CIA memang pintar, bekerja dengan hasil memuaskan, sementara rakyat tidak sadar Indonesia di acak-acak

BERITA UTAMA32 Dilihat

KabarDaerah.com-Ahmad Basarah: Kami sengaja meramu berbagai berita agar pembaca bisa melihat kondisi yang sebenarnya, artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Ahmad Basarah:

Ada yang Ingin Adu Domba dengan Tujuan Menghancurkan NKRI,  https://www.tribunnews.com/ Nasional/2017/01/18/ahmad-basarah-ada-yang-ingin-adu-domba-dengan-tujuan-menghancurkan-nkri.

SUMBER : TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Wasekjen PDIP, Ahmad Basarah memanggapi adanya upaya fitnah dan adu domba dengan menggunakan isu SARA.  Basarah menegaskan, hal itu sebagai bentuk nyata adanya operasi politik untuk mengadu domba antara PDIP dan umat Islam.

“Tujuan operasi politik tersebut pasti bertujuan menghancurkan NKRI karena kalau golongan Islam dan Nasionalis berperang pasti yang akan hancur adalah NKRI,” ujar Basarah dalam pernyataannya, Rabu (18/1/2017).

“Situasi ini mirip jaman kolonial dulu di mana politik devide et impera atau politik pecah belah kekuatan bangsa Indonesia dipraktekan oleh kaum penjajah asing yang tujuannya agar kekayaan bangsa Indonesia dapat mereka kuasai,” tambahnya.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Ahmad Basarah: Ada yang Ingin Adu Domba dengan Tujuan Menghancurkan NKRI Editor: Rachmat Hidayat

Jatim Newsroom – Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa menegaskan dasar dan tujuan negara yang telah dicanangkan pendiri bangsa bersifat sama dan mutlak untuk dipertahankan. Karena itu, bangsa Indonesia harus bersatu dan tidak mudah diadu domba.

“Dasar negara Pancasila harus tetap terjaga dan setiap warga negara punya kewajiban yang sama untuk menjaga dan mempertahankannya. Begitu pula dengan tujuan bernegara yakni mewujudkan masyarakat Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur,” ungkap Khofifah setelah menjadi inspektur upacara dalam Peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Selasa (1/10).

Khofifah mengatakan, karena tujuan bernegara semua sama, maka jangan mau diadu domba oleh pihak-pihak yang sengaja ingin mengganggu stabilitas dan kohesifitas serta persatuan bangsa ini. Saat yang sama, ada yang dengan sengaja menggoreng isu-isu yang berkaitan erat dengan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) dengan berbagai bumbu dan sengaja dikemas dengan narasi yang sarat provokasi.

Provokasi itu, diproduksi dan disebar massif melalui berbagai kanal komunikasi seperti portal berita, media sosial, whatsapp group, SMS, direct message, dan lain sebagainya. Mereka yang tidak paham akan situasi ini akan sangat mudah termakan hoax dan terprovokasi.

“Ini sangat berbahaya karena sengaja menggiring rakyat kepada konflik individu, golongan, bahkan sosial, vertikal dan horisontal. Kondisi ini jika tidak kita lawan bersama dapat berakibat fatal yakni terjadinya disintegrasi bangsa,” imbuhnya.

Khofifah menuturkan, jangan sampai “sepele dadi gawe”. Artinya, jangan hanya karena masalah yang kecil tetapi berdampak besar dan berkepanjangan akibat disusupi provokasi dan kabar-kabar bohong.

“Kita harus sadar dan waspada, di era post truth dan digitalisasi informasi seperti sekarang ini banyak kabar bohong (hoax), fitnah, adu domba, dan ujaran kebencian yang tersebar luas di ruang-ruang publik dan privat,” pesannya.

Untuk meminimalisir dan meredam konflik dan adu domba, maka sudah selayaknya kita melakukan tabayyun (klarifikasi) jika terima dan akan share informasi. Ruang dialog harus dibuka untuk menciptakan saling pengertian dan keterbukaan guna menghindari perselisihan terus menerus.

