalannya program tersebut tersebut, katanya.

Oknum pelaku pelanggaran yang berada di Polda Sumbar seakan akan tidak peduli dengan program Kapolri tersebut.

Kepentingan mereka sepertinya, tujuan mereka adalah nomor satu, tidak ada yang boleh menghambat keinginan mereka.

Untuk itu, oknum tersebut tidak segan segan untuk mempergunakan seluruh sumber daya yang ada di institusi Polda Sumbar, bahkan mereka tidak peduli dengan nama baik institusi Polda Sumbar yang seharusnya mereka jaga.

Sampai sampai Itwasda pun tidak berani tampil, berikutnya terlihat dari prilaku akbp (Pol) Agung koordinator spripim Polda Sumbar yang berusaha menghalangi pelapor bertemu Kapolda sumbar yang baru.

Ketika pelapor akan bertemu Kapolda Sumbar yang baru Irjen (Pol) Suharyono SH, mereka (para penlanggar aturan) tersebut seperti ketakutan kelakuan mereka tercium.

Disaat pelapor menghadap Dirreskrimum yang baru Kombes (Pol) Andri Kurniawan S.I.K, diawalnya Dirreskrimum berjanji untuk melakukan proses hukum sesuai dengan aturan. Namun tiba-tiba setelah Dirreskrimum bertemu dengan seseorang di lantai dua, Dirreskrimum berubah fikiran.

Menghalangi proses hukum, dalam perkara ini terlihat setelah laporan kami di lempar ke Polresta Padang, berbagai cara dilakukan oleh pelanggar KEPP tersebut.

Seharusnya, ketika saksi-saksi sudah dimintai keterangan, berarti sudah ada dua alat bukti, seharusnya proses hukum harus dinaikkan ketingkat penyidikan. Yang terjadi malah sebaliknya, Polresta Padang masih ingin mempermainkan perkatra yang kami laporkan.

Surat-surat sebagai alat bukti sudah ada ditambah dengan saksi saksi, dan petunjuk tentunya ada setelah dilakukan penyelidikan dengan benar.

Jika penyidik ragu dengan kekuatan barang bukti pelapor, penyidik bisa mintak keterangan terlapor. Terlapor diduga kuat akan menjadi tersangka, sedangkan keterangan tersangka akan menjadi alat bukti dalam persidangan.

Terlapor Mulyadi belum dimintai keterangan sama sekali, keadaan ini sudah berlangsung dari bulan Februari 2023 saat dilaporkan ke Polda Sumbar. Bukankah hal ini suatu kejanggalan yang dilakukan penyidik.?

jika penyidik teliti, setelah dilakukan penyelidikan, tentunya penyidik akan mendapatkan alat bukti berupa petunjuk. Sementara, gembok yang dirusak dan satu unit mesin pompa air merk Kipor yang disita Polsek Kuranji terbukti dihilangkan.

Bukankah ini menjadi satu fenomena aneh sikap penyidik Polsek Kuranji dan Polresta Padang, jika setiap anggota Polri menyadari bahwa mereka bekerja dibawah aturan Perkapolri nomor 7 tahun 2022. Sayangnya mereka lebih patuh dengan perintah yang jelas jelas melanggar aturan perkap tersebut.

Sepertinya itu aturan sengaja dilanggar, karena yang memerintahkan adalah orang penting di Polda Sumbar.

Ketika barang bukti gembok dan mesin pompa air merk Kipor yang disita, tidak dihilangkan. Tentunya telah ada tiga alat bukti.

Katakanlah Mulyadi sebagai terlapor tidak bisa dihadirkan. Penyidikan seharusnya dilanjutkan, Mulyadi bisa dijadikan daftar pencarian orang(DPO), apapun alasannya, penyidik tidak bisa menghalangi proses hukum perkara ini.

Ketika dilaporkan ke Propam, Bidpropam melalui surat laporannya, malah ikut-ikut menyembunyikan barang bukti gembok dan mesin pompa air merk Kipor. bektinya, temua itu tidak dijadikan temuan investigasi yang dilakukan propam.

Pengakuan tersangka sudah ada. Selanjutnya, bukti surat surat berupa laporan penjualan dari tanggal 3 Agustus 2021 sampai 8 November 2021.

Saksi saksi yang telah dimintai keterangan, sudah lebih dari cukup, saksi dari pihak pelaku dan saksi pelapor, ditambah saksi yang mendukung perbuatan pelaku.

Sebenarnya perkara Bypass Teknik sudah cukup alat bukti, sulit untuk mengatakan bahwa belum ada alat bukti. ketika kasat Reskrim Polresta Padang mengatakan belum cukup bukti tentunya adalah sebuah kebohongan besar.

