KabarDaerah.com – Dari pada dipersulit terus terusan, surat ke Kapolri akhirnya disampaikan melalui KabaeDaerah.com.
Semua peluang sudah tertutup, Kapolda Sumbar sulit ditemui, Kapolresta juga demikian halnya, Bidpropam Polda Sumbar jawab surat dengan Ne Bis In Idem. Apakah Bidpropam tidak paham apa itu ne bis in idem. Dimana melapor saja masih dihalangi, kapan laporan ini diputus oleh pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah).
Lanjutnya, Bidpropam Polda Sumbar yang benar saja, jika tidak paham tentang Ne Bis In Idem jangan jadikan sebagai alasan menolak laporan masyarakat, kata ketua FRN lagi.
Sekarang tinggal Kapolri yang harus menilai perkara ini perdata atau pidana, harus dihentikan atau diproses.
Perlu diketahui Kapolri bahwa tiga tahun lalu pimpinan Polda Sumbar Irjend Teddy Minahasa dan Brigjend Edi Maryanto. Disaat mereka menjabatlah perkara ini dibuat sulit. Sampai sampai Edi Maryanto turunkan Spripim untuk menghalangi pelapor bertemu Kapolda Suharyono.
Selayaknya, jika telah dilakukan Laporan Polisi(LP), alasan yang wajar tentunya adalah bukan perbuatan pidana atau tidak cukup bukti, itupun bisa dicounter dengan alat bukti yang telah diserahkan 28 buah bukti.
Bagaimana dengan bukti gembok dan mesin pompa Kipor yang dihilangkan dari BAP. Penyidik Polri tidak akan sanggup menjawab. Kebenaran punya alasan yang tidak akan terbantahkan.
“Melalui pemberitaan ini kami yakin Kapolri tidak akan mengkhianati Presisi yang telah digagasnya. Dua belas surat yang telah dikirim hanya meminta agar perkara ini dilakukan proses hukum dengan benar sesuai aturan hukum berlaku”,
“Ketika alasan yang dipergunakan untuk menghentikan perkara adalah belum ditemukan peristiwa pidana, artinya, penyidik belum bekerja dengan benar.
Lantas, apapun alasan penyidik, yang pasti Bypass Teknik adalah perbuatan pidana, tentunya banyak alasan yang mendukung hal itu “, kata Ketua FRN DPW Sumbar.
Lanjut kata Ketua FRN DPW Sumbar, 4 alat bukti seharusnya sudah didapat, jika semua saksi dimintai keterangan, petunjuk akan didapat ketika penyidik melakukan penyidikan dengan benar, pengakuan terdakwa akan didapat ketika, telapor dipanggil dan dimintai keterangan semua.
Lantas setidaknya tiga calon tersangka tidak dipanggil oleh penyidik. Melalui Surat Telegram Kapolda Sumbar tanggal 6 Januari 2023 ke Polresta Padang dan surat disposisi Bidpropam tanggal 5 Agustus 2022 ke Kapolda Sumbar. Perkara ini seharusnya sudah berproses.
Jika kita bisa lihat BAP pemeriksaan penyidik siapa yang dipanggil dan yang telah dimintai keterangan, setelah kedua surat tersebut terbit.
Lanjut ketua FRN DPW Sumbar, bahwa Penyidik pernah sebut bahwa Penyidik bekerja tergantung pimpinan, apakah kata kata tersebut tidak berarti apa apa.?? sudah sangat banyak kebohongan yang dilakukan untuk menghalangi perkara ini.
Point utama perkara ini adalah mengambil barang sesuatu, seluruh atau sebagian kepunyaan orang lain, hal ini tidak akan bisa putar balik.
Jika alasan penyidik adalah ahli waris, laporan ini sudah dilakukan dengan surat sekitar pertengan september 2021. diaat itu Rusdi belum meninggal dunia. jadi tidak ada alasan hak waris yang dipakai penyidik. pasal 1340 mengatakan bahwa pihak anak, adik, istri Rusdi yang disebut pihak ketiga tidak boleh mengambil manfaat dari objek perjajian kerjasama tersebut.
” Harusnya penyidik jujur dalam melakukan proses hukum perkara ini, percuma menghalangi dengan berbagai alasan yang sulit diterima akal sehat kita “, sebut ketua FRN DPW Sumbar.
Menghentikan perkara setelah satu tahun, alasannya belum ditemukan peristiwa pidana, artinya penyidik hanya akan menjatuhkan kredibilitas penyidik Polri sendiri.
