Diduga Tak Transparan Kelola Dana Covid-19, DPRD Diminta Panggil Bupati dan Sekda Raja Ampat

POLITIK54 Dilihat

Kabardaerah.com – Ketua Projamin Raja Ampat, Abraham Umpain Dimara mengungkapkan masyarakat Raja Ampat mengalami kebingungan, karena ada perbedaan informasi antara yang disampaikan oleh Bupati, Abdul Faris Umlati dan Sekda Raja Ampat, Dr. Yusuf Salim. Perbedaan informasi ini menurutnya terkait alokasi anggaran penanganan wabah covid-19 di Kabupaten Raja Ampat.

“Antara Sekda dan Bupati tidak satu bahasa dalam komunikasi dengan publik. Padahal wabah Covid-19 mengancam kelangsungan hidup orang banyak, baik dari sisi kesehatan masyarakat maupun dari sisi dampak sosial ekonominya. Oleh karena itu, pemerintah daerah wajib transparan dalam memberikan informasi kepada publik mengenai kemampuan anggaran daerah untuk penanggulangan covid-19 dan rakyat berhak memperoleh informasi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai pelaksanaan tugas pemerintah daerah untuk menanggulangi wabah covid-19,” ungkapnya.

Dimara menambahkan dalam pemberitaan di salah satu media online edisi tanggal 21/04/2020, Sekda Raja Ampat Dr. Yusuf Salim pernah mengatakan bahwa virus (covid-19) ini jangka panjang. Sehingga Pemkab Raja Ampat sudah menyusun anggaran untuk penanganan covid tersebut. Masih kata Sekda, anggaran sementara tersebut yang sudah digunakan bersumber dari bupati dan juga anggaran daerah.

“Kata Sekda, anggaran penanganan covid yang udah dihabiskan belum terperinci jelas, tetapi diperkirakan hingga kini belum mencapai Rp 10 Miliar. Namun anggaran yang direncanakan berkisar Rp 100 Miliar, tapi itu belum dibelanjakan. Kemudian dalam pemberitaan yang lain Bupati Raja Ampat mengatakan alokasi untuk covid-19 Rp 29 Miliar. Dua pemberitaan ini menunjukkan tidak transparannya pemerintah daerah untuk memberikan informasi yang menyeluruh terkait dengan penganggaran penanganan covid-19 kepada publik Raja Ampat,” tegasnya.

Terkait dugaan belum adanya transparansi ini, Dimara meminta agar DPRD Kabupaten Raja Ampat melaksanakan fungsi pengawasannya. Ia mengingatkan, DPRD memiliki hak interplasi, yaitu hak meminta keterangan kepada Pemkab mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Wabah covid-19 jelaslah dapat dikualifikasikan sebagai ancaman terhadap kehidupan masyarakat secara luas sehingga setiap kebijakan penanganannya oleh Pemda Raja Ampat serta merta juga berdampak luas terhadap kehidupan bermasyarakat di Raja Ampat. Selain itu, ditinjau dari Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik 14/2008 jelas dinormakan pada pasal 10 bahwa badan publik (termasuk pemerintah daerah) wajib mengumumkan/menyebarluaskan informasi publik secara serta merta secara terbuka dan dapat diakses suatu informasi yang mengancam hajat hidup orang banyak.

“Setiap kebijakan yang diambil pemkab Raja Ampat untuk menangani wabah covid-19 berkorelasi terhadap hajat hidup orang banyak, dan informasi penanganan covid-19 (termasuk pengalokasian anggarannya) wajib untuk disampaikan secara benar dan transparan kepada publik. Maka sudah selayaknya pihak DPRD sebagai perwakilan rakyat memanggil bupati dan sekda untuk didengarkan penjelasannya mengenai dua informasi yang menurut hemat saya mengandung kontradiksi dan tidak disampaikan secara lengkap dan transparan,” ujarnya.

Terlebih menurutnya, sebagai lembaga yang berkedudukan setara dan melaksanakan fungsi check and balance, DPRD belum pernah diajak rapat oleh Pemkab Raja Ampat untuk membahas refocusing dan realokasi anggaran covid-19. Pada tahap selanjutnya jika pemkab masih jalan sendiri dan mengabaikan kepentingan publik untuk memperoleh informasi yang benar, Ia mendorong DPRD untuk menggunakan hak interpelasi terhadap Bupati Raja Ampat.

(RIS)