Pimpinan Polri Harus Jeli Melihat, Beda MELAPOR dan MENGADU

KabarDaerah.com –  Berikut ini adalah hasil wawancara dengan ketua LSM KOAD yang disuguhkan sebagai pedoman bagi masyarakat, berikut hasil wawancara tersebut:

Redaksi KabarDaerah menyajikan tampilan yang berbeda dengan media media online lain, dimana dalam pemberitaannya sebelumnya KabarDaerah.com telah melakukan wawancara dengan ketua LSM KOAD berikut hasil wawancara tersebut dikatakan ketua LSM KOAD:

Polda Sumbar, Polresta Padang dan Polsek Kuranji terkait perkara Bypass Teknik, bahwa mereka tidak tau, bahwa pelapor adalah korban tindak pidana, mereka tidak sadar bahwa untuk membuktikan berbagai pelanggaran yang terjadi, yang dilakukan oknum oknum petugas sangat sulit.

Apalagi jika sudah melibatkan sistem yang berlaku, katanya sangat sangat sulit. Mulai dari, mngumpulkan data, bukti bukti serta aturan UU yang dilanggar.

Karena oknum Polri dalam ini disebut oknum petugas. Telah secara bersama sama menghalangi perkara yang dilaporkan masyarakat. Mari kita simak bagaimana cara oknum petugas tersebut:

  1. Melapor dialihkan ke Pengaduan, ini adalah pola pelaksanaan penyimpangan yang dilakukan. dimana seharusnya melapor merupakan hak dari masyarakat. berdasarkan pasal 108 KUHAP ayat 1-6.
  2. Dialihkan ke Pengaduan, ketika masyarakat melapor ke SPKT Polri wajib menerima laporan tersebut(pasal 108 ayat 6). Sehingga ketika dialihkan ke pengaduan, menjadikan UU dilanggar oleh oknum Polri. Hal ini bukan masalah kecil, karena berlaku bagi seluruh pelapor tindak pidana.

Mari kita telusuri, Melapor tindak pidana seharusnya tidak sulit. pada prinsipnya UU/KUHAP sudah mengatur sedemikian rupa. seharusnya Polri harus berterimakasih kepada pelapor. bukannya dialihkan kepengaduan, lalu diminta pengadu melengkapi segala sesuatu.

Hal ini jelas tidak dibenarkan oleh UU/KUHAP, Perkapolri. Lalu ketika melapor tidak bisa dilakukan/karena sudah mengadu. hal ini adalah suatu kesalahan (pelangaran KEPP).

Melapor dan mengadu jelas tidak sama. ketika melapor tidak bisa diterima dan dialihkan ke pengaduan. dasar adalah Perkaba tata cara pelayanan pengaduan masyarakat.

SOP yang berlaku di SPKT jelas bukan untuk mempersulit masyarakat dalam melapor. SOP punya tujuan untuk mempermudah masyarakat, hanya saja digunakan oleh oknum Polri untuk suatu tujuan tertentu.

Katakanlah melapor pasal yang disangkakan pasal 362 KUHP, ketika kita melakukan diskusi dengan Bagwassidik dikatakannya bahwa antara penggelapan dan pencurin beda tipis. sebenarnya antara penggelapan dan pencurin berbeda jauh  dimana penggelapan dilakukan dengan hak sedangkan pencurian tanpa hak.

Jadi pendapat mereka, umumnya Polri tidak mengetahui hal tersebut, banyak mereka yang menyamakan antara pencurian dan penggelapan adalah beda tipis atau hampir sama.

Sehingga ketika menghadapi pelapor yang paham dengan kontruksi hukum kejadian, kebanyakan mereka binggung, pada hal TEMPUS DELITY dan LOKUS DELITY sangat berpengaruh terhadap suatu kejadian. perkara yang dilaporkan juga berbeda. tiga pengaduan yang dilaporkan saja tidak selesai penyelidikannya, sedangkan laporan yang kami laporkan berikut terkait tidak bisa melapor diminta mengadu, mengadupun kemudian diabaikan Polda Sumbar.

Ada juga yang mengatakan bahwa jika sudah dilaporkan tentang suatu kejadian di suatu lokasi, tidak boleh ada lagi laporan lainnya, neb is in idem. hal itu juga petugas asal asalan menerapkan aturan UU, mereka mungkin tidak mempelajari terlebih dahulu tentang hal tersebut. sehingga ketika dilaporkan ke Bidpropam, Bidpropam, menolak karena laporannya sama.

Sebagai contoh Putusan Mahkamah Agung RI No. 588 K/Sip/1973, tanggal 3 Oktober 1973 menyatakan “Karena perkara ini sama dengan perkara yang terdahulu, baik dalil gugatannya maupun objek perkara dan penggungat-penggugatnya, yang telah mendapat keputusan Mahkamah Agung tanggal 19 Desember 1970 No. 1121 K/Sip/1970 No. 350 K/Sip/1970, seharusnya gugatan dinyatakan tidak dapat diterima, bukannya ditolak.

Dalam hal ini kita harus mengacu kepada pengaduan, karena laporan bukan pengaduan jadi tidak bisa disebut Ne bis In Idem. terkait pelimpahan perkara yang telah dilaporkan Bidpropam tidak bisa mengatakan demikian.

Jika kita teliti kata demi kata, perkara yang sama tidak bisa diadili dipengadilan dua kali.

Jika hal itu benar benar sudah dilakukan pemerikasaan. Terkait hal ini tentunya tidak demikian, karena Bidpropam telah melakukan penyelidikan dengan sengaja menyebuyikan bukti hukum.

Apalagi melapor sengaja dialihkan pengaduan, bukan untuk kepentingan penegakkan hukum, tapi untuk kepentingan lain. (Red)