Setidaknya selama satu tahun perkara ini berproses, penyidik melakukan apa..??, kecuali menghalangi proses hukum..?
Ditambah lagi dengan surat dari Kompolnas RI meminta perkara diproses dalam waktu tidak terlalu lama.
Ketika surat tersebut diabaikan tentunya Polda Sumbar yang bertanggung jawab. Apalagi sebelum Kapolda Sumbar Suharyono SH dan Kasubdid Akbp Pol Rooy Noor S.I.K pernah mengatakan ada perbuatan pidana. Sekarang Kasat Reskrim katakan belum ditemukan peristiwa pidana, bukannya suatu yang berbeda
” Apakah hal itu menunjukkan bahwa Kasat Reskrim belum melakukan apa-apa. Terlalu sembrono, ketika mereka melakukan hal hal tersebut “, kata ketua Fast Respon Nusantara DPW Sumbar.
Kejanggalan lain adalah Kata penyidik status perkara diturunkan ke penelitian dokumen, bukan penyelidikan atau penyidikan. Tapi perkara ini dihentikan dengan gelar perkara dengan keluarnya surat SPPP. bukannya hal itu kejanggalan. Setelah dicek ke penyidik Dedi ternyata SPPP, ternyata perkara sedang penyelidikan.
Pertanyaan yang menggajal: inikah Polri presisi yang dimaksud Jendral Listyo Sigit Prabowo tersebut, dimana ketika masyarakat melapor dihalang-halagi, lalu dialihkan kepengaduan, setelah dilakukan pengaduan, penyidik berusaha menghalagi dengan berbagai alasan. bukti misalnya, penyidik dengan leluasa meminta berbagai hal terkait bukti, pada hal meraka para penyidik tidak mengetahui, apa dana berapa luas pengetahuan pelapor.
Penyidik sibuk memutar balik keadaan, seperti penyelidikan menjadi penelitian dokumen, banyak lagi yang janggal dari perkara ini, kata ketua Fast Respon Nusantara DPW Sumbar.
Seperti yang kami alami, yang dilaporkan perbuatan, konsentrasi penyelidikan, bukan pada unsur perkara. penyidik konsentrasi kepada bagaimana membatalkan surat surat yang dijadikan bukti melapor seperti SKU, surat kematian dan lain lainnya. tandatangan Rusdi dipalsukan dan sebagainya. itu semua menujukkan apa tujuan penyidik, jadi wajar berapa jumlah laporan yang dilakukan tetap akan di halangi. semoga Bapak Kapolri paham apa yang harus dilakukan kepada para pelanggar kode etika profesi. di Polsek Kuranji, Polresta Padang serta Polda Sumbar. mereka hanya memakai baju Polri tapi sikap mereka bukan lagi seperti Polri.
Jika, hal ini Bapak Kapolri biarkan, apapun program Polri kedepan mereka akan tetap menjadi batu sandungan.
Berikut surat ketua Persatuan Wartawan Fast Respon Nusantara DPW Sumbar ke Kapolri:
Padang, 5 Mei 2024
Nomor : 57/HUK/LAP/DPW Sumbar/FRN/V/2024
Lamp : — berkas
Perihal : Laporan penghentian perkara LP/B/28/II/SPKT Polda Sumbar
Kepada Yth:
Bapak Kapolri Jendral (Pol) Drs Listyo Sigit Prabowo M.Si, di Jakarta
Dengan Hormat,
Do’a dan harapan kami, Bapak Kepala Polisi Republik Indonesia dalam keadaan sehat serta sukses dalam menjalankan tugas sehari-hari, hendaknya. Amiin.
Surat ini adalah surat ke Dua belas laporan kami ke Mabes Polri, setelah dua tahun lebih menjalani, dapat kami informasikan, bahwa sore ini jam 15.30 kami mendapatkan surat dari Polresta Padang dengan nomor B/1673/IV/2024/Reskrim tanggal 01 April 2024, yang ditandatangani Kompol Dedy Adriansyah Putra S.I.K selaku penyidik. Surat tersebut lagi lagi terkait dengan penghentian penyidikan LP/B/28/II/SPKT Polda Sumbar.
Pada hal untuk melakukan LP sangat sulit kami ditanya berbagai macam mulai dari bukti bukti sampai unsur perkara, ketika LP suadh dilakukan perkara seharusnya sudah dalam tahap penyidikan. Dalam kasus ini berbeda, perkara kami nomor LP/B/28/II/SPKT Polda Sumbar tersebut diturunkan dari penyelidikan ketahap penelitian dokumen (versi Kasat Reskrim Polresta Padang). Tertulis dalam SPPHP bahwa perkara tersebut ditahap penelitian dokumen.
