Tak penuhi janji, Endrizal, SE, M,Si pejabat assisten dua Walikota Padang terancam pidana

BERITA UTAMA645 Dilihat

Sumbar,KabarDaerah.com-SPK yang diterbitkan Dinas Pasar kepada PT Syafindo Mutiara Andalas sudah memasuki ranah hukum, hal ini akan berdampak hukum bagi pelaku. Jika tidak di selesaikan.

Jangan dikira karena yang menerbitkan SPK tersebut adalah atas nama pemerintah sehingga akan terlepas dari jerat hukum,” pungkas Pak De Ketua TIPIKOR Sumbar.

Lebih rinci dijelaskan oleh Ketua LSM KOAD, “SPK adalah Surat Perintah Kerja yang dikeluarkan untuk memulai suatu pekerjaan, tentu saja SPK tersebut harus di dahului oleh Kontrak atau perjanjian kerja sama dan yang tidak kalah penting adalah harus didasari oleh dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun, dilaksanakan dan dipertanggung jawabkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran. Dalam terminologi pengelolaan keuangan daerah disebut DIPA. DIPA ini harus dilaksanakan oleh satuan kerja daerah.”

Dijelaskan oleh Pak De Ketua DPW LSM Tipikor Sumbar, “Jika SPK terbit tanpa didahului dokumen perencanaan dan tidak ada dalam APBD kota Padang, surat-surat seperti Kontrak atau Surat Perjanjian Kerja, dapat diduga SPK tersebut terbit tidak mengikuti aturan yang berlaku, jelas akan berisiko hukum terutama bagi sipelaku”, jelas Pak De lagi.

kami bertanya kepada pak De, Jika yang menerbitkan SPK tersebut adalah Kepala Dinas dan apa yang harus dilakukan jika yang menerima SPK merasa ditipu oleh sang penerbit SPK?

Pak De menjelaskan, ” yang bersangkutan bisa membuat laporan secara tertulis ke Pengadilan Tata Usaha Negara(PTUN).

Jika terdapat pelanggaran pidana maka dapat juga melaporkan masalah tersebut kepihak penegak hukum seperti Polda, Polres dan Polsek setempat.

Pelaporan tersebut harus sesuai dengan peraturan perundangan undangan, begini bunyi aturannya:

Penipuan adalah Deli aduan sehingga yang merasa ditipu dapat melapor sebaiknya ke Polda.

Selain itu, Pelaporan dapat dilakukan oleh warga negara (barang siapa) yang mengetahui, melihat, menjadi korban terjadinya sebuah Tindak Pidana.

Karena yang diterbitkan terkait dengan dokument negara, diduga pelanggaran yang terjadi terkait dengan perbuatan pemalsuan surat yaitu Pasal 263. jika surat palsu tersebut dipakai maka Pasal 264 KUHPidana, dapat disangkakan kepada mereka, demikian penjelasan ketua LSM TIPIKOR Sumbar.

“Apabila merasa dirugikan oleh tindakan penerbitan SPK tersebut, dapat juga membuat laporan ke Pengadilan umum dengan melakukan tuntutan pidana atau secara perdata.

Demikian saran Pak de, namun sebaiknya hindari masalah pidana, kasihan nama baik terlapor akan tercemarkan seumur hidup.

Belum lagi dengan dipanggil oleh polisi akan membuat jiwa kita tertekan.

Usahakan dulu persuasif, jika sudah tidak ada jalan keluarnya, apa boleh buat silakan laporkan kalau perlu masukkan semua pelanggaran pidana yang dilakukannya”, kata pak de

Diterangkannya lebih lanjut, “yang jelas, sebelum dilakukan proses tender dipemerintahan, biasanya sudah disiapkan dana untuk pembayaran bagi pemenang tender dan pelaksanaanya harus sesuai dengan aturan, Dasar Dasar Pelaksanaannya harus sesuai dengan peraturan perundang undangan seperti:

  1. Undang–Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 23:
    1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang–undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar–besarnya kemakmuran rakyat;
    2. Rancangan Undang–Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah
  2. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
  3. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
  4. Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional
  5. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136 Tahun 2014 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKAKL
  7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171 Tahun 2013 tentang Petunjuk Penyusunan dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
  8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 257 Tahun 2014 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2015

SPK TANPA DIPA

Sesuai dengan definisi yang ada dalam UU Keuangan Negara No 17 Tahun 2003, yang dimaksud dengan APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

Sementara APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

“Sedangkan DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun, dilaksanakan dan dipertanggung jawabkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran. Dalam terminologi pengelolaan keuangan daerah disebut DIPA, DIPA ini dilaksanakan oleh satuan kerja daerah,” kata Pak De mengakhiri komentarnya.

