Pangdam Jaya ultimatum perusahaan yang rampas mobil, Polda Sumbar terkesan abaikan, seakan perampasan mobil bukan Pidana

BERITA UTAMA34 Dilihat

Sumbar.KabarDaerah.com– Berikut Kabarderah.com memposkan ulang berita yang diposkan media onnline jakarta, “Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman mengultimatum perusahaan di wilayah Jadetabek tidak lagi menggunakan jasa debt collector. Dudung menegaskan TNI-Polri akan bertindak tegas menghadapi aksi premanisme para debt collector.

“Saya harapkan kepada perusahaan-perusahaan yang memanfaatkan jasa-jasa debt collector sudah tidak melakukan kembali. Saya dengan Polda metro Jaya akan tegas, tegas berdiri paling depan, berdiri paling depan membantu rakyat, membantu masyarakat yang ada di DKI,” kata Dudung saat jumpa pers di Markas Kodam Jaya, Jakarta, Senin (10/5/2021).

Dudung meminta para perusahaan yang memberikan pinjaman memberi toleransi terhadap debiturnya. Sebab, saat ini sebagian besar masyarakat mengalami kesulitan akibat pandemi COVID-19.

Dudung menjelaskan keringanan untuk para debitur itu juga sudah diberikan pemerintah. Otoritas Jasa Keuangan (OJK), lanjutnya, sudah memperpanjang restrukturisasi kredit hingga Maret 2022.

“Ini pun sudah di tekankan oleh pemerintah bahwa dari Otoritas Jasa Keuangan, dari OJK ini sudah resmi memperpanjang restrukturisasi kredit hingga Maret 2022. Kebijakan ini diharapkan dapat meringankan beban debitur di masa pandemi COVID-19. Coba bayangkan, sehingga bisnisnya bisa, bisa berjalan dengan lancar,” kata Dudung.

Dudung pun kembali menegaskan bahwa pihaknya akan menghentikan aksi premanisme debt collector. Dia menegaskan tidak boleh ada lagi pihak-pihak tertentu yang menggunakan tindakan premanisme hingga memberikan rasa ketakutan kepada rakyat.

“DKI Jakarta ini harus tenteram, damai, dan masyarakat melaksanakan kegiatan-kegiatannya dengan baik tanpa ada rasa ketakutan,” imbuh dia.”Debt collector ini akan kita hentikan. Tidak ada karena kekuasaan tertentu memanfaatkan pihak-pihak tertentu, sehingga menggunakan premanisme. Termasuk premanisme yang lain seperti geng motor dan sebagainya. Rencana kita akan tumpas, tidak ada kegiatan-kegiatan yang merugikan masyarakat, tidak ada tindakan-tindakan memberikan rasa cemas, rasa ketakutan,” papar Dudung.

LSM Komunitas Anak Daerah (KOAD) protes keras atas tindakan perampasan mobil yang juga dialaminya pribadi oleh jasa Debt Colector.

Kebetulan hal itu dialaminya sendiri. sebagai masyarakat tentunya sangat kecewa dengan penanganan yang lambat dari pihak kepolisian Polda Sumbar

dikatakan Indrawan, “Saya sempat layangkan somasi kepada MNC Finance dan perusahaan  sebanyak tiga kali, guna memperingati mereka yang berbuat pelanggaran hukum seenaknya, setelah itu baru saya laporkan kepolda sumbar”, katanya

Dikatakan Indrawan, ketua LSM KOAD, ” katanya, mana penegakan hukum, yang digaungkan Kapolri, Polda tugasnya penegakan hukum. kenapa laporan saya satu bulan baru ditanggapi, itupun baru hanya sebatas klarifikasi”,

“yang kita tuntut adalah proses hukum, bagi mereka melakukan pelanggaran pidana, saya yakin jika Polda Sumbar lakukan penegakan hukum terkait Tipu dan Rampas yang dilakukan  pelanggar hukum. Tugas Polisi kedepan makin ringan, jika Ditreskrim Polda segera panggil pihak yang merampas, lakukan minta keterangan atau BAP.

Nggak perlu menunggu lama, Polda Sumbar adalah Institusi kepolisian tertinggi di Provinsi Sumatera Barat, Polda harus tanggapi pengaduan masyarakat, nggak perlu didamaikan, biar jadi pelajaran bagi yang bersalah”, pungkas ketua LSM KOAD.