Kami semakin heran dengan penyidik Polresta Padang, sangat banyak yang tidak sesuai dengan aturan hukum.
Jika Perkapolri nomor 7 tahun 2022 menyatakan bahwa penyidik Polri dilarang menerbitkan dokumen yang isinya tidak benar. Sepertinya semua dokumen berupa SPPHP yang diberitahukan kepada pelapor tentunya tidak benar. Resiko yang harus diterima oleh pembuat dokument tersebut adalah Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).
Selanjutnya menurut kitap undang undang acara pidana, jika penyidik akan memulai penyidikan, harus memberi tahukan kepada JAKSA dengan mengirimkan SPDP. Dalam hal ini apakah SPDP sudah diberitaukan kepada JAKSA penuntut umum…?? sepertinya belum. Jika hal ini tidak dilkakukan, patut diduga laporan kami dihalangi berproses sesuai dengan aturan hukum.
Laporan Polisi tersebut dihentikan berdasarkan, laporan hasil gelar perkara tanggal 26 Maret 2024 dan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan nomor SPPP/81/III/2024/Reskrim, tanggal 28 Maret 2024. Dari SPPP diatas tentunya kita paham apa arti SPPP tersebut, bahwa jika perkara ini akan berproses harus digugat dulu ke pengadilan. Pelapor yakin SPPP tersebut termasuk akal akalan penyidik. Ketika penyidik tidak melakukan penyelidikan terhadap nomor LP/B/28/II/SPKT Polda Sumbar sesuai aturan hukum, seperti pengaduan nomor STTP/303, STTP/284, STTP/636 walau sebenarnya sudah termaktup dalam LP/B/28/II/SPKT Polda Sumbar tersebut. Namun laporan pemalsuan surat, pemakaian surat palsu untuk mengeluarkan kredit Bank Nagari, serta pemalsuan nama toko bypass teknik menjadi Bypass teknik mandiri di TKP Limapuluh Kota.
Gelar perkara seharusnya dilakukan lengkap dengan JAKSA, sesuatu yang tidak sesuai aturan hukum, bahwa gelar perkara tanggal 26 Maret 2024 tersebut bisa dipertanggung jawabkan secara hukum, ketika yang hadir hanya penyidik POLRI. Sepertinya Kompol Dedy Adriansyah Putra S.I.K, dan Polresta Padang tidak mengamalkan polri Presisi yang Bapak Kapolri gaugkan selama ini. Bahwa salah satunya Polri harus transparan, gelar perkara harus transparan. Penyidikan harus dilakukan dengan transparan, SPPHP juga demikian, harus jelas siapa yang telah dimintai keterangan dan siapa yang belum.ilmu peyidikan bukan ilmu yang sulit, pelapor harusnya diberitahu selengkap lengkapnya sehubungan laporan pidana yang dilakukan.
Ketika SPPHP diberikan kepada pelapor, harus mendapatkan keterangan yang lengkap. Dalam Surat Pemberitahuan Hasil Penyidikan tersebut seharusnya, dalam penangganan perkara wajib dilakukan secara transparan, barulah bisa dimaklumi, apa yang dimaksud oleh penyidik. Dengan kata lain penyidik tidak terkontaminasi perintah yang salah. Seperti permintaan keterangan dari saksi, calon tersangka. Siapa saja yang sudah dipanggil untuk dimintai keterangan. Karena dalam hal ini Mulyadi, Yenita dan Ujang panik yang diduga adalah para pelaku belum dimintai keterangan sama sekali. Begitu juga saksi dengan Suradal, Amirjon belum dipanggil dan belum dimintai keterangan, selanjutnya apa pertanyaan penyidik kepada terduga pelaku. Sebab dari pertanyaan yang diajukan, akan terlihat tujuan dilakukan penyidikan ini, apakah untuk membuat terang perkara atau membuat perkara bertambah gelap.
Nyatanya selama ini, pengaduan STTP 284, STTP 303, STTP 636, perkara sengaja dibuat gelap, indikasi barang bukti gembok dan mesin Kipor dihilangkan.
Penyidik tidak bisa bermain-main dengan perkara ini, setiap langkah yang ditempuh menggambarkan, tujuan penyidikan, sampai kepada terlapor, termasuk sikap terlapor yang masa bodoh, tidak merasa takut dengan panggilan yang dilakukan penyidik, hal itu menunjukkan bahwa perkara Bypass Teknik terindikasi ada keberpihakkan. Polri terlihat tidak berkeadilan dalam perkara ini.