Lebih jelas diterangkan oleh Ketua LSM KOAD,“Jika suatu pekerjaan tidak kunjung dibayar, kemungkinan telah terjadi penyimpangan dari aturan aturan tersebut, sehingga diduga kuat, DPA proyek tersebut tidak ada,” jelas Indra.

lanjutnya, ” Dalam melakukan penyelesaian, SPK yang dikeluarkan Dinas Pasar kota Padang yang tidak terkait dengan perjanjian sebelumnya.

Hal itu terbukti dengan nama yang dipakai untuk pekerjaan tersebut adalah ‘ Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Pasar Raya dan Pembantu’, bukan proyek revitalisasi pasar Banda Buek.

Kami sebagai pihak yang bekerjasama melaksanakan pembangunan tahun 2007 lalu, tidak sepakat jika penjualan meja batu dijadikan pembayar SPK tersebut “, ungkap Indrawan

PT.SMA bersedia menyelesaikan pekerjaan yang diberikan senilai Rp.3.375.176.000,- tapi setelah material didatangkan, pekerjaan sengaja dihentikan oleh kadis pasar Endrizal, melalui camat atas perintah ibu Hasna, sehingga material yang kami pesan sampai saat ini belum terbayarkan kepada suplayer, akibatnya kami dirugikan”, kata Haji Syafruddin.

Angka ini tertera jelas pada rekapitulasi Bill of Quantity yang ditandatangani oleh H. Endrizal, SE, MSi dan Hasna sebagai Kepala dan anggota Dinas Pasar Kota Padang.

Kemudian BQ tersebut diikuti oleh SPK Nomor 800.1588.IX.Ps.2016

Seandainya benar telah terjadi perbuatan melawan hukum dengan melakukan rekayasa SPK, negara melalui aparat hukum harus cekatan melakukan investigasi tanpa menunggu laporan dari pihak yang dirugikan, karena UU yang dilanggar bukan hanya delik aduan.” jelas ketua LSM KOAD.

Lebih lanjut dijelaskan ketua LSM KOAD, “jika SPK tersebut diterbitkan dengan tujuan tertentu, serta dapat menimbulkan suatu hak. pihak yang menerbitkan dapat dijerat dengan pasal pemalsuan surat, dan pihak kedua dapat dijerat dengan pasal memakai surat palsu dengan tuntutan pidananya delapan tahun, karena yang dipalsukan tersebut adalah dokumen negara karena memakai kop dinas pasar,” jelas indrawan

Berita ini sebelum di post kan telah di konfirmasi melalui Wastapp jam 13.18 Wib kepada Walikota Padang(18/3), namun entah apa sebabnya Walikota belum memberikan jawaban atas pertanyaan kami, kami dari tim redaksi akan berusaha untuk menghubungi narasumber terkait berita ini.

Akhirnya pak Wan bagian hukum Padang dapat kami hubungi tanggal 18/3/21 melalui sambungan telpon selular menjelaskan, “menurut saya SPK tersebut sulit dibuktikan karena SPK tersebut terbit berdasarkan rapat seluruh stake holder dilapangan. Kegunaan dan manfaatnya adalah untuk menghindari jalanan yang macet karena pedagang berjualan di badan jalan” kata pak Wan menjelaskan.

Melengkapi Informasi dari Sumbartoday, KabarDaerah.com telah melakukan konfirmasi tanggal 6 November 2020, jam 11.10  Wib.

dikatakan oleh Endrizal bahwa dia telah mengetahui bahwa ada laporan terkait SPK yang diterbitkannya, “saya tidak apa apa, biar saja dilaporkan, toh saya sudah berusaha membantu penyelesaian kata Endrizal setelah selesai sholat di musala Pemko padang.

kami juga telah lakukan konfirmasi dengan H.Syafruddin Arifin, SH dikatanya, ” Saya memang telah melaporkan ke Polda Sumbar, saya sudah bersabar selama 4 tahun, sekarang harga diri saya sudah sangat di lecehkan oleh Eks Kadis Pasar Endrizal SE, MSi.

“Terkait Laporan SPK tersebut, sebaiknya jangan buru-buru dilaporkan, walau sudah cukup bukti untuk menjerat pelaku, kita harus mengerti kesulitan yang dialami Endrizal, karena jika kasus ini masuk ke ranah hukum, besar kemungkinan akan ada pihak lain yang terlibat, karena diduga SPK Palsu ini sudah sempat dipakai untuk mencairkan kredit di Bank Nagari, yang dipakai untuk keperluan pembenahan fasilitas umum di pasar Banda Buek. Endrizal sebenarnya sudah berjasa dalam menaikkan pedagang ke lantai dua”, kata Herman Disin.

Diterangkan syafruddin Arifin lebih lanjut terkait pelanggaran pasal pidana yang bisa dilaporkan ke Polda Sumbar, “melalui media ini kita mengingatkan Endrizal SE, bahwa SPK yang diterbitkan diduga Rekayasa, jika tidak segera di selesaikan, dengan sangat meyesal terpaksa, diselesaikan oleh hukum negara pungkas H.Syafruddin Arifin, SH.