Redaksi sengaja, mempostkan ulang berita Pangdam Jaya ini, agar menjadi pedoman Ditreskrimum Polda Sumbar.

Kita semua prihatin terhadap tingkah sewenang-wenang Debt Colektor.

Pada kesempatan ini redaksi diminta oleh ketua LSM KOAD mempostkan surat yang dikirimnya ke MNC Finance tanggal 7 Mei 2021.

Berikut isi surat tersebut:

Padang, 7 Mei 2021

Nomor : 13/LP/DPP/KOAD/V/2021

Hal     : Peringatan ke empat

 

Kepada Yth:

Pimpinan MNC finace dan

PT.Bintang Barat Sumatera

di

Padang

 

Dengan Hormat,

Bersama surat ini saya, Indrawan, ketua LSM KOAD Lahir di Sarilamak Kabupaten Lima Puluh Kota,19 September 1968, saya adalah Pihak yang terikat perjanjian pinjam dana pada MNC finance dengan Perjanjian kredit nomor 14219301100013 tanggal 18 Februari 2019, selama 36 bulan, dengan jaminan BPKB kendaraan berikut :

  • Nama pada BPKB      :         Rini Eka Gustia, Amd
  • Merk Jenis                 :         Toyota MPV Krista 2.0 MT 02
  • Nomor Rangka          :         MHF11UF8140040298
  • Nomor mesin             :         IRZ7040308
  • Plat Nomor/Warna    :         BA 1940 QH,Biru Metalik
  • Waktu kredit              :         36 Bulan
  • Posisi angsuran          :         bulan ke 19
  • Posisi Kredit              :
  • Pokok hutang             :        70.000.000
  • Angsuran telah dibayar  :    59.000.000 (19 kali angsuran)
  • Angsuran Titipan       : 1 bulan jadi total yang telah dibayar adalah 62.120.000,-

Kejadian Penipuan, Perampasan mobil, diduga dilakukan oleh sekelompok orang, TKP nya adalah di dalam kantor MNC finace. Sudah saya laporkan.

Berdasarkan kertas yang diminta agar saya tandatangani, tertulis PT.Bintang Barat Sumatera yang beralamat di jalan Dr M.Hatta No 2 RT/RW 01/04 Binuang, Kampung Dalam, Kecamatan Pauh kota Padang, sempat disebutkannya bahwa dia adalah petugas MNC finance.

Namun setelah dilakukan cek dan ricek ke alamat tersebut ternyata alamat tersebut adalah palsu atau alamat bodong.

Kejadian ini, TKP nya di dalam kantor MNC finace, saya ditipu, saya dijanjikan bahwa mobil saya tidak akan ditahan, ternyata mereka bohong, oknum dengan ciri-ciri berambut cepak, katanya bernama TRIS, berbadan tegap, saya dimintanya datang ke MNC finance yang berlokasi di daerah Jati, hanya untuk berjanji dengan kepala cabang MNC, kapan cicilan hutang hutang saya akan dibayar.

Saya menyadari bahwa saya berhutang, saya telat bayar bulanan bukan wanprestasi, karena wanprestasi lewat waktu perjanjian, dan hal ini adalah ranah Perdata, jadi jangan salah mengartikan UU Fidusia..

Untuk diketahui dan dipahami bahwa saya sudah akui hutang saya dan saya sudah mengakui bahwa bunga hutang sampai 36 bulan yang menjadi persyaratan kredit juga sudah saya setujui, seharusnya MNC Finance tidak berbuat kasar terhadap saya.

Saya adalah nasabah MNC finance yang sedang kesulitan, sebelumnya, sebagai nasabah, sebelumnya saya tidak pernah telat bayar. lagian bunga hutang sudah saya setujui dihitung selama 36 bulan, dan sekarang baru bulan ke 25 pungkas Indrawan menjelakan.

Setelah mengadakan klarifikasi bagian wasidik Polda Sumbar,  sekali lagi saya ingatkan, bahwa pihak MNC Finance dan PT.Bintang Barat Sumatera, melalui orang-orang suruhannya (pihak oknum Debt Collector (DC)), sudah melanggar hukum yang merupakan tindakan pidana. pasal 365, 378 dan 372 KUH Pidana.

Jadi tidak benar, pendapat Kompol Asril, bahwa masalah yang saya laporkan adalah ranah perdata.

Justru karena pelanggaran pidana, saya melapor ke Polda Sumbar, kata Indrawan menjelaskan, Polda Sumbar jangan kalah pengetahuan dengan Polsek di Jakarta.

Dengan surat ke empat ini saya beritahukan, jika MNC finance dan PT.Bintang Barat Sumatera dan orang suruhan (Debt Colektor) tidak mengembalikan kendaraan tersebut, tidak meminta maaf atas pelanggaran yang diperbuat, maka LP yang telah saya laporkan ke Polda Sumbar, terpaksa saya lanjutkan.

Di hari pertama 29 April 2021, saya sudah menunggu bahkan sampai tiga hari, dan sudah menyurati MNC Finance dengan memberikan peringatan sebanyak tiga kali, namun tidak satupun orang kantor MNC Finance yang bertanggung jawab atas kejadian tersebut, mereka mengatakan itu bukan MNC Finance, tapi pihak ekternal atau Debt Colektor.

Sebenarnya kewenangan untuk melakukan eksekusi, baru bisa dilakukan oleh kreditur apabila debitur melakukan wanprestasi dengan memperhatikan Pasal 1238 Kitab Undang-Undang Hukum (KUH) Perdata, jangan berlaku seenanknya

Pada Pasal 1238 KUH Perdata menyebutkan bahwa debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, akta sejenis atau berdasarkan kekuatan dari perjanjian akad kredit sendiri atau berdasarkan lewatnya waktu yang ditentukan dalam perjanjian. dengan kata lain wanprestasi bisa diartikan debitur tidak melaksanakan kewajibannya kepada kreditur sesuai waktu yang sudah disepakati yaitu 36 bulan,”.

Dalam rangka eksekusi fidusia, Kapolri juga sudah mengeluarkan Peraturan Kapolri No 8 tahun 2011 tentang pengamanan eksekusi jaminan fidusia yang sudah berlaku sejak 22 Juni 2011. MNC juga mengabaikan aturan ini.

Tak hanya itu, perlindungan lain yang diberikan oleh UU Jaminan Fidusia yakni larangan untuk memiliki benda yang menjadi objek jaminan dalam hal debitur wanprestasi. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 33 UU Jaminan Fidusia.

Setiap janji yang memberi kewenangan kepada Penerima Fidusia untuk memiliki Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia apabila debitor cidera janji, batal demi hukum”.

Demikian jelasnya aturan yang dibuat, sehingga dengan ini saya sebagai korban, dan juga ketua LSM hanya wajib memberitahukan, jika pelaku dan perusahaan memang tidak mengetahui. Sehingga terjadi melanggar hukum, kita jangan semena mena, karena akan berakibat buruk terhadap diri kita sendiri.

Pelaksanaan FIDUSIA dilapangan tetap harus izin eksekusi dari pengadilan berikut penjelasannya.

Larangan merampas secara paksa dan Debitur harus menyerahkan dengan suka rela adalah kunci dari pelaksanaan UU Fidusia.

Dalam hukum diperlukan adanya kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Salah satu bentuk hukum jaminan adalah jaminan fidusia, pada awalnya berdasarkan yurisprudensi dan perluasan jaminan gadai dan sekarang berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

Jaminan fidusia memiliki ciri pokok, salah satunya adalah mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.

Mudah dalam arti sederhana, cepat dan biaya ringan dan pasti dalam arti jelas atas kaidah hukum yang mendasarinya. Jaminan fidusia dibuktikan dengan sertifikat jaminan fidusia yang didalamnya ada kata kata “Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Sertifikat jaminan fidusia memiliki kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan dapat dilaksanakan tanpa melalui pengadilan, bersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut.

Apabila debitur cidera janji (wanprestasi), eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia dapat dilaksanakan untuk pelunasan piutang kreditur. Pada praktiknya, eksekusi jaminan fidusia seringkali dilakukan oleh jasa tagih atau debt colllector, hingga mengganggu ketertiban umum dan meresahkan masyarakat pada umumnya.

