Perjalanan Syekh Ngabihi Melawan Belanda, dari Pagaruyung Hingga Terdampar di Teluk Lampung

Laporan: Rasyid Aziz

LAMPUNG.KABARDAERAH.COM-Ternyata di wilayah kota Bandar Lampung tepatnya di Kelurahan Sukarame 2, Kecamatan Teluk Betung Barat banyak menyisakan beragam kisah. Salah satunya perjuangan perlawanan seorang penyebar agama Islam dan perlawanan terhadap penjajah Belanda.

Sosok tersebut adalah Abdurahman atau kerap dipanggil dengan Syekh Ngabihi seorang Panglima Perang Kerajaan Banjar Kalimantan Selatan yang terdampar di Kali Akar, Sumur Putri, Teluk Betung Barat.

Iwan Sayuti (50) warga Bakung, Teluk Betung Barat salah satu cicit Syekh Ngabihi, Minggu (3/12) menceritakan, saat gunung Krakatau meletus tahun 1883 kapal yang ditumpangi Syekh Ngabihi dan pasukannya sekitar 40 orang di hantam badai tsunami.

Hanya Syekh Ngabihi yang selamat dengan mengikatkan badannya dengan rantai di tiang kapal sedangkan tangan kanannya memegang peti berisi kitab suci Al Quran dan tangan kiri memegang peti berisi alat perang isinya antara lain, Jubah putih, baju besi, pedang.

Syekh Ngabihi terdampar bersama kapalnya (kapal Brok, artinya kapal terdampar atau terendam sebutan orang lampung). “Bukan kapal Brow milik belanda yang terdampar juga di kali akar, ini berbeda. Ada dua kapal yang terdampar milik Syekh Ngabihi dan kapal belanda bernama Brow, ” ujar Iwan Sayuti.

“Pasca terdampar di kali akar potongan kapal Brok (sebutan orang Lampung, red) terang nya hanyut ke Bakung karena ada banjir besar,” tandas cicit Syekh Ngabihi itu.

Setelah terdampar Syekh Ngabihi menikah dengan Tuyuk Beringin warga Desa Pedagan (sekarang Desa Sukarame 2, Red).
Tuyuk Beringin merupakan putri dari Bakhang asal Kenali, Lampung Barat dan Khurung, Biha, Lampung Barat yang telah lama mendiami desa Pedagan ( Sukarame 2 sekarang).

Dari pernikahan tersebud mempunyai tiga anak masing masing, Salamah, Hi. Hasbuna dan M. Nuh. ” Haji Hasbuna merupakan kakek saya, ortu ayah saya yang bernama M.Sayuti, papar Ridwan Sayuti di panggil akrab Iwan.

Sementara Ismail Sayuti kakak Iwan menjelaskan , saat ini peninggalan Syekh Ngabihi berupa peralatan perang seperti Baju jubah, baju besi, piring pecah seribu bahkan kuping kuping bekas bajau ( bajak laut kaki tangan belanda) yang pernah ditaklukan oleh Syekh Ngabihi disimpan di dalam peti lainnya, berikut peti yang berisi kitab suci Al Quran peninggalan Syekh Ngabihi, di simpan dan dirawat oleh Hasbuna cucu Ina Batin anak dari Salamah anak pertama Syekh Ngabihi di Desa Sukarame 2, ujar Ismail.

Perjuangan Syeh Ngabihi dalam melakukan perlawanan terhadap Belanda sebagai benteng terakhir sampai dengan kaki gunung Betung Dusun Cikuning, Desa Tanjung Agung, Kecamatan Teluk Pandan, Kab Pesawaran ( dulu masuk desa Sukarame 2 Bandar Lampung).

Sampai saat ini, petilasan, mushola dan batu tempat sholat Syekh Ngabihi masih ada di lokasi tersebut.

” Saat agresi militer Belanda kampung Olok Gading dan Sukarame 2 sempat di bumi hanguskan di bakar. Ada ke anehan rumah yang menjadi tempat penyimpanan peti barang peninggalan Syekh Ngabihi menjadi satu satunya rumah yang tidak ikut hangus terbakar akibat perbuatan belanda,” Lanjut Ismail.

Syekh Ngabihi sering bertempur melawan para Bajau ( bajak laut kaki tangan belanda). Pertempuran sering terjadi di daerah pulau kubur, Teluk Betung Barat, pantai Mutun, Hanura dan Kota Karang Teluk Betung Barat.
Pulau Kubur menjadi tempat peristirahatan terakhir para Bajau yang berhasil di bunuh oleh Syekh Ngabihi dan pengikutnya.

Sosok Syekh Ngabihi dikenal sebagai ulama dan pejuang yang sakti diberi kelebihan oleh Allah SWT. Karena beberapa kali berhasil menaklukan antek antek belanda.

Di ceritakan, pernah saat kondisi Syekh Ngabihi yang sudah sepuh dan ditandu oleh pengikutnya. Kemudian diserang oleh Belanda para pengikutnya justru yang berlari mengejar tandu yang terbang membawa Syekh Ngabihi menghindari kejaran Belanda.

Bahkan saat kapal Bajau yang mau turun di daerah Kota Karang Syekh Ngabihi sambil memukulkan batu ke pahanya. Batu  mengeluarkan api sehingga membuat orang Bajau dan kapalnya urung turun mendarat untuk mengganggu warga Kota Karang.

Menurut ceritanya, Syekh Ngabihi mempunyai banyak nama lain yakni, Cik Kuning, Cap Sakha, Tuan Muda Cik. Dia dikenal sebagai sosok yang mampu menyatukan masyarakat Lampung. Sebelum diangkat sebagai Panglima perang kerajaan Banjar dan terdampar di Teluk Lampung. Asalnya adalah dari Keturunan ke 5 Kerajaan Pagar Ruyung, Pariaman, Sumatra Barat.

Makam Syekh Ngabihi ada di Desa Sukarame 2, Teluk Betung Barat berada di tengah pemakaman umum masyarakat, sering di ziarahi oleh para kerabat dan masyarakat umum sebagai penyebar agama Islam dan pejuang yang tidak mau takluk kepada penjajah Belanda.

Pemerintah Daerah Lampung seyogyanya dapat lebih perhatian terhadap keberadaan peninggalan dan sejarah perjuangan Syekh Ngabihi. Bukan tidak mungkin kampung Sukarame 2 dan sampai lereng gunung Betung benteng terakhir di kampung Cikuning, Desa Tanjung Agung, Kec Teluk Pandan Pesawaran akan menjadi kampung wisata yang didukung oleh Pemerintah.

(Penulis feature adalah wartawan Lampung.Kabardaerah.com)

Tinggalkan Balasan