Perkara Bypass Teknik Ditahan Polresta Padang dan Polda Sumbar, Ketua DPW FRN Minta Ketum FRN Fast Respon Counter Polri Tindak Lanjuti Ke Kapolri

KabarDaerah.com – Ketua Umum didampingi Sekjend Perkumpulan Wartawan Fast Respon, (PW FRN), membuat himbauan kepada masyarakat, agar tidak percaya dengan berita HOAX menyudutkan Polri.

” Kami siap sebagai mediator untuk menyampaikan aduan masyarakat ke Kapolri,” tegasnya.

Ciri ciri Berita hoax menurut Agus Flores, beritanya bersifat opini tanpa narasumber menjelaskan, tanpa konfirmasi kepada pihak dirugikan dan pemberitaan, sifatnya ujaran kebencian.
Agus Flores yang dikenal Ketua Umum dan Dian Surahman Sekjend PW FRN menjelaskan pula, di zaman globalisasi digital media sosial ada saja merusak Polri.

Biasanya para aktivis dan LSM menghubungi dirinya ketika ada oknum aparat terlibat di PETI, bukan itu saja Jika para aktivis melakukan demonstrasi atau aksi soal PETI yang dihubungi adalah Agus Flores.

Siapa sih Agus Flores ??

Dia hanya seorang relawan Jokowi yang hidup sederhana, seorang pengacara di Plaza Indonesia dan mantan eks wasekjen KBPP POLRI bidang minerba .

Pernah diisuekan jadi calon terkuat wakil menteri ESDM, dan sering bisik bisikin Presiden Jokowi terkait Pertambangan di Indonesia yang bermasalah.

Disinggung soal kedekatan dengan Kapolri, dia hanya katakan dari lahir hingga berakhir hidupnya 80 persen darahnya turunan Polisi, wajar secara otomatis dirinya mencintai Polri .

Sedangkan disebut anak emasnya para jendral, Agus menafikan hal tersebut.

” Saya cuma anak kolong, nggak ada itu,” tegasnya.

Berikut ini dikutip dari javanetwork.co.id, Mengapa sampai muncul Fast Respon Nusantara ditengah Program Presisi Polisi.

Menurut pendiri Fast Respon Nusantara(FRN) Agus Flores SH MH, “salah satu kendala wartawan se-Indonesia adalah masih kurangnya pemahaman beberapa Kapolda dan Kapolres maupun Kapolsek terhadap tugas Jurnalis, sehingga WhatsApp atau telpon wartawan di reject beberapa Kapolda, Kapolres dan Kapolsek.

”Saya juga merasakan itu, Kapolda dan Kapolres Reject ketika saya telpon dan WhatsApp, dan saya tau orang orang itu,” tegasnya, Sabtu (29/10/2022).

Sehingga muncul sebuah wadah berbadan hukum yang namanya Fast Respon Nusantara (FRN) digunakan untuk para pekerja pers. Tujuan Fast Respon Counter Polri melakukan tindakan cepat terhadap pemberitaan terkait Polri.

Berita Polri yang berkesinambungan, tentang lambannya Polri dalam menangani laporan masyarakat harus dihentikan, dengan cara laporan segera ditindak lanjuti dengan benar, sesuai aturan hukum. jadi jika ada laporan tidak ditindak lanjuti Polri, perlu dikaji segera. apa yang menjadi penyebab.

”Saya rasa kali kedua ini, Kapolri menginstrusikan soal Handphone di reject ini, jangan sampai Kapolri bosan dengan wartawan FRN mengeluh soal ini,” tegasnya.

Sedangkan Kapolri Jenderal Drs Listyo Sigit Prabowo,M.Si meminta jajarannya yang menangani aduan ataupun laporan masyarakat lebih informatif, Sigit meminta masyarakat tak di-ghosting.

“Ditelepon, teleponnya di-reject. Ditelepon, diangkat, kitanya marah-marah. Kesan pelapor terhadap kita jadi semakin negatif, jadi kalau bahasa gaulnya itu jangan ghosting,” kata Sigit, seperti dilihat detikcom dalam akun Instagram listyosigitprabowo, Jumat (28/10/2022).

Sigit menekankan soal kesungguhan dalam melayani masyarakat. Dia pun meminta agar penjelasan-penjelasan yang diberikan polisi kepada masyarakat harus transparan dan rasional.

“Menunjukkan kesungguhan dalam memberikan pelayanan, harus bisa dijelaskan secara transparan dan rasional, dan memenuhi logika publik. Ini yang harus rekan-rekan lakukan,” sambung Sigit.

Sigit optimistis masyarakat akan kembali mempercayai Polri jika hal tersebut dilakukan.