Sertifikat jaminan fidusia berfungsi sebagai akta otentik dan memberikan kepastian karena memiliki kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, sehingga pemegang sertifikat jaminan fidusia sama dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap sebagaimana yang termuat pada pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 tentang Jaminan Fidusia.

Kekuatan eksekutorial pada sertifikat jaminan fidusia sebagai dasar pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia apabila debitur cidera janji (wanprestasi) yang mengacu kepada pasal dengan hak kreditur menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri.

Jaminan fidusia memberikan hak-hak kepada kreditur untuk menerima pelunasan yang diutamakan dari pada kreditur lainnya sebagaimana yang termuat pada pasal 27 dan 28 Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan benda yang menjadi objek jaminan fidusia tetap mengikuti dalam tangan siapapun benda tersebut berada sebagaimana yang termuat pada pasal 20 Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang merupakan suatu kepastian hukum dan hak-hak kebendaan lainnya.

Pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia pada kreditur tidak dapat mengeksekusi objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri, terkecuali pelaksanaan parate eksekusi dan penjualan dibawah tangan, sedangkan pada pelaksanaan eksekusi berdasarkan grosse sertifikat jaminan fidusia atau titel eksekutorial (secara fiat eksekusi) tetap melalui permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri.

Pengaturan eksekusi jaminan fidusia yang berupa tindakan paksa melalui fiat Ketua Pengadilan Negeri dan melarang atas kekuasaan kreditur sendiri.

Secara prinsip peraturan yang diterbitkan oleh berbagai Instansi merupakan perlindungan hukum bagi setiap warga negara (debitur) dari kekuasaan yang bertindak sewenang-wenang (kreditur).

Tindakan paksa diberikan tanggung jawab kepada negara untuk menjalankannya dan penerapannya, untuk memberikan rasa keadilan dan dapat mewujudkan adanya ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, apabila perlu dengan pihak pengamanan dari kepolisian.

Eksekusi jaminan fidusia yang berupa tindakan paksa tanpa fiat Ketua Pengadilan Negeri merupakan suatu perbuatan melawan hukum dan tidak sah secara hukum.

Akibat hukum kepada pihak kreditur atau penerima fidusia.

untuk mengembalikan benda yang menjadi objek jaminan fidusia kepada pemberi fidusia atau debitur, terkait hubungan antara kreditur dan debitur kembali seperti semula dengan hak dan kewajiban masing-masing seperti tercantum dalam perjanjian yang telah disepakatinya.

Sedangkan akibat hukum pada pihak ketiga apabila telah memiliki secara membeli terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang eksekusinya tanpa fiat Ketua Pengadilan Negeri untuk mengembalikan benda tersebut kepada penerima fidusia atau kreditur yang selanjutkan oleh kreditur diserahkan kepada debitur atau pemberi fidusia setelah kewajibannya dilunasi. nah ini langkah jika dilakukan perdamaian diluar pengadilan.

Terkait dengan kerugian pihak ketiga merupakan tanggungjawab kreditur sesuai dengan prinsip penjual menjamin pembeli dalam perjanjian jual-beli. kepada debitur atau pemberi fidusia, pada sertifikat jaminan fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial dan dapat langsung dilaksanakan tanpa melalui pengadilan.

Jika hal ini tetap dilakukan sangat jelas akibat yang harus diderira oleh kreditur, selain pelanggaran pidana( penipuan, perampasan dan penggelapan tidak akan bisa dihindari.

Kreditur perlu menyadari, tidak dapat mengeksekusi objek jaminan fidusia yang berupa tindakan paksa, kecuali parate eksekusi dan penjualan dibawah tangan, Saya sebagai debitur tidak setuju dengan penjualan dibawah tangan.

Eksekusi secara paksa yang telah terlanjur dilakukan tanpa dasar fiat Ketua Pengdilan Negeri oleh penerima fidusia atau kreditur sesuai dengan pasal 224 HIR / 258 RBg dan pengamanan oleh pihak Kepolisian sesuai dengan Peraturan Kapala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia, sudah terlambat untuk dilakukan karena MNC Finance sudah melakukan pelanggaran pidana.

Kepada pihak MNC Finance saya ingatkan bahwa, eksekusi jaminan fidusia yang dilaksanakan secara paksa tanpa fiat Ketua Pengadilan Negeri merupakan perbuatan melawan hukum dan tidak sah, ditambah dengan beberapa pelanggaran pidana adalah perbuatan bodoh yang memaksa MNC harus mengalah.

Berikut contoh kasus atau kejadian ditanyakan dan dijawab oleh Penasehat hukum.

Jawardi, S.H., M.H. (Penyuluh Hukum Ahli Madya) atas pertanyaan seseorang kepada Badan Pembinaan Hukum Nasional.

Menjawab pertanyaan saudara terkait apakah perusahaan leasing yang memiliki sertifikat fidusia bisa melakukan eksekusi jaminan fidusia tanpa ada putusan pengadilan apabila nasabah wanprestasi?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut harus dipahami terlebih dahulu apa pengertian dari Fidusia.

Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.

Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia menyebutkan bahwa Sertifikat Jaminan Fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Selanjutnya Pasal 15 ayat (3) menyebutkan apabila debitur cidera janji, penerima fidusia mempunyai hak untuk menjual Benda yang menjadi objek jaminan Fidudsia atas kekuasaan sendiri. Jadi apabila nasabah wanprestasi (menunggak cicilan), perusahaan punya dasar untuk mengeksekusi jaminan fidusia tersebut. Dari ketentuan diatas dapat dipahami bila sebuah perusahaan leasing telah mempunyai sertifikat fidusia dan debitur/nasabah cidera janji (wanprestasi) maka perusahan itu bisa melaksanakan eksekusi tanpa ada putusan pengadilan.

Dalam ketentuan ini, yang dimaksud dengan ketentuan eksekutorial adalah langsung dapat dilaksanakan tanpa melalui pengadilan dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut.

Jadi salah satu ciri Jaminan Fidusia adalah kemudahan dalam pelaksanaan eksekusinya yaitu apabila pihak pemberi fiduasia cidera janji (wanprestasi). Agar pelaksanaan eksekusi berjalan lancar.

Lagi pula yang disebut wan prestasi adalah jika waktu perjanjian telah berakhir.sedangkan kredit atas nama saya macet baru berjalan bulan ke 25, terkait dengan kejadian wanprestasi masih tersisa 11 bulan lagi.

Untuk lebih jelas tentang Somasi diatur dalam Pasal 1238 KUHPerdata yang menyatakan:  

“Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan dalam hal ini masa kredit.”

Selanjutnya, dalam Pasal 1243 KUHPerdata diatur bahwa tuntutan atas wanprestasi suatu perjanjian hanya dapat dilakukan apabila si berutang telah diberi peringatan bahwa ia melalaikan kewajibannya, namun kemudian ia tetap melalaikannya. Peringatan ini dilakukan secara tertulis, yang kemudian kita kenal sebagai somasi, selengkapnya mari kita perhatikan keterangan berikut :

Walaupun demikian, namun perusahaan tetap tidak boleh melakukan eksekusi jaminan fidusia dengan seenaknya sendiri walaupun perusahaan leasing tersebut memiliki sertifikat.

Memang, berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang No 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia menyebutkan bahwa benda yang dijaminkan secara fidusia (leasing) diberikan Akta Jiminan Fidusia.

Akta tersebut memiliki hak eksekutorial, artinya perusahaan leasing (kreditur) berhak mengambil atau mengeksekusi objek tersebut jika debitur wanprestasi/ingkar janji. dalam  (Pasal 15 Undang-Undang Fidusia). Selanjutnya Pasal 30 Undang-Undang No 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia menyebutkan Pemberi Fidusia wajib menyerahkan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia.

Hal ini juga dibaikan oleh MNC Finance, jika dilakukan penarikan paksa maka MNC sudah melanggar berbagai aturan, belum melakukan peringatan tertulis kepada saya sebagai debitur setelah masa kredit yang disepakati berakhir. Dengan alasan itulah maka pelaksanaan eksekusi harus tetap mengikuti prosedur pelaksanaan suatu keputusan pengadilan. artinya sesuai dengan pasal 196 ayat (3) HIR (Herzien Indonesia Reglemen).

(kreditur harus mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan negeri agar dilaksanakan eksekusi atas benda jaminan berdasarkan titel eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia tersebut.

Kemudian Pengadilan akan memberitahu nasabah yang bersangkutan agar menyerahkan jaminan fiduasia yang dijadikan jaminan untuk dieksekusi secara sukarela, jika nasabah tidak mau, maka pengadilan akan memerintahkan juru sita untuk menyita jaminan fidusia yang merupakan objek jaminan fidusia tersebut.

Objek yang disita tersebut kemudian akan dijual dengan cara dilelang di muka umum dan hasilnya digunakan untuk melunasi utang nasabah kepada perusahaan leasing.

Soal pelelangan di depan umum ini menjadi hak sepenuhnya dari perusahaan (kreditur) berdasarkan Pasal 29 UU Fidusia. Artinya kreditur melaksanakan penjualan atau eksekusi berdasarkan kekuasaannya sendiri atau parate eksekusi dan tidak lagi melibatkan pengadilan maupun jurusita untuk melakukan penjualan di muka umum atau lelang.

Untuk melengkapi penyelenggaraan eksekusi fidusia ini Menteri Keuangan menerbitkan peraturan yang melarang perusahaan leasing untuk menarik secara paksa dari nasabah yang menunggak pembayaran kredit kendaraan yaitu PMK Nomor 130/PMK/010/2012 tentang Pendaftaran Fidusia bagi perusahaan pembiayaan.

Kemudian, karena dalam praktek sering mengakibatkan dampak negative,bantahan, ataupun perlawanan di lapangan, maka untuk mengamankan pelaksanaan eksekusi jaminan Fidusia Kepolisian Republik Indonesia mengeluarkan peraturan Kapolri No 8 Tahun 2011 untuk mengawal agar penyelenggaraan pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia secara aman, tertib, lancar dan dapat dipertanggungjawabkan, melindungi keselamatan penerima jaminan fidusia, pemberi jaminan fidusia dan/atau masyarakat dari perbuatan yang dapat menimbulkan kerugian harta benda dan/atau keselamatan jiwa.

Ketika penarikan paksa dilakukan, maka MNC finance juga melanggar aturan Kapolri No 8 Tahun 2011.

Dalam Peraturan Kapolri tersebut, untuk melaksanakan eksekusi atas jaminan fidusia harus memenuhi persyaratan tertentu, yaitu:

  • Ada permintaan dari pemohon;
  • Objek tersebut memiliki akta jaminan fidusia;
  • Objek jaminan fidusia terdaftar pada kantor pendaftaran fidusia;
  • Objek jaminan fidusia memiliki setifikat jaminan fidusia;
  • Jaminan fidusia berada di wilayah negara Indonesia.

Untuk mengajukan permohonan pengamanan eksekusi atas jaminan fidusia ini tercantum dalam Pasal 7 Peraturan Kapolri No. 8 tahun 2011, dimana permohonan pengamanan eksekusi tersebut harus diajukan secara tertulis oleh penerima jaminan fidusia atau kuasa hukumnya kepada Kapolda atau Kapolres tempat eksekusi dilaksanakan.

Pemohon wajib melampirkan surat kuasa dari penerima jaminan fidusia bila permohonan diajukan oleh kuasa hukum penerima jaminan fidusia. Untuk pengajuan permohonan eksekusi, pihak pemohon eksekusi harus melampirkan

  • Salinan akta jaminan fidusia.
  • Salinan sertifikat jaminan fidusia.
  • Surat peringatan kepada Debitor untuk memenuhi kewajibannya, dalam hal ini telah diberikan pada Debitor sebanyak 2 kali dibuktikan dengan tanda terima;
  • Identitas pelaksana eksekusi.
  • Surat tugas pelaksanaan eksekusi.

Jadi sebagai pelajaran dapat disampaikan bahwa kreditur punya hak eksekusi terhadap debitur yang wanprestasi, namun wajib mematuhi prosedur, yaitu izin eksekusi dari pengadilan negeri.

Setelah itu objek jaminan Fidusia dilelang didepan umum oleh perusahaan tanpa perlu lagi ada campur tangan pengadilan ataupun juru sita dan hasil dari pelelangan tersebut digunakan untuk melunasi utang.

Demikian jawaban dari kami atas pertanyaan saudara ke Badan Pembinaan Hukum Nasional terkait perusahaan leasing yang telah memiliki sertifikat fidusia apakah bisa melakukan eksekusi jaminan fidusia tanmpa ada putusan pengadilan apabila nasabah wanprestasi. Semoga bermanfaat

Kesalahan Leasing MNC Finance adalah merampas atau mengambil secara paksa, dengan cara melanggar aturan tindak pidana pasal penipuan dan menterjemahkan kata wanprestasi secara sepihak.

Lagi pula sejak 2012, Kementerian Keuangan telah menerbitkankan peraturan yang melarang leasing untuk menarik secara paksa kendaraan dari nasabah yang menunggak pembayaran kredit kendaraan (Peraturan Menteri Keuangan No.130/PMK.010/2012)

Untuk itu, setelah melalui klarifikasi di bagian Wasidik Polda Sumbar, Polisi menawarkan kepada kedua pihak agar diselesaikan diluar pengadilan.

Karena saran wasidik saya sebagai ketua LSM KOAD dan juga sebagai korban menghargai saran tersebut, untuk itu saya kembali menyurati Pimpinan MNC Finance agar mengembalikan mobil saya tersebut terhitung satu kali 24 jam dari surat ini diterima oleh karyawan MNC Finance, dengan persyaratan MNC finance harus membebaskan saya dari sisa hutang yang harus saya lunasi dengan menyerahkan mobil bersama BPKB nya.

MNC Finace sudah mengaku didepan gelar yang diadakan diruang Ka.bag Wasidik Polda Sumbar bahwa yang menarik mobil saya adalah Pihak ketiga atas suruhan MNC Finance.

Karena dalam kejadian ini terdapat beberapa tindak pidana yang saya tuntut dan yang tidak kalah penting, terbuka peluang untuk melakukan gugatan perdata atas kerugian yang saya derita akibat kesalahan yang dilakukan MNC Finance merampas mobil saya secara paksa.

Harga diri saya sangat dilecehkan oleh pihak ketiga/suruhan MNC Finance, barang-barang saya di buang keluar dari mobil tentunya hal itu sesuatu yang sangat berkesan bagi saya, dan itu nilainya sangat mahal.

Demikialah surat ke empat ini saya buat agar dimaklumi oleh pihak MNC finance dan PT.Bintang Barat Sumatera, beserta Debt Colector suruhan MNC Finance, terimakasih

Padang, 7 Mei 2021, Indrawan sebagai ketua LSM KOAD

Surat tersebut di tembuskan ke pada :

  1. Bapak Kapolda Sumbar
  2. Bapak Irwasda Polda Sumbar
  3. Bapak Direksrim Polda Sumbar
  4. Bapak Kajati Sumbar
  5. Bapak Kabid Propam Polda Sumbar
  6. Bapak Pimpinan Kompolnas di Jakarta

Lanjut Indrawan lagi, “saya sebagai ketua LSM  berharap Polda Sumbar lebih profesional lagi.

bagaimana tidak, aturan Kapolri saja dilanggar oleh MNC Finance, seharusnya Polda Sumbar merasa terlangkahi oleh tindakan Debt Colector MNC Finance, bukan malah memberikan pembelaan, ditambah lagi perbuatan merampas paksa adalah pelanggaran Pidana KUHP Pasal 365.

Tindakan leasing melalui debt collector yang mengambil secara paksa kendaraan berikut STNK dan kunci motor, dapat dikenai ancaman pidana. Tindakan tersebut termasuk kategori perampasan sebagaimana diatur dalam pasal 368 KUHP.  Selain itu.

Tindakan tersebut termasuk pelanggaran terhadap hak sebagai konsumen (Pasal 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen).

“Jika ada laporan dari masyarakat, Jangan halangi untuk melapor dan jangan sampai berlarut-larut, baru diklarifikasi, keburu barang bukti hilang. Polda harus tunjukkan bahwa Institusi Polda Sumbar lebih Profesional dari Polres dan Polsek“,imbuh ketua LSM KOAD.

“Harapan saya sebagai LSM, semoga keterangan yang ditulis dalam berita ini cukup jelas, sehingga penegakan hukum, dapat berjalan dengan sebaik-baiknya”, kata ketua LSM KOAD mengakhiri komentarnya.(Tim)