Setelah Dilaporkan Ke Polda, Kejahatan Terjadi Berulang, Dan Barang Bukti Hilang, Siapa Yang Salah ?

KabarDaerah.com– Tidak ditanggapi sesuai aturan hukum, LSM KOAD berencana kembali menyurati Bapak Kapolda Sumbar. sebelumnya Kapolda Sumbar telah menyerahkan kepada Dirreskrim Polda Sumbar bahkan dihadapan pelapor.

 

Tanggal 7 Desember 2021, Pelapor sudah melapor ke Polisi Polsek, dan 8 Desember 2021, melapor ke Polresta tapi pengaduan tersebut hanya terkait titipan barang, dan tanggal 20 Juni 2022 kami kembali menyurati Bapak Kapolda dengan maksud melaporkan tindak pidana.

 

Namun ketika iktikad baik Polsek dan Polres melakukan proses hukum tidak tidak ada, maka ketika diarahkan ke pengaduan lebih gampang menghentikannya, kata ketua LSM KOAD.

 

Lanjut ketua LSM KOAD, seharusnya setelah Polda menerima laporan, Ditreskrimum lakukan dulu penyelidikan, namun tidak demikian yang terjadi, bagwassidik bersikukuh minta pelapor menunggu diadakan klarifikasi.

Sementara pencurian terjadi berulang ulang bahkan sudah satu tahun, akibatnya barang bukti banyak yang hilang.

 

Pada hal sesuai prosedur, setelah Polda menerima pemberitahuan terjadinya kejahatan, langkah nyata yang seharusnya dilakukan, bisa dilakukan penangkapan (tangkap tangan), karena hal tersebut dimungkinkan atas perintah UU, alasan pertama adalah barang bukti hilang setiap hari dijual pelaku, dan kedua terjadi pencurian berulang ulang.

inilah sebab kenapa akhirnya pelapor membuat surat ke Kapolda Sumbar, agar segera dilakukan langkah langkah, agar kejaahatan tidak terjadi lagi.

 

Namun sangat disayangkan, ternyata, setelah Dirreskrim Polda menerima laporan, Polda juga belum melakukan tugas dan fungsi sesuai aturan dan undang undang, katanya menambahkan.

 

Mungkinkah salah dalam memahami, sehingga mulai dari Polsek, Polresta maupun Polda terkesan membiarkan dan berlaku sebagai pembela terlapor.

Dengan tidak menghadirkan pelapor disaat gelar tanggal 2 Agustus 2022, 13 September 2022 dan 24 Oktober 2022 Gelar perkara yang diadakan di Polresta Padang, telah terjadi gelar yang tidak berkeadilan, lalu dimana presisi yang digembar gemborkan Kapolri, Polri tidak bisa bersikap responsif tidak berkeadilan dalam menangani perkara.

Lalu apa arti Presisi yang dugagas Kapolri jika hanya akan menjadi semboyan tanpa makna, tandasnya

 

Pertanyaanya, lalu siapa yang harus dimintai pertanggung jawaban, ketika terjadi tindak pidana secara berulang dan barang bukti banyak yang sudah hilang, pada hal Polda sumbar sebagai intitusi resmi yang bertugas dalam penegakkan hukum telah dibertahukan dan telah melapor walaupun melalui surat, untuk dipertimbangkan pelapor sudah sembilan kali datang langsung untuk melapor ke SPKT. Tapi dihalangi.

 

Sepertinya bukan salah siapa siapa, karena SOP di Polda demikian..??

 

Nah.. ini yang perlu di perbaiki, SOP yang bertentangan dengan UU tentunya tidak benar, SOP yang dibuat oleh Polri atau Polda selama menghalangi masyarakat melapor, inilah sumber masalah diseluruh jajaran Polda Sumbar. dimana semua perkara diarahkan kepada Pengaduan.

Polri bekerja dengan aturan yang jelas, KUHAP, Perkapolri KUHP, dan berpedoman kepada aturan UU lainnya, Polri bahkan dilindungi oleh UU kepolisian, Jika Polri tidak melaksanakan Tugas dan Fungsi karena SOP, maka SOP yang harus dirubah, kata ketua LSM KOAD.