“Karena dari keempat strategi tersebut, maka yang berkorelasi paling kuat terhadap peningkatan kepercayaan publik adalah procedural justice,” ucap Sigit.

Dia pun menerangkan sikap pelapor yang ingin tahu perkembangan kasusnya adalah sebuah kewajaran. Seseorang melaporkan masalahnya kepada Polri dengan harapan ada solusi, untuk masalah yang sedang dihadapi.

“Hal yang wajar kalau kemudian masyarakat menanyakan sampai dimana proses terkait dengan pengaduan ataupun pelaporan. Karena memang masyarakat mengharapkan ada progres, ada langkah-langkah lanjut,” imbuh Sigit.

Mantan Kabareskrim Polri ini lalu membeberkan kecenderungan sikap anggotanya saat menerima banyak laporan, maka akan mendahulukan yang dianggap prioritas.

“Kecenderungan dari rekan-rekan, karena menerima laporan banyak, pengaduan banyak, sehingga kemudian lebih mementingkan yang menjadi prioritas, meninggalkan hal-hal yang mungkin rekan-rekan anggap itu tidak prioritas. Tapi itu penting bagi masyarakat yang melapor,” ungkap dia.

“Akhirnya terjadi sumbatan komunikasi. Rekan-rekan menghindar tidak mau menemui sehingga kemudian kesan publik, kesan pelapor terhadap kita (Polri) jadi semakin negatif,” sambung Sigit.

Sigit kembali menggunakan istilah ghosting. Dia meminta jajarannya merespons dengan baik pertanyaan-pertanyaan publik.

“Jadi kalau bahasa gaulnya itu jangan ghosting, hadapi terkait dengan masalah-masalah yang memang harus dijawab. Prosedur yang saudara lakukan, ini masyarakat harus terinfo,” tutur dia.

Mantan Kadiv Propam Polri ini menjelaskan kewenangan Polri dalam penanganan perkara memang dibatasi undang-undang.

Oleh sebab itu, kendala-kendala dalam penanganan laporan harus dikomunikasikan dengan baik oleh pelapor, bukan sebaliknya.

“Karena memang kita dibatasi dengan aturan, dengan undang-undang, sehingga tentunya tidak semuanya bisa kita lakukan. Tapi terkait dengan kesulitan-kesulitan tersebut dikomunikasikan. Sehingga kemudian, masyarakat memahami dan kemudian kita bisa saling melengkapi,” pungkas Sigit.

Terkait dengan berita yang tayang di KabarDaerah.com terkait Laporan Pidana Bypass Teknik, ketua FRN Fast Respon Counter Polri DPW Sumbar, meminta Kapolri Jendral (Pol)Drs Listyo Sigit Prabowo SIK, jangan mau dibohongi anggota Polda Sumbar, serius dalam meneliti laporan yang telah dilakukan LSM KOAD ke mabes Polri.

setidaknya Delapan surat laporan engaduan, semua sudah ditanggapi dengan melimpahkan ke Polda Sumbar. Hanya saja Polda Sumbar sengaja menyelewengkan, mereka tidak ingin kebohongan PJU sebelumnya terbongkar.

Menanggapi hal ini, kata ketua FRN fast Respon Counter Polri DPW Sumbar, ” jika mabes Polri tidak jeli dengan surat surat yang telah dikirim Polda Sumbar sebagai jawaban surat Itwasum mabes Polri.

Ada tiga poin yang paling penting dalam perkara ini:

Pertama, surat Bidpropam tanggal 5 Agustus 2022 dan Surat Telegram Kapolda Sumbar tanggal 6 Januari 2023, kedua surat tersebut sengaja diabaikan oleh Kapolsek Kuranji dan Kapolresta Padang dan Polda Sumbar. Sedangkan Polda dalam hal ini Bidpropam Polda Sumbar pura pura tidak mengetahui surat Bidpropam tanggal 5 Agustus 2022 dan Surat Telegram Kapolda sumbar tanggal 6 Januari 2023 di abaikan bawahan mereka.

Kedua, Laporan Polisi nomor LP/B/28/II/2023/SPKT Polda Sumbar tanggal 10 Februari 2023 sengaja dibuat tidak berproses dengan alasan keterangan ahli. Pada hal tiga alat bukti telah didapat jika penyelidikan dilakukan dengan benar.

Begitu juga dengan surat laporan masyarakat pemalsuan surat dan pemalsuan nama Toko Bypass Teknik di Lima Puluh Kota tanggal 21 Maret 2023, juga diabaikan Polresta Padang dan Polda Sumbar.

