Pemberitaan Tidak Manusiawi, Inilah 10 Pernyataan Masyarakat Tentang Kondisi di Tembagapura Papua

BERITA UTAMA, TERBARU131 Dilihat

PAPUA.KABARDAEAH.COM- Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Tembagapura (KOMASI-UNTE) menilai situasi dan pemberitaan media nasional dan lokal saat ini sudah tidak manusiawi dan tidak pernah membicarakan keadaan sebenarnya tentang masyarakat sipil di Kampung Utikini, Kimbeli, Banti dan Opitawak, distrik Tembagapura.

Selain itu, Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Tembagapura menyatakan 10 pernyataan sikap, sekaitan dengan kondisi terkini di wilayah tersebut. Keadaan  saat ini masih menyisakan banyak pertanyaan dan sanggahan di kalangan masyarakat umum.

Kordinator Adolfina KOMASI-UNTE      diampingi Sekretaris Ronny Nakiaya dihadapan masyarakat Tembagapura, Kamis (23/11) mengatakan,  paska kontak senjata yang terjadi antara TNI-POLRI dan TPN-OPM sejak 22 Oktober  2017 hingga saat ini telah mengakibatkan banyak korban.

Salah satu hilangnya Bapak Martinus Beanal (Karyawan PSU) yang kata Mabes Polri dan Kapolda sudah dikasih ke tangan keluarga dan dimakamkan. Namun nyatanya pihak keluarga hingga saat ini masih mencari dan menanyakan kepada kepolisian tentang hilangnya  yang bersangkutan.

Dikatakannya, operasi militer di daerah tersebut oleh TNI-POLRI dengan menggunakan Bom roket balistik dan baku tembak sampai TNI-POLRI menguasai desa Utikini, Kimbeli dan Banti membuat masyarakat menjadi trauma dan tertekan. Masyarakat sipil di beberapa kampung tersebut tidak dapat memperoleh makanan, yang mana biasanya dibeli di toko  tembagapura kota atau pedagang di daerah tersebut.

” Disamping itu iklim tropis di Tembagapura yang  cukup dingin sehingga hasil tanaman umbi-umbian, petatas, keladi, sayur mayur butuh waktu 8-9 bulan untuk bisa dipanen agar memenuhi kehidupan sehari –hari mereka. Sampai saat ini pula beberapa kampung masyarakat asli di Tembagapura masih terisolir karena dijaga ketat oleh aparat TNI-POLRI. Secara tertulis kita sudah berikan realise bebrapa waktu lalu,” ungkapnya.

Dikatakan Adolfina sejak evakuasi warga sipil pendatang ilegal dan masyarakat pendulang kemarin menimbulkan banyak pertanyaan di kalangan masyarakat umum. Masyarakat pribumi asli setempat masih bertahan mendiami kampung-kampung tersebut karena bagi mereka disana tanah leluhur mereka yang diberikan Tuhan dan disana ternak dan dusun mereka berada.

” Dari Informasi via telepon dengan beberapa masyarakat asli di desa-desa tersebut, mereka dipaksa untuk dievakuasi keluar dari kampung-kampung itu, tetapi mereka tidak mau dievakuasi,” Jelasnya.

Ia menjelaskan, melihat pemaksaan tersebut, maka masyarakat mengambil sikap untuk pindah naik ke kampung opitawak, dan keesokan harinya pagi tanggal 18 November di kampung opitawak masyarakat di kumpulkan dalam  gereja Pendeta Magal untuk diberi arahan dan himbauan.

Setelah itu masyarakat kembali turun ke kampung masing masing. Informasi via telpon dengan salah satu warga masyarakat kampung banti terkait situasi terakhir. Paska evakuasi warga pendatang ilegal bahwa Tim gabungan TNI-POLRI kemarin hingga hari ini masih bertahan di kampung banti dan tadi sore mereka meningalkan kampung banti dan turun ke kampung utikini. Mereka masih berjaga sampai hari ini, sebagian  TNI-POLRI sudah  kembali ke pos empat dan tembagapura kota.

” Sampai sekarang mereka masih trauma dan tertekan dengan baku tembak antara TNI-POLRI dan TPN-OPM, mereka juga kesulitan memperoleh bahan makanan karena bantuan Bahan Makanan yang katanya di kasih oleh PEMDA Mimika (Bupati) di tahan oleh TNI-POLRI di 68 tembagapura sampai baru di berikan tanggal 19 November 2017,” jelasnya lahi.

Selain itu masyarakat kesulitan mengakses obat kesehatan karena ada beberapa warga yang sakit, pendidikan anak sekolah terbengkalai (Aktivitas pendidikan, ekonomi dan sosial masih sulit dilakukan). Ada apa dibalik evakuasi warga asli. Merupakan sebuah pertanyaan besar.

(TIM KD)

Adapun kesepuluh peryataan sikap masyarakat  bersama kami Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Tembagapura melihat situasi yang ada adalah:

1. Segera buka ruang dan akses bagi jurnalis Asing (Internasional), Nasional dan Independent untuk meliput berita yang sebenarnya.

2. Mabes Polri segera menjelaskan dan mempertanggung jawabkan pemberitaan di media Nasional dan Lokal tentang tertembaknya masyarakat sipil karyawan PSU atas nama Bapak Martinus Beanal, karena sampai saat ini pihak keluarga masih mencari dan belum tahu dimana keberadaannya.

3. KOMNAS-HAM Segera turun dan mengusut tuntas kasus hilangnya masyarakat sipil karyawan PSU Bpk. Martinus Beanal.

4. Segera buka akses untuk bantuan kemanusiaan dapat turun dan sampai kepada masyaraat sipil di kampung Utikini, Kimbeli, Banti dan Opitawak distrik Tembagapura.

5. Hentikan Evakuasi paksa terhadap masyarakat sipil pribumi asli di 7 wilayah Tembagapura (Kimbeli, Pertanian, Tagabera, Banti.1, Banti.2, Dalmanumi, Opitawak).

6. Kami Menyerukan kepada; Pihak Gereja, Lembaga Adat: Lemasa – Lemasko, DPRD, Tokoh Masyarakat dan Lembaga-lembaga HAM Daerah, Nasional dan Internasional segera ambil sikap menyuarakan keadaan masyarakat sipil di tembagapura.

7. TNI-POLRI segera hentikan sweping terhadap masyarakat sipil pribumi di kampung-kampung tersebut, yang membawa belanjaan BAMA dari shoping Tembagapura ke kampung mereka.

8. Hentikan Operasi Militer yang mengorbankan masyarakat sipil pribumi di Tembagapura.

9. Oknum PT.Freeport dan Oknum TNI-POLRI Stop menjalankan bisnis ilegal dengan mendatangkan masyarakat pendatang ilegal di kampung Utikini, Kimbeli, Banti dan Opitawak distrik Tembagapura.

10. PT. FREEPORT dan Negara Indonesia bertanggung jawab atas semua kejadian yang mengobankan masyarakat sipil di Temabagapura.

Tinggalkan Balasan