Berikutnya, adalah terkait dengan Penyidikan perkara Bypass Teknik.
Perkara ini sudah pada tahap penyidikan, karena seharusnya penyidik telah harus mendapatkan 4 alat bukti. Sedangkan bukti-bukti yang kami punya telah kami serahkan kepenyidik. Bukti tersebut berupa surat surat laporan harian penjualan dari tanggal 3 Agustus 2021 s/d 8 November 2021 senilai lebih dari Rp 300.000.000,00. Penyidik bersikukuh untuk menghentikan perkara berdasarkan keterangan ahli, Keterangan ahli yang dilakukan baru didepan penyidik Polri, bukan didepan pengadilan.
Untuk diketahui, penegakkan hukum bukan hanya POLRI sendiri. Kekuasaan Yudikatif dilakukan oleh POLRI, JAKSA PENGACARA dan HAKIM. Sementara sebagai penyidik Polri telah memutus kekuasaan kehakiman sendiri, tanpa melibatkan Jaksa dan Pengacara, dan Hakim, ini jelas tidak bisa diterima oleh pelapor yang juga ketua PW FRN DPW Sumbar. Untuk dipahami, hanya pengadilanlah yang berhak menyatakan perkara ini atau pidana atau perdata, menyatakan seseorang dihukum atau dibebaskan. Dan itu diatur dengan Aturan dan UU.
Terduga pelaku adalah anak-anak Rusdi, adik Rusdi, dan Istri Rusdi serta Ujang panik. Bukankah surat surat, sama dengan yang dimaksud pasal 184 KUHAP.
Berarti sudah ada satu alat bukti. Selanjutnya, Muyadi, Yenita, Ujang Panik, belum dimintai keterangan, artinya penyelidikan atau penyidikan belum dilakukan dengan lengkap. Belum lagi terkait dengan penyidikan.
Penyidik belum melakukan langkah langkah yang diatur oleh aturan perundang-undangan, jika telah dilakukan olah TKP, tentunya penyidik akan mendapatkan data berupa petujuk yang berkorelasi antara perbuatan pelaku dengan barang yang dijual. Disinilah poin utama yang menetukan, yaitu mengabil barang sesuatu, seluruh atau sebagian milik orang lain.
Apakah barang yang dijual pelaku adalah milik pelaku sendiri…??? Dalam pengaduan sebelumnya, barang bukti gembok dan mesin pompa air Kipor sengaja dihilangakan dari BAP. Tentunya hal ini merupakan petunjuk bahwa perkara ini memang sengaja dihalangi, bahkan dari awal melapor.
Melalui jawaban surat kami ke ITWASUM, dikatakan oleh ITWASUM Polri dalam suratnya ke pelapor mengatakan bahwa Saudara belum melakukan laporan, baru mengadu. ITWASUM Polri dalam surat nomor B/6933 VIII/WAS.2.4./2023 tanggal 28 Agustus 2023, bahwa perkara masih masih berproses, penyidik Polri sedang mengumpulkan bukti-bukti. Sedangkan dilapangan jelas jelas Polresta Padang dan Polsek Kuranji memberhentikan proses hukum yang sedang dan harus dilakukannya. Bukankah hal ini menunjukkan bahwa Laporan kami dihalangi berproses, kami melapor melalui surat dari bulan September 2021, baru bisa dilakukan secara resmi tanggal 10 Februari 2023.
Setelah mabes Pori kami surati, akhirnya laporan kami dilimpahkan ke Bidpropam Polda Sumbar, lalu keluar surat tanggal 5 Agustus 2022 dari Bidpropam dan diikuti Surat Telegram tanggal 6 Januari 2022 dari Kapolda Sumbar. Surat ini sepertinya tidak laksanakan oleh Polresta Padang. Berikutnya surat dari Kompolnas RI, sekitar bukal November 2023 telah memerintahkan LP/B/28/II/SPKT Polda Sumbar ini di proses dalam waktu tidak terlalu lama. Surat surat tersebut tidak ditindak lanjuti oleh Polda Sumbar dan Polresta Padang.
Satu tahun Enam Bulan tidak bisa melapor. Indikasi bahwa laporan kami dihalangi semakin jelas. Lantas, sekarang Minggu tanggal 5 April 2024 perkara dihentikan, bertambah bukti bagi kami bahwa Laporan kami dihalangi.