Saya sebagai direktur akan melaporkan pasal penipuan dan saya sudah minta LSM KOAD untuk melaporkan pasal Rekayasa SPK yang diduga masuk pasal pemalsuan surat. kami tidak main-main, dalam wawancara terdahulu saya sudah memperingatkan saudara Endrizal (eks Kadis Pasar 2016).

Terkait pasal pemalsuan surat dijelaskan oleh ketua LSM KOAD.

” Saya yakin dan diduga kuat SPK tersebut terbit tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku, hal itu dapat kita lihat dari nilai proyek yang dikerjakan PT.Syafindo Mutiara Andalas cukup besar, sehingga tidak dimungkinkan dilakukan dengan penunjukan.

SPK yang diterbitkan Endrizal SE M.Si (Kadis Pasar) tahun 2016 masuk kedalam kriteria Surat palsu karena saat SPK diterbitkan menimbulkan hak terhadap PT Syafindo Mutiara Andalas.

hal ini dikuatkan dengan bukti disposisi Walikota , Setda, Assisten II dan Kadis Pasar 2016, saya yakin dan menduga mereka terkait dengan terbitnya SPK tersebut kata ketua LSM KOAD menjelaskan.

Berikut mari kita perhatikan penjelasan ahli hukum yang bernama R Soesilo sebagai berikut:

Tindak pidana berupa pemalsuan suatu surat dapat kita jumpai ketentuannya dalam Pasal 263 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang berbunyi:

(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.

(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Selanjutnya, di dalam Pasal 264 KUHP ditegaskan bahwa:

(1) Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap:

  1. Akta-akta otentik;
  2. Surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum;
  3. Surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai:
  4. Talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu;
  5. Surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan;

(2) Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.

R.Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 195) mengatakan bahwa yang diartikan dengan surat dalam bab ini adalah segala surat, baik yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun ditulis memakai mesin tik, dan lain-lainnya.

Surat yang dipalsukan itu harus surat yang:

  1. dapat menimbulkan sesuatu hak (misalnya: ijazah, karcis tanda masuk, surat andil, dan lain-lain);
  2. dapat menerbitkan suatu perjanjian (misalnya surat perjanjian piutang, perjanjian jual beli, perjanjian sewa, dan sebagainya);
  3. dapat menerbitkan suatu pembebasan hutang (kuitansi atau surat semacam itu); atau
  4. surat yang digunakan sebagai keterangan bagi suatu perbuatan atau peristiwa (misalnya surat tanda kelahiran, buku tabungan pos, buku kas, buku harian kapal, surat angkutan, obligasi, dan lain-lain).

Adapun bentuk-bentuk pemalsuan surat itu menurut Soesilo dilakukan dengan cara:

  1. Membuat surat palsu: membuat isinya bukan semestinya (tidak benar).
  2. Memalsu surat: mengubah surat sedemikian rupa sehingga isinya menjadi lain dari isi yang asli. Caranya bermacam-macam, tidak senantiasa surat itu diganti dengan yang lain, dapat pula dengan cara mengurangkan, menambah atau merubah sesuatu dari surat itu.
  3. Memalsu tanda tangan juga termasuk pengertian memalsu surat.
  4. Penempelan foto orang lain dari pemegang yang berhak (misalnya foto dalam ijazah sekolah).

Unsur-unsur pidana dari tindak pidana pemalsuan surat selain yang disebut di atas adalah: (Ibid, hal. 196)

  1. pada waktu memalsukan surat itu harus dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat itu seolah-olah asli dan tidak dipalsukan;
  2. penggunaannya harus dapat mendatangkan kerugian. Kata “dapat” maksudnya tidak perlu kerugian itu betul-betul ada, baru kemungkinan saja akan adanya kerugian itu sudah cukup;
  3. yang dihukum menurut pasal ini tidak saja yang memalsukan, tetapi juga sengaja menggunakan surat palsu. Sengaja maksudnya bahwa orang yang menggunakan itu harus mengetahui benar-benar bahwa surat yang ia gunakan itu palsu. Jika ia tidak tahu akan hal itu, ia tidak dihukum. Sudah dianggap “mempergunakan” misalnya menyerahkan surat itu kepada orang lain yang harus mempergunakan lebih lanjut atau menyerahkan surat itu di tempat dimana surat tersebut harus dibutuhkan.
  4. Dalam hal menggunakan surat palsu harus pula dibuktikan bahwa orang itu bertindak seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, demikian pula perbuatan itu harus dapat mendatangkan kerugian.

Lebih lanjut, menurut Pasal 264 ayat (1) angka 1 KUHP, bahwa tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana Pasal 263 KUHP lebih berat ancaman hukumannya apabila surat yang dipalsukan tersebut adalah surat-surat otentik. Surat otentik, menurut Soesilo adalah surat yang dibuat menurut bentuk dan syarat-syarat yang ditetapkan undang-undang, oleh pegawai umum seperti notaris (hal. 197).  (Red)