 

Ketika kami melapor yang ke sembilan kali ke SPKT Polda Sumbar, ditambah dengan menyurati Polda Sumbar 14 kali, dalam rangka melaporkan tindakan pidana. Sampai hari ini belum dilakukan penyelidikan oleh unit reskrim Polda sumbar.

Seharusnya berdasarkan Pasal 108 ayat (6) KUHAP setiap pelapor atau pengadu wajib diberikan Surat Tanda Terima Laporan atau Pengaduan (STTL/P).

Menurut ketua LSM KOAD, Penyelidikan sesuai aturan sangat mendesak untuk dilakukan terhadap perkara ini, oleh sebab itu pelapor kembali mencoba mendatangi Polda Sumbar untuk melaporkan tindak Pidana, Minggu malam sekitar jam 20.00. Setelah melakukan diskusi sekitar 20 menit dengan Piket SPKT, pelapor diserahkan ke piket Reskrimum Polda Sumbar dari unit 3. pelapor disambut sangat antusias oleh panit unit 3 yang sedang melaksanakan tugas piket.

 

Oleh sebab itulah pelapor kembali membuat laporan agar Polda Sumbar melakukan sendiri penyelidikan bukan hasil penyelidikan Polsek dan Polresta. tapi hal itu terganjal rencana klarifikasi yang akan diadakan bagwassidik.

Jika Polda ingin mengetahui keadaan sebenarnya, Penyelidikan lanjuran harus kembali dilakukan dengan transparan.

Karena yang dilakukan oleh Polsek dan Polresta tidak bisa dipakai sebagai dasar gelar perkara, karena konsentrasinya hanya terhadap barang titipan.

 

Penyelidikan yang dilakukan oleh Polda  sangat penting, karena perkara ini sudah terlanjur sampai ke Kapolda Sumbar, Penyelidikan oleh Polda berbeda dengan perkara di Polsek dan Polresta Padang.

Karena untuk meningkatkan ke penyidikan, harus didasari penyelidikan, sampai ditemukan peristiwa pidana.

Karena yang dilaporkan ke Polda Sumbar adalah perkara persekutuan usaha Bypass Teknik beserta seluruh aset yang kuasai pelaku secara melanggar hukum.

 

Pelapor yang juga ketua LSM KOAD  tidak habis fikir, “kenapa bagwassidik Polda Sumbar keberatan, pelapor kembali  melakukan laporan secara resmi..??” tanya pelapor.

 

Wassidik Polda Sumbar seharusnya lebih jeli, ketika Direskrimum tidak punya data yang memadai, karena belum dilakukan penyelidikan, tentunya tidak banyak informasi yang bisa diketahui. Ketika perkara ini kembali ke Kapolda Sumbar, Saya yakin, jangankan bagwassidik, bahkan Dirreskrimpun akan keteteran, kata ketua LSM KOAD.

 

“Wakktu kami tentu tidak banyak untuk menunggu, karena perkara ini sudah satu tahun dilalaikan Polri”, sebut ketua LSM KOAD.

 

 

Sepertinya banyak oknum Polda Sumbar, yang belum paham dengan pasal 108 KUHAP ayat 1 sampai ayat 6,

Ayat (1) Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis.

Ayat (2) Setiap orang yang mengetahui permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terhadap ketenteraman dan keamanan umum atau terhadap jiwa atau terhadap hak milik wajib seketika itu juga melaporkan hal tersebut kepada penyelidik atau penyidik.

Ayat (4) Laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditandatangani oleh pelapor atau pengadu.

Ayat (5) Laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh penyidik dan ditandatangani oleh pelapor atau pengadu dan penyidik.

Ayat (6) Setelah menerima laporan atau pengaduan, penyelidik atau penyidik harus memberikan surat tanda penerimaan laporan atau pengaduan kepada yang bersangkutan.

 

Sebaiknya Sikap Polda Sumbar jangan membuat masyarakat berfikir, bahwa mempersulit masyarakat melapor adalah akal-akalan agar pelapor melakukan pengaduan.

Penolakan laporan pidana, sangat berisiko buat karir  masing masing pribadi.