Seharusnya yang melakukan proses hukum terhadap laporan kami adalah Dirreskrimum Polda Sumbar bukan Polresta Padang. Karena kami melapor ke Polda Sumbar, namun sangat disayangkan Dirreskrimum melimpahkan ke Polresta Padang, pada hal dalam laporan Bypass Teknik terdapat perkara yang harus diperoses di Polres Lima puluh kota, hal itu juga pertanda Laporan kami memang dihalangi.
Kita kembali lagi ke alat bukti kejahatan menurut pasal 184 KUHAP, adalah berupa surat surat sudah didapat —>> saksi dimintai keterangan semua –>> keterangan terdakwa (calon tersangka) ada yang belum dipanggil, petunjuk seharusnya sudah didapatkan, ketika dilakukan penyidikan dengan melaksanakan setiap tahap penyidikan.
Tidak pada tempatnya perkara kami dikatakan belum ditemukan peristiwa pidana. pada hal tahapan yang paling penting olah TKP belum dilakukan. Satu alat bukti adalah pengakuan terdakwa belum dilakukan permintaan keterangan.
Menurut Profesor Dr Ismansyah SH MH, bukan peristiwa pidana kerena penyerahan barang kepada Rusdi bukan kepada anak anak Rusdi. Hal ini membuat penyidik tambah berani menghetikan perkara kami. Tidak benar, jika perkara dihentikan, ketika lima orang yang diduga sebagai pelaku belum dimintai keterangan, bahkan salah satu pelaku telah melarikan diri.
Berikutnya adalah saksi-saksi, ada yang belum mintai keterangan, saksi Suradal dan saksi Amirjon, jika keduanya dipanggil akan didapat satu alat bukti lagi. Petunjuk sebagai alat bukti ketiga akan didapat ketika penyidikan dilakukan dengan benar, tahap demi tahap penyidikan yang dilakukan dengan seksama, bisa membangun korelasi subjek/pelaku dengan barang bukti. Sehingga seluruh syarat akan terpenuhi. Artinya tiga alat bukti sudah didapat jika penyidik berkeingian untuk membuat terang perkara ini.
Tanda perkara ini dihalangi, ketika penyidik minta disediakan bukti lengkap diawal, pada hal, penyidik Polri sendiri setelah perkara berjalan tiga tahun, malah semakin gelap. Tugas penyidik membuat terang perkara sepertinya tidak akan didapat, anehnya semua bagian melibatkan diri untuk menghalangi hukum.
Tidak benar perkara ini dalam tahap penyelidikan, perkara ini sudah ditahap penyidikan. Pertama sudah berbentuk LP yang berpotensi mendapatkan setidaknya 4 alat bukti. Ketika penyidik ingin membuat terang perkara. Kecurigaan kami berikutnya adalah gelar perkara tidak dilakukan secara transparan, kami tidak diundang oleh Polresta Padang, tiba tiba perkara dihentikan. Kami menduga Polresta Padang bertujuan agar dalam menghentikan perkara kami, tidak ada hambatan.
Jika saksi ahli tidak ngawur, besar kemungkinan perkara ini mempunyai Lima alat bukti. Polresta Padang berani menghentikan perkara Bypass Teknik, justru kami menilai bahwa Polresta Padang sangat keterlaluan. Besar kemungkinan mereka tidak sadar bahwa tugas Polri adalah melakukan penegakkan hukum, bukan menghalangi proses hukum.
Perkara ini adalah LP kami yang pertama, Kami mohon dilakukan dengan pengawasan yang sangat ketat. Kami melakukan semua ini, agar Polri presisi yang merupakan gagasan Kapolri dapat terlaksana.
Mohon dilakukan dengan benar sesuai aturan hukum, Kapolri harus perhatian dengan kejadian ini, surat kami sudah dua belas kali ke kapolri, namun perkara kami masih dibuat bertele-tele, begitu beraninya Polresta Padang, Polda Sumbar menghentikan perkara kami yang sudah berbentuk LP/B, benar-benar hebat Polresta Padang.
Demikian surat kami dalam menangapi surat SPPP Polresta Padang.
Padang, 5 Mei 2024, Hormat saya, Indrawan
Tembusan kepada Yth:
- Ketua Kompolnas RI di Jakarta
- Ketua Ombudsman Republik Indonesia, di Jakarta
- Bapak Kapolri di Jakarta
- Bapak Irwasum di Jakarta
- Bapak Kapolda Sumatera Barat, di Padang
- Bapak Irwasda Polda Sumbar, di Padang
- Bapak Dirreskrimum Polda Sumatera Barat, di Padang
- Bapak Kapolresta Padang di Padang
- Arsip