Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat Kembali Gelar Tradisi Gunungan Grebek Syawal Sambut Idul Fitri 

 

Yogyakarta, ( DIY ), Kabardaerah.com – Setelah 3 tahun vakum karena pandemi Covid 19, Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat kembali menggelar tradisi Gunungan Syawal, di halaman Masjid Gede Kauman Yogyakarta. Sabtu, (22/04/2023).Pagi

 

Tradisi Gunungan yang diselenggarakan Kraton Yogyakarta kali ini merupakan tradisi setiap bulan Syawal atau pada saat perayaan hari raya Idul Fitri. Penyelenggaraan gunungan Syawal ini dimulai setelah selesai sholat Ied. Pukul (10.00 – 12.00 WIB).

 

Prosesi dimulai dengan iring – iringan Bregada prajurit dan tujuh Gunungan terdiri dari lima jenis. Antara lain, Gunungan Kakung, Gunungan Estri/Wadon, Gunungan Gepak, Gunungan Dharat, dan Gunungan Pawuhan.

 

Gunungan dibawa dari Bangsal Pancaniti, Kamandungan Lor, oleh Abdi Dal Kanca Abang melalui Regol Brajanala – Sitihinggil Lor – Pagelaran menuju Masjid Gede Kauman Yogyakarta untuk didoakan dan diperebutkan masyarakat.

 

” Gunungan Syawal ini ada 7 Gunungan,5 Gunungan 5 di Masjid Gede Kauman,1 dibawa ke Kepatihan( Kantor Gubernur ),sedangkan satu lagi dibawa ke Pakualaman. Untuk yang dibawa ke Pakualaman dan Kepatihan hanya Gunungan Kakung saja, sedangkan yang komplit disini ,di Masjid Gede Kauman,”ucap Muhammad Abror salah satu abdi dalem Kraton Yogyakarta saat dikonfirmasi Kabardaerah.com di lokasi.

 

Ia menuturkan untuk arak – arak’an Gunungan ini sendiri dikawal oleh 10 prajurit kraton Yogyakarta, sedangkan untuk Gunungan yang dibawa ke Pakualaman dijemput sendiri oleh prajurit dari Puro Pakualaman.

 

Berdasarkan pantauan Tim Media Kabardaerah.com di lokasi. Ribuan masyarakat tampak antusias menyaksikan tradisi arak-arakan gunungan tersebut. Masyarakat yang datang bukan hanya berasal dari wilayah Jogja saja, mereka banyak juga yang datang dari luar wilayah Yogyakarta.

 

Mereka terlihat sangat senang antusias berebut Ubarampe, berupa hasil bumi yang melingkar pada gunungan, ada Ubi, Ketela, wortel, macam kacang panjang, cabai merah, salak, duku, ubi, jambu dan lain sebagainya. Ada pula telur asin, wajik, ketan, rengginang, juga kue bendul.

 

” Saya baru pertama kali ini melihat gunungan , ya sama dengan masyarakat yang lain ingin ngalap berkah ( mendapat berkah) ikut berebutan ambil isian dari gunungan Syawal itu mas,” ucap Warijo salah satu warga dari Pengasih Kulonprogo.

 

Sementara itu KRT Rinta Iswara, selaku Penghageng II Kawedanan Widya Budaya menjelaskan, bahwa istilah Garebeg atau yang umumnya disebut grebeg berasal dari kata ‘gumrebeg’,(bahasa Jawa) mengacu kepada deru angin atau keramaian yang ditimbulkan pada saat berlangsungnya upacara tersebut.

 

” Dimana Gunungan merupakan perwujudan kemakmuran Keraton atau pemberian dari raja kepada rakyatnya. Jadi makna Garebeg Sawal secara singkatnya adalah merupakan perwujudan rasa syukur akan datangnya Idul Fitri, yang diwujudkan dengan memberikan rezeki pada masyarakat melalui Ubarampe gunungan yang berupa hasil bumi dari tanah Mataram,”paparnya.(Raja)