Begitu juga dengan nama baik pimpinan Polda menjabat baru satu bulan.

Pasalnya, perkara ini telah  berjalan satu tahun dan hari ini telah berada ditangan Kapolda Sumbar, katanya

 

Sangat disayangkan, ketika Polri sedang membangun kepercayaan masyarakat, diduga oknum instansi sekelas Polda Sumbar, masih berusaha melanggar dengan menghalangi-halangi masyarakat yang akan melaporkan pidana.

 

Dengan bertanya berbagai hal terkait perkara, akhirnya SPKT akan menyerahkan kepada Piket Reskrimum. Demikian juga halnya dengan Piket Reskrimum, ketika terdesak, mereka akan melapor ke atasannya, dan terakhir akan sampai kepada pengawas penyidikan.

Sesampai di bagwassidik, pengaduan masyarakat harus ditangani dengan acara klarifikasi.

Setelah berada di bagwassidik, biasanya banyak pelapor akan mungur, ketika dilakukan gelar perkara, banyak yang tidak mampu menjawab atau bukti tidak lengkap.

Dalam melakukan gelar perkara, bagwassidik akan persiapkan polisi polisi yang sudah berpengalaman untuk mencerca pelapor dengan pertanyaan.

 

Memperhatikan proses yang menjadi SOP Polda Sumbar, dapat diduga telah terjadi pelanggaran atas UU KUHAP, dan Perkapolri.

Pelapor biasanya diarahkan ke pengaduan masyarakat. Sedangkan konsekwensi pengaduan, dimana saksi, bukti, saksi ahli jika diperlukan harus disediakan oleh pengadu atas biaya sendiri.

 

 

Jika pelapor tidak mengetahui hal ini, maka dengan sangat leluasa, mulai dari SPKT, piket reskrimum sampai ke wassidik dan reskrimum, seakan bebas menghalangi masyarakat melaporkan tindak pidana ke SPKT, bahkan tanpa bisa diprotes.

 

Dalam teorinya, tidak ada larangan melaporkan tindak pidana, tapi dalam prakteknya sangat jelas, bahwa melaporkan pidana tetap dihalangi bahkan dipersulit oleh oknum reskrim Polda Sumbar.

Hal ini perlu diperbaiki agar pelayanan institusi Polda lebih baik dan lebih bernilai. Kami LSM KOAD mengajak, mari tinggalkan paradigma lama Polri, masyarakat punya hak melapor, sedangkan Polisi berkewajiban melakukan penegakkan hukum serta melayani msyarakat yang melapor,  tandas ketua LSM KOAD.

 

Menurut pengalaman seseorang yang bernama Sutan, “Sutan membenarkan proses yang terjadi di SPKT Polda Sumbar, sangat sulit, bahkan sutan sampai dimintai oleh penasehat hukumnya sesuatu baru perkaranya bisa dilaporkan, ditambah dengan syarat lain yang rasanya tidak etis untuk dimuat diberita ini.

 

Begitu juga dengan Kiki (nama samaran) seorang pengawal pelapor, bercerita kepada redaksi media ini, bahwa dia telah mengikuti gelar perkara yang diadakan bagwassdik Polda Sumbar, Hasilnya gelar, direkomnedasi untuk membuat laporan Polisi. Walau akhirnya setelah mendatangi SPKT dan sama sama koordinasi dengan piket PPA, tiba tiba batal.

 

Begitu juga dengan Sutan, Karena begitu dongkolnya Sutan dengan perlakukan oknum Pelayan.

Sampai kata kata yang tidak pantas dikeluarkan Sutan bahkan Sutan mengatakan kata-kata makian karena sangat kecewanya dengan aparat Polda Sumbar.

 

Ada apa dengan penerimaan laporan oleh SPKT Polda Sumbar…???

Kenapa SPKT tidak boleh menerima laporan..??

Kenapa harus koordinasi dulu dengan piket Reskrim..?

 

Jika setelah berita ini terbit, penangan terhadap perkara kami masih tidak ada perubahan, kami akan kembali menulis surat ke Kapolda Sumbar, bahkan bisa saja kembali melaporkan ke Bapak Kapolda, kata ketua LSM KOAD.(Tim)