Hal ini merupakan petunjuk bahwa Tindak Pidana Bypass Teknik tidak boleh berproses, oleh sebab itu jika dicari alasan yang wajar dan memungkinkan agar menghentikan perkara dapat dibenarkan secara hukum.

Namun hal itu malah membuat Institusi Polri seperti dipermainkan oleh oknum Aparat Penegak Hukum di Polda Sumbar, yang seharusnya menjaga marwah institusi Polri justru telah menjatuhkan ketingkat yang paling rendah. mereka secara bersama sama telah berbohong demi tertutupnya perkara ini.

Ketiga, kebohongan yang telah dibuat untuk mengagalkan tiga pengaduan sebelumnya. Tidak kurang sepuluh kebohongan yang dilakukan Polsek Kuranji, Polresta Padang dan Polda Sumbar.

Terakhir dua saksi ahli, satu Doktor hukum Fitriati SH MH dan seorang Profesor Hukum terpaksa tumbang. karena membela perbuatan salah oknum Polri.

Seharusya seluruh anggota Polri yang terlibat dalam menghalangi proses hukum perkara ini, harus dihukum karena melanggar perkapolri nomor 7 tahun 2022. mereka bersama sama berkolaborasi menerbitkan banyak dokumen yang isinya kebohongan. dari sisi penegakkan hukum mereka telah mengabaikan hak pelapor.

Sementara Kapolda Sumbar, awalnya sangat prihatin dengan keadaan ini, namun seiring berjalannya waktu membuat Kapolda Sumbar menghadapi dilema, tinggal pilih membiarkan perkara ini berproses atau membenarkan perkara ini terhalang.

Pilihan berat ini semata dilakukan demi nama baik institusi Polri (PJU Polda Sumbar), dan melindungi enam pejabat utama yang telah dimutasi.

Sangat disayangkan ketika mereka, para penghalang memang telah dimutasi, namun perkara masih dibiarkan tertahan oleh Polresta Padang dengan alasan keterangan ahli.

Dikatakan ketua Fast Respon Counter Polri DPW Sumbar, “jangan biarkan Polri dimanfaatkan oleh oknum yang merusak nama baik instutsi Polri.

Di negara ini sebagai penegak hukum bukan hanya Polri, tapi ada Jaksa Penuntut Umum, ada Pengacara dan Hakim di pengadilan.

Oknum Polri yang dengan sengaja membuat perkara tertahan di Kepolsian, hanya bisa dipahami oleh orang yang tidak mengerti hukum, akibatnya tentu harus menanggung akibat tidak bisa melapor.

“Dalam hal ini penyidik Polri sengaja tidak memakai aturan hukum. Semua aturan justru diabaikan oknum tersebut.

Justru, hal ini tidak boleh dibiarkan, pelapor punya hak melaporkan tindak pidana, penyidik Polri bertugas menerima laporan, mengumpulkan alat bukti, dan membuat terang perkara Pidana.

Bukan seperti yang dikatakan penyidik Polresta Padang, dimana semua bukti harus disediakan oleh pelapor, Penyidik hanya membantu, penyidik punya kewenangan melakukan penyelidikan jika alat bukti mencukupi bisa menaikkan ke penyidikan, bisa mencari bukti bukti yang tersebunyi berupa petunjuk, dan itu dilakukan saay penyelidikan dan penyidikan, jika penyidik polri yang tidak mau melakukan proses hukum masyarakat bisa apa??”, kata ketua FRN.

“enak bener jadi Polri, mereka tidak sadar bahwa dana Polri tahun ini Rp.116Trilyun, gaji oknum Polri tidak bisa ditunda vahkan mereka terima remonerasi, perkara masyarakat justru seenaknya ditahan, seenanknya menghalangi perkara masyarakat, walau dengan alasan bohong secara bersama sama”, kata ketua Fast Respon Couter Polri DPW Sumbar.

Lanjutnya, “hal itu sangat tidak wajar, dimana Polri lah sebenarnya yang ditugaskan oleh negara, Polri yang ditugaskan untuk mengungkap perkara pidana”, kata Ketua FRN Fast Respon Counter Polri DPW Sumbar)

“Oknum anggota Polri yang demikian itu sebenarnya lebih jahat dari penjahat sebenarnya, bagaimana tidak, gaji mereka untuk melakukan tugas dan fungsi Polri, yang dilakukannya kebalikan dari tugas tersebut. mereka sengaja membiarkan kejahatan terjadi setiap hari.

Ketua Fast Respon Counter Polri DPW Sumbar minta mabes Polri memberikan sanksi tegas dan setimpal kepada para pelaku pelanggar aturan tersebut. Mulai dari tidak menerima