“Hari Kesaktian Pancasila harus dimaknai sebagai sebuah kewajiban kolektif semua anak bangsa untuk mengingat kembali tujuan kita bernegara, menjadi bangsa yang mandiri sesuai dengan cita-cita Pancasila. Pancasila adalah dasar penguatan karakter bangsa menuju Indonesia maju dan sejahtera,” paparnya.

Sumber : Kumparan.com

Politik adu domba telah terkenal dl Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda, Bangsa penjajah tersebut menamakannya sebagai Devide et Impera.

ini adalah sebuah strategi yang digunakan oleh Penjajah tengik (Belanda) untuk kepentingan politik,militer dan ekonomi.

Politik adu domba digunakan untuk mempertahankan kekuasaan dan pengaruh penjajahan Belanda di Indonesia. Secara prinsip.

Praktik adu domba adalah memecah belah dengan saling membenturkan (mengadu domba) kelompok besar yang dianggap memiliki pengaruh dan kekuatan.

Tujuannya adalah agar kekuatan tersebut terpecah-belah menjadi kelompok kelompok kecil yanq tak berdaya (irwan-prayitno.com)

Beberapa literatur menyebutkan bahwa faktor-faktor pendorong terjadinya konflik antara lain adanya perbedaan pendapat dan pandangan, perbedaan tujuan, ketidaksesuaian cara pencapaian tujuan, kurangnya kerja sama, dll. Contoh Pada perundingan upah UMK bekasi 2014 pengambilan keputusan umk di dewan pengupahan dilakukan dengan cara voting sebagai akibat dari alotnya perundingan. Tiga diantara empat perwakilan serikat pekerja yang ada didewan pengupahan kab bekasi memilih walk out dari perundingan (Urban Cikarang.com).