Ketika penyidik minta keterangan ahli, sepertinya hanya untuk menghalangi perkara ini sampai ke pengadilan.

Penyidik seharusnya menyadari bahwa penegakkan hukum, bukan hanya dilakukan oleh Polri, tapi juga harus melibatkan Jaksa penuntut umum.

Selanjutnya, pengacara sebagai penasehat hukum juga disediakan oleh negara dan Hakim untuk mengadili dalam persidangan di pengadilan.

Hal inilah yang perlu dihindari oleh oknum Polri. Kapolda Sumbar telah mengingatkan agar jangan berbohong karena seberapa cepat larinya kebohongan kejujuran pasti akan menyalip.

Berikutnya, dua laporan pengaduan tentang pemalsuan surat dan nama toko Bypass Teknik. Perkara ini juga tidak diproses oleh Polda Sumbar.

Dengan yakinnya Polda Sumbar, malah melimpahkan ke Polresta Padang.  Ketika melapor ditolak, yang diterima hanya surat pengaduan ke kapolda sumbar. Bahkan surat laporanpun ternyata tidak diproses.

Saat gelar dikatakan bagwassidik, bahwa surat pengaduan tanggal 21 Maret 2023 dilimpahkan ke Polresta Padang.

Sementara ketika dikonfirmasi kepada penyidik Polresta Padang (Brigadir Dedy Suherman SH MH) dikatanya,  “Saya tidak mengatahui “.

Dikatakan Brigadir Dedy Suherman SH MH bahwa tidak ada perintah dari atasannya secara tertulis untuk melakukan proses penyelidikan terkait surat laporan tanggal 21 Maret 2023 tersebut.

Delik pidana pemalsuan adalah pidana biasa/pidana murni, sebenarnya tidak diperlukan pengaduan, malah dibalik cerita ini terkait dengan kejahatan perbankkan, sebut ketua LSM KOAD.

Menurut kami sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat, penyidik harus memperbaiki niat terlebih dulu, hal ini tentunya sangat penting dilakukan.

Penyidik seharusnya menyadari bahwa sebagai anggota Polri terikat dengan berbagai aturan hukum. jika niat tidak berubah, apapun bentuk laporan tetap tidak akan dihalangi.

Ketika dikonfirmasi kepada penyidik, bahwa perkara yang kami laporkan adalah perdata, sedang pelakunya bukan Rusdi, tapi pihak ketiga(anak dan adik Rusdi). Laporan kami dikatakan tindak pidana penggelapan bukan pencurian.

Dikatakan ketua LSM KOAD, ” sepertinya penyidik harus belajar lagi ”

Sebenarnya, hal inilah yang membuat transpomasi Polri Presisi terganggu, penegakkan hukum yang seharusnya dilakukan, dibuat sebagai barang mainan.

Ketika penyidik telah kehabisan akal, jawaban saat dikonfirmasi, kenapa perkara Bypass teknik tidak berproses, Brigadir Dedy malah mengatakan Rusdi telah meniggal dunia, sehigga anak-anak dan adik Rusdi tidak bisa dimintai pertanggung jawaban, katanya.

Bukankah hal ini menunjukkan bahwa penyidik tidak profesional dan proporsianal. Lucunya pendapat penyidik berdasarkan pendapat seorang Prof Dr Ismansyah SH MH.

Diterangkan ketua LSM KOAD, ” jangankan pihak ketiga, jika para pihak yang berjanji, melakukan perbuatan melanggar hukum atau tindak pidana. jika terpenuhi unsur pidana pasal yang disangkakan, dapat dijadikan sebagai tersangka”, sebut ketua LSM KOAD.

Jika kita kembali ke pasal 1340 KUHPerdata, pihak ketiga tidak punya hak dalam usaha Bypass Teknik, mereka tidak bisa dimintai pertanggungjawaban apakah itu mengganti kerugian atau yang lainnya, beban akibat perjanjian kerjasama tersebut hanya ditanggung oleh para pihak yang berjanji.

Hukum diadakan untuk keadilan, oleh sebab itu maka ketika anak anak dan adik Rusdi sebagai pihak ketiga melakukan tindak pidana dapat dijadikan tersangka. karena mereka tidak boleh mendapat manfaat dari kerjasama tersebut, lantas selanjutnya apa lagi alasan penyidik Polresta untu menahan laporan ketua DPW FRN Fast Respon Counter Polri tersebut. (Red)

(Sumber LSM KOAD). Bersambung…