Sumbar.KabarDaerah.com– Polri seharusnya bekerja dengan aturan perundang-undangan, setiap langkah Polri dalam bekerja diatur oleh berbagai aturan perundang-udangan. sebagai contoh perkapolri, perkaba dan lain-lain.
Tugas dan wewenang Polri sudah jelas terdapat dalam UU Kepolisian,
Langkah untuk melakukan proses hukum perkara yang dilaporkan adalah:
Laporan/Pengaduan :
- Masyarakat melapor dilindungi UU,
- SPKT membuatkan surat tanda terima laporan jika perkara delik aduan maka harus dilakukan pengaduan oleh orang yang dirugikan, jika perkara yang dilaporkan pidana murni atau delik biasa maka penyidik langsung melakukan penyelidikan dengan 7 langkah atau cara (Perkapolri nomor 6 tahun 2016)
Surat Perintah Penyelidikan dengan syarat: Laporan Masyarakat tercatat di data base Kepolisian.
Proses penyelidikan
- Surat perintah melakukan penyelidikan, keluar Surat Tugas
- Kumpulkan bukti-bukti, semua yang bisa memberikan informasi tentang tindak pidana terkait.
- Lakukan olah TKP, kumpulkan data-data yang dibutuhkan
- Buat kesimpulan hasil penyelidikan lakukan gelar perkara
- Dari hasil penyelidikan —> perkara bukan tindak pidana atau perkara tindak pidana.
- Jika perkara pidana lanjut ke tahap penyidikan jika tidak maka perkara dihentikan. dilanjutkan ke tahap penyidikan dengan syarat minimal 2 alat bukti yang cukup, kemudian penetapkan tersangka.
- Jika Alat bukti tidak ada, perkara lanjut ke penyidikakn(karena tugas Polisi mengumpulkan alat bukti) dan lakukan penyidikan secara transparansi dan berkeadilan.
Dalam hal ini perkara tergolong kepada kejahatan/delik :
- Alat bukti lebih dari cukup
- Tersangka ada (subjek)
- Lokus (TKP jelas)
- Ada yang dirugikan
- Persyaratan formal terpenuhi/KUHP sudah dibuat aturan peundang undanganya
- Sehingga perkara tindak pidana digolongkan sangat mudah waktu penyidikannya hanya beberapa hari saja.
Jika Polri mematuhi aturan yang telah dibuat negara, Polri tinggal melaksanakannya dengan benar tidak perlu mencla mencle. Polri langsung kepada unsur perkara, terpenuhi atau tidak, bukti bukti merupakan tugas penyidik Polri untuk mengumpulkannya.
jika alat bukti belum ada maka yang perlu dipertanyakan tentunya adalah kredibilitas penyidik yang menaggani perkara. Kemudian penyidik seharusnya bekerja sesuai KUHAP dan Perkapolri, bukan dengan perkaba karena laporan yang dilakukan bukan laporan masyarakat dan bukan delik aduan.
Polri dilarang
Pasal 10
(1) Setiap Pejabat Polri dalam Etika Kelembagaan, dilarang:
Melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan/atau standar operasional prosedur, meliputi:
-
- Penegakan hukum
- Pengadaan barang dan jasa
- Penerimaan anggota Polri
- Pendidikan pengembangan
Penerbitan dokumen dan/atau produk Kepolisian terkait pelayanan masyarakat; dan Penyalahgunaan barang milik negara atau barang yang dikuasai secara tidak sah; Menyampaikan dan menyebarluaskan informasi yang tidak dapat dipertangung jawabkan kebenarannya tentang Polri dan/atau pribadi pegawai negeri pada Polri;
Menghindar dan/atau menolak Perintah Kedinasan dalam rangka Pemeriksaan internal yang dilakukan oleh fungsi pengawasan terkait dengan Laporan atau Pengaduan masyarakat;
menyalahgunakan kewenangan dalam melaksanakan tugas kedinasan;
- Melaksanakan tugas tanpa Perintah Kedinasan dari pejabat yang berwenang, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
- Melakukan permufakatan, Pelanggaran KEPP atau disiplin atau tindak pidana
Larangan dalam penegakan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1, dapat berupa:
- Mengabaikan kepentingan pelapor, terlapor, atau pihak lain yang terkait dalam perkara yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- Menempatkan tersangka di tempat bukan rumah tahanan negara/Polri dan tidak memberitahukan kepada keluarga atau kuasa hukum tersangka;
- Merekayasa dan memanipulasi perkara yang menjadi tanggung jawabnya dalam rangka penegakan hukum;
- Mengeluarkan tahanan tanpa perintah tertulis dari penyidik, Atasan penyidik atau Penuntut umum, atau hakim yang berwenang;
- Melakukan Pemeriksaan terhadap seseorang dengan cara memaksa, intimidasi dan atau kekerasan untuk mendapatkan pengakuan;
- Melakukan penyidikan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan karena adanya campur tangan pihak lain;
- Menghambat kepentingan pelapor, terlapor, dan pihak terkait lainnya yang sedang berperkara untuk memperoleh haknya dan/atau melaksanakan kewajibannya;
- Mengurangi, menambahkan, merusak, menghilangan dan/atau merekayasa barang bukti;
- Menghambat dan menunda waktu penyerahan barang bukti yang disita kepada pihak yang berhak/berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- Menghambat dan menunda waktu penyerahan tersangka dan barang bukti kepada jaksa penuntut umum;
- Melakukan penghentian atau membuka kembali penyidikan tindak pidana yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- Melakukan Pemeriksaan di luar kantor penyidik kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
- Melakukan keberpihakan dalam menangani perkar (3) Larangan dalam melaksanakan tugas pengadaan barang dan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 2 dapat berupa:
- Memberikan fakta, data dan informasi yang tidak benar dan/atau segala sesuatu yang belum pasti atau diputuskan;
- Saling mempengaruhi antar personel Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa dan pihak yang berkepentingan lainnya, baik langsung maupun tidak langsung yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat; dan
Demikian dijelaskan agar masyarakat mengetahui tapi kenapa mereka yang ditugaskan masih saja mencari jalan yang lain. Perkaba dibuat oleh Kabareskrim, aturan tersebut jauh dibawah perkapolri apalagi UU. ketika perkaba dilaksanakan UU tidak terlaksana. bisa kita telaah, Apakah perkaba tersebut layak dijadikan penghalang karena personel tidak punya kemampuan????