Para ahli juga memberikan pandangan berbeda, dikaitkan dengan isu yang dibicarakan. Stepen P Robins (2001), misalnya, memberi tahapan sebagai berikut: oposisi dan ketidakcocokan potensial, kognisi dan personalisasi, maksud, perilaku serta hasil. Sedangkan Kartikasari (2001) memberi tahapan: prakonflik, konfrontasi, krisis, akibat, dan pasca-konflik. buruh menjadi suatu kelemahan karena menyulitkan buruh untuk melakukan konsolidasi. Dengan banyaknya serikat buruh lebih memungkinkan terjadinya konflik antarserikat buruh, dari konflik antar-serikat tingkat perusahaan, daerah, hingga tingkat nasional.
Kenyataan ini harus dihadapi oleh serikat buruh di Indonesia. Dengan terkotak-kotaknya serikat buruh otomatis menyulitkan buruh untuk konsolidasi guna menggalang kekuatan politik baik untuk menghadapi politik perburuhan yang diterapkan oleh negara maupun politik industri yang dicanangkan oleh pemodal.
Pengkotak-kotakan itu juga menyebabkan terjadi konflik antar-serikat buruh, maka harapan buruh melalui serikat buruh untuk dapat memenangkan “pertempuran” akan semakin jauh. Karenanya sulit pula bagi serikat buruh untuk mencapai salah satu tujuannya, yaitu mensejahterakan anggotanya.
Sadar atau tidak sadar hal ini seperti virus yang menggerogoti, demikianlah politik adu domba ini mulai ditanam dan menyebar kesendi-sendi masyarakat dan diam disana menunggu.
Oleh siapa dan untuk apa kita sulit untuk melacaknya dan jika waktunya tiba virus-virus itu akan dibangunkan untuk menyebarkan virus virus perpecahan sesuai dengan misinya.
Penyebab lainnya ialah banyak orang rakus di negeri ini. Akibatnya, banyak yang bernafsu untuk membuat sejarah daripada belajar dari sejarah. Harusnya kita belajar dari sejarah betapa keinginan untuk berkuasa membuat Kesultanan Mataram bisa dibagi menjadi empat.
Dan yang terakhir, mohon maaf jika saya bilang banyak orang pemalas di negeri ini. Sejarah mencatat zaman kerajaan Nusantara dulu, dengan imbalan kekuasaan banyak yang tega menjajah bangsanya sendiri. Buka saja literatur sejarah, apakah anggota pasukan terbanyak penjajah itu bangsa asing? Bukan, mereka bangsa Indonesia dan mereka memerangi bangsanya sendiri.
Penyebab utama adalah Sumber daya alam Negeri Nusantara yang sangat kaya, dengan menguasai Sumber Daya Alam maka mereka akan mudah mendapatkan DAJJAL simata satu, Dajjal adalah uang (dollar Amerika), yang sudah memasuki relung kehidupan seluruh umat manusia.
Dari dulu hingga kini Indonesia adalah negeri yang banyak dilirik oleh mata dunia, karena keelokannya. Sumber daya almnya tersebar di segala penjuru, baik di daratan maupun di lautan. Keelokan inilah yang ternyata menjadi awal petaka kerusuhan di bumi pertiwi di zaman kolonial. Keelokan ini membuat para penjajah haus akan Indonesia, mereka berlomba-lomba untuk menjajah negeri ini demi mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya. Dengan sekuat tenaga rakyat melawan dengan berbagai macam cara, berdarah-darah, berpeluh-peluh, semua demi kemerdekaan Indonesia. Akhirnya peruangan tersebut tidak sia-sia, di penghujung tahun 1945, tepatnya 17 Agustus 1945 negeri ini berhasil merebut kemerdekaannya.
Pencapaian ini membutuhkan perjuangan dan waktu yang tidak sedikit. Persatuan rakyatlah yang menjadi kekuatan besar meraih kemerdekaan. Indonesia yang awalnya terdiri dari berbagai kerajaan kecil yang tersebar di seluruh wilayah nusantara, lebih memilih untuk melepaskan egonya untuk mempertahankan kerajaan-kerajaan itu. Segala perbedaan dari hal budaya, agama dan lain sebagainya luruh seketika menjadi satu dalam naungan persatuan. Mereka lebih memilih bersatu padu mengusir para penjajah demi meraih merdeka, suatu hal yang sudah lama dicita-citakan oleh rakyat Indonesia.

Penjajahan dengan Wajah Baru

Indonesia memang telah lama merdeka, namun bukan berarti penjajahan atas negeri ini berhenti begitu saja. Seperti halnya makhlukhidup yang terus menerus berevolusi dari masa ke masa, begitupula dengan penjajahan.

Bentuk penjajahan di era nenek moyang dengan penjajahan di era digital seperti sekarang ini tentunya turut berevolusi.

Jika dulu pedang dan segala jenis benda tumpullah yang banyak dipergunakan, maka sekarang penjajah mengusik negeri ini dengan senjata yang lebih kuat lagi. Bukan pedang bukan pistol, melainkan dengan cara merusak pola pikir masyarakat melalui provokasi dan adu domba.

Penjajah memang telah pergi, senjata perang bahkan sudah lama tak terjamah, namun bukan berarti persatuan negeri ini aman tentram begitu saja.

Serangan yang dihadapi oleh negeri ini memang bukan hanya soal fisik senata, bukan dengan pedang, namun dengan taktik yang dikemas lebih apik dan rapi.

Adu domba dan provokasi menjadi jalur tempuh yang cukup singkat dengan biaya murah, Terlihat dari banyaknya huru-hara negeri ini yang marak bertebaran dimana mana.

Meskipun persatuan perlu dijunjung tinggi, namun kita tidak bisa serta merta menutup mata dari adanya perbedaan dalam negeri ini.

Bhineka tunggal ika hendaknya selalu kita camkan dalam sanubari. Perbedaan harusnya bukan menjadi hal tabu bagi negeri ini, karena nantinya bisa dijadikan alat pemecahnelah persatuan.

Majunya media komunikasi juga kerap kali disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk melancarkan aksi provokasi dan adu domba ini. Betapa mudahnya sebuah berita tersebar ke seluruh lapisan masyarakat hanya dengan bantuan media, dan naasnya masyarakat dengan mudah menerima kabar-kabar tersebut tanpa memilahnya ulang. Mereka tidak berpikir terlebih dahulu benar salahnya informasi yang terkandung di dalamnya. Maka dari itu, banyak pihak diluaran sana yang menjadikan media sebagai sasaran empuk penyebaran provokasi.

Kewajiban menjaga persatuan Indonesia merupakan tugas utama seluruh rakyat Indonesia. Mengingat banyak sekali kerusuhan yang terjadi di Indonesia dewasa ini, bahkan sebagian darinya belum diketahui siapakah dalang di balik kerusahan tersebut.

Maka, tidak menutup kemungkinan bahwa kerusuhan-kerusuhan tersebut memang segaja disetting demi memecah belah persatuan NKRI, menurut mereka Indonesia akan lemah ketika sudah terpecah pecah menjadi negeri yang kecil.

Apa solusi yang harus ditempuh?
Indonesia harus memiliki hukum yang berkeadilan, tegas, tidak pandang bulu.
Generasi yang akan datang harus dibina mulai dari hari ini, pendidikan yang ditempuh mulai sekarang harus di benarkan, tidak boleh ada kepentingan sesaat dalam menjalankan Pendidikan generasi penerus masa depan.

Sumber: https://mediaindonesia.com/celoteh/239072/adu-domba.

Kelompok persaudaraan kemasonan masuk ke Hindia Belanda seiring eksodus rombongan pegawai serdadu Vereenigde Oost-Indische Compagnie dari tanah Eropa ke Nusantara. Awalnya tidak ada loji yang dapat mereka jadikan pusat pertemuan dan pengajaran di Hindia Belanda.

Theo Stevens melalui buku Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda 1764 – 1962 mencatat, pertumbuhan loji dimulai di kota-kota dagang besar yang terletak dekat pesisir seperti Batavia, Semarang, Surabaya dan Padang.

Pun, di daerah pedalaman komunitas persaudaraan kemasonan, loji-loji mulai didirkan. Pada periode 1767 hingga 1948, setidaknya 27 loji pernah berdiri di Hindia Belanda, terbentang dari Banda Aceh sampai Makassar.

Pertumbuhan kelompok persaudaraan khusus laki-laki itu di Hindia Belanda tak dapat dilepaskan dari peran seorang pendeta bernama Albertus Samuel Carpentier Alting.

Stevens menulis, Albertus menggagas penerbitan Indische Macconiek Tijdschrift, majalah yang menjadi saluran komunikasi antarasaudara. Ia pulalah yang memainkan peran penting pada kelahiran Loge Agung Provinsial Hindia Belanda.

Pada masa jayanya, tarekat kemasonan di Hindia Belanda memiliki 1500 anggota yang terbagi dalam 25 bentara. Namun, sejak awal abad ke-20 angka tersebut terus menurun seiring melemahnya kekuatan pemerintah kolonial di Hindia Belanda.

Pada saat yang bersamaan, anggota tarekat yang berstatus sebagai warga asli Hindia Belanda, baik yang disebut pribumi maupun peranakan, terus meningkat. Pengamat kemasonan, Sam Ardi, mengatakan masuknya kaum elite Jawa ke kelompok persaudaran menjadi pemicu ketertarikan lelaki Hindia Belanda lainnya.

Pascaproklamasi kemerdekaan Indonesia, Loge Agung Provinsial Hindia Belanda mulai goyah. Stevens menulis, awal dekade 1950-an, anggota tarekat bernama Liem Bwan Tjie yang belakangan dikenal sebagai pelopor arsitektur modern Indonesia, menulis laporan tentang perkumpulan kemasonan di bawah nama Purwa-Daksina.

Pada peringatan hari kemerdekaan Indonesia ketujuh, Sekretaris Agung di Den Haag mengumumkan adanya perhomonan pendirian Loji Purwa-Daksina. Pemohon surat itu adalah sembilan mason Indonesia, yaitu Sumitro Kolopaking, Soerjo, Wisaksono Wirjodihardjo, Soebali, Hoedioro Sontoyudo, Sutisno, Liem Bwan Tjie, Liem King Tjiauw dan Liem Mo Djan.

Pada laporannya, Liem berkata, rencana pembentukan sebuah loji Indonesia telah muncul beberapa tahun sebelumnya. Namun, karena kesukaran penerjemahan teks pengajaan dari bahasa Belanda ke bahasa Indoneisa, loji tersebut tidak kunjung terbentuk.

Minimnya jumlah anggota yang berwarga negara Belanda turut menjadi penghambat pendirian Loji Purwa-Daksina. Liem menulis, kurangnya anggota Belanda itu ditakutkan akan berpengaruh pada mutu pelaksanaan pengajaran paham kemasonan.

Surat pendirian Loji Purwa-Daksina akhirnya ditandatangani Suhu Agung Belanda pada 18 Oktober 1952. Melalui sidang resmi Pengurus Besar Provinsial bertanggal 31 Oktober 1952, penyerahan surat dari lembaga pusat kemasonan Belanda kepada ketua Loji Purwa-Daksina, Sumitro Kolopaking, dilakukan di Ruang Ksatria Loji Adhuc Stat.

Pendirian Loji Purwa-Daksina lantas berlanjut pada pendirian empat loji Indonesia lainnya, yaitu Loji Bhakti di Semarang, Loji Dharma, Bandung dan Loji Pamitran, Surabaya.

Stevens menulis, pada 16 Juni 1954, para ketua dari empat loji Indonesia berkumpul di Semarang untuk mendirikan Loge Agung Indonesia (LAI). Dua pekan setelahnya, pertemuan tersebut menyepakati susunan pengurus LAI, yakni Soemitro Kolopaking sebagai suhu agung, Raden Soerjo menjadi wakil suhu agung dan Raden Soeparto sebagai pengawas agung pertama.

Para pengurus itu lantas mengirimkan permohonan kepada Pengurus Besar Kemasonan Belanda, bahwa penyebaran cita-cita masonik di antara penduduk Indoneisa hanya akan menghasilkan yang baik jika dilakukan dalam bahasa nasional.

Puncaknya, pada 7 April 1955, jelang pelaksanaan Konferensi Asia Afrika, suhu agung Belanda C.M.R Davidson melantik para pengurus LAI di Jakarta. Stevens berkata, sejak itulah tarekat kemasonan Indonesia berpisah dari lembaga kemasonan induk di Belanda.

Sehari setelah pelantikan tersebut, suatu resepsi diselenggarakan Pengurus Besar Majelis Tahunan Indonesia. Menurut data Stevens, sebanyak dua ratus tamu, termasuk wakil-wakil dari Presiden dan Wakil Presiden Indonesia datang. Tiga kepala staf angkatan bersenjata Indonesia juga hadir pada resepsi tersebut.

Sam menuturkan, pembentukan LAI merupakan cara para mason Indonesia mempertahankan diri dari represi pemerintah. “Kalau tidak ada sentimen anti-asing, LAI mungkin tidak pernah muncul dan Kemasonan di Indonesia akan terus berada di bawah Majelis Provinsial Belanda,” katanya.

Peraturan Penguasa Perang Tertinggi Nomor 7 Tahun 1961 dan Keputusan Presiden Nomor 264 Tahun 1962 yang dikeluarkan Presiden Soekarno menghentikan seluruh aktivitas LAI.

Meskipun Presiden Abdurrahman Wahid mencabut pelarangan itu melalui Keppres Nomor 69 Tahun 2000, Sam berkata, kemasonan tidak pernah terlahir kembali di Indonesia. Gerakan pencerahan hanya dilakukan orang per orang yang mendaftarkan diri ke lembaga-lembaga kesomanan, baik di Singapura, Malaysia, Australia dan Belanda.

 

Dikutip dari Sumber SINDONEWS.COM-TIDAK banyaknya orang yang mengingat dan mengenal sosok Pater Beek dalam sejarah bangsa Indonesia menimbulkan tanda tanya besar, mengapa orang yang perannya begitu penting bisa dilupakan?

Pater Beek merupakan salah satu agen Central Intelligence Agency (CIA) United States of America (USA) yang mendapat tugas menghancurkan Soekarno dan komunisme di Indonesia dalam tahun 1965-1966.

Selain menjadi agen CIA, Pater Beek juga seorang agen Freemason, organisasi zionis Yahudi internasional yang diduga telah ada di Indonesia sejak tahun 1945 untuk membendung gerakan Islam radikal.

Dengan demikian, sebagai agen ganda Pater Beek yang lahir di Belanda pada 12 Maret 1917 dengan nama Josephus Beek, memiliki dua misi sekaligus, yakni menghancurkan komunisme dan Islam.

Bagaimana dia menghancurkan komunisme dan Soekarno, serta Islam di Indonesia, akan menjadi fokus bahasan Cerita Pagi kali ini.

Pater Beek pertama kali datang dan menetap di Indonesia pada 1939 hingga 1941. Saat itu, dia membawa misi dari Ordo Jesuit membumikan agama Kristen di Pulau Jawa, terutama di Jawa Tengah.

Selain itu, dia juga tekun mempelajari pola hidup masyarakat Jawa dan kepercayaan agamanya. Kajiannya terhadap agama Islam sangat luas dan mendalam. Tidak ada yang luput dari perhatiannya.

Dari penelitiannya itu, dia mengambil kesimpulan bahwa agama Islam yang menjadi bara perlawanan rakyat di Indonesia. Untuk itu, tidak ada cara lain yang bisa ditempuh selain melumpuhkan Islam.

Hasil penelitiannya itu lalu dibawa ke pusat Ordo Jesuit, di Belanda. Pada 1948, Pater Beek diangkat sebagai pastur dan menjadi pengikut garis keras Ordo Jesuit. Tahun 1956, dia kembali ke Indonesia.

Saat Pater Beek sampai di Indonesia, situasi politik dalam negeri sedang tidak menguntungkan pihak Barat. Dalam setiap pidatonya, Presiden Soekarno selalu mengecam sikap Barat yang tamak dan rakus.

Soekarno juga tanpa ragu menunjukkan hubungan persahabatannya yang hangat dengan negara-negara blok komunis. Tidak ingin Indonesia jatuh ke pangkuan komunisme, pihak Barat menyusun konspirasi.

Sejumlah agen terbaik CIA diterjunkan untuk menggulingkan Soekarno dan menghancurkan Partai Komunis Indonesia (PKI). Salah seorang agen yang diutus ke Indonesia adalah Pater Beek.

Misi Pater Beek di Indonesia, selain menggulingkan Presiden Soekarno dan menghancurkan komunisme, juga menghancurkan gerakan agama Islam yang dia simpulkan sebagai bara perlawanan rakyat.

Dalam menjalankan aksinya, Pater Beek dibantu oleh jaringan lamanya sesama pastur. Sedikitnya ada dua orang pastur yang bergabung dalam jaringan Pater Beek, yakni Pastur Melchers dan Pastur Djikstra.

Selain para pastur, Pater Beek juga menjalin hubungan erat dengan para pemimpin Angkatan Darat (AD) antikomunis, seperti Soeharto, Yoga Sugama, dan Ali Moertopo. Hubungan itu dibangun sejak 1950.

Bagaimana para pimpinan AD ini terlibat dalam jaringan Pater Beek, serta konspirasi CIA dan Freemason? Berikut ini pembahasannya.

Sebelum menjalin hubungan dengan ketiga pimpinan AD itu, Pater Beek telah mengetahui perselingkuhan mereka dengan CIA yang berlangsung sejak pecahnya Peristiwa Madiun 1948 dan Peristiwa DII/TII.

Dalam dua peristiwa itu, tampak jelas sikap AD yang sangat anti dengan komunis, namun tidak mendukung Islam. Hal ini juga telah dipelajari Pater Beek, sebelum dia menjalin hubungan dengan ketiganya.

Hubungan Pater Beek dengan ketiga pimpinan AD itu sebenarnya tidak dilakukan secara langsung. Dalam menjaring Soeharto misalnya, Pater Beek menggunakan pengaruh Yoga Sugama dan Ali Moertopo.

Begitupun dalam merekrut Yoga Sugama dan Ali Moertopo, Pater Beek menggunakan mahasiswa Katolik yang tergabung dalam Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) di Jakarta.

Dengan begitu, Pater Beek tetap menjadi aktor di balik layar dan tidak dikenal, kecuali oleh mereka yang ditarik langsung dan memiliki peran penting dalam misi menghancurkan Soekarno dan PKI.

Sebelum terjadi kudeta militer 1 Oktober 1965, Pater Beek melakukan gerakan bawah tanah dengan memberikan pelatihan dan kursus kepada para pemuda dan mahasiswa yang dikenal kaderisasi sebulan.

Melalui Partai Katolik Republik Indonesia, Pater Beek menghimpun para kadernya yang terdiri dari pemuda dan mahasiswa antikomunis. Dalam pelatihan itu, Pater Beek mendesak pembentukan aliansi antikomunis.

Atas desakan Pater Beek, lalu terbentuk Kesatuan Aksi Penggayangan Kup Gestapu pada 3 Oktober 1965. Pada 23 Oktober 1965, organisasi itu berganti nama Front Pancasila dengan ketuanya Subchan ZE.

Pembentukan Front Pancasila mendorong lahirnya kesatuan-kesatuan aksi, seperti Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), dan lain sebagainya.

Pertama-tama, aksi mereka menuntut pembubaran PKI dan semua organisasi komunis yang ada. Namun lama kelamaan, tuntutan mereka berkembang semakin berani menjadi turunan Presiden Soekarno.

Saat gelombang aksi telah membesar, Pater Beek baru berani turun langsung dengan mahasiswa KAMI. Dalam gelombang aksi itu, jati diri Pater Beek sebagai orang asing tetap terlindungi dari umum.

Sejarah mencatat, aksi KAMI sangat besar dengan jaket kuning yang berasal dari Amerika Serikat. Jaket itu dibagikan oleh Ali Moertopo agar massa menyatu dengan mahasiswa Universitas Indonesia (UI).

Saat KAMI dibubarkan dan digantikan Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI) dan Laskar Arief Rahman Hakim, misi Pater Beek telah mendapatkan kemenangannya yang pertama.

Kemenangan itu ditandai dengan lahirnya Surat Perintah 11 Maret 1966 atau Supersemar. Namun begitu, misi Pater Beek belum sempurna karena masih adanya orang-orang komunis di Indonesia.

Melalui Ali Moertopo, Pater Beek mendapatkan 5.000 nama orang-orang komunis di daerah-daerah. Nama-nama itu kemudian diserahkan kepada CIA dan terus diberikan kepada Soeharto untuk “dibersihkan.”

Dengan tumbangnya Presiden Soekarno dan hancurnya PKI, membuka jalan bagi Pater Beek untuk melanjutkan misinya sebagai anggota Ordo Jesuit dan agen Freemason, yakni membumikan agama Kristen.

Pater Beek meninggal dunia pada 17 September 1983, setelah sempat dirawat di Rumah Sakit (RS) Saint Carolus Jakarta. Jasadnya dimakamkan di tempat peristirahatan Ordo Serikat Yesus Unggaran.

Demikian riwayat agen CIA dan Freemason Pater Beek berakhir. Sejarah pembantaian massal tahun 1965-1966 di Indonesia ternyata bukan hanya soal ideologi, tetapi juga agama.

Sumber tulisan:
M Sembodo, Pater Beek, Freemason dan CIA, Galan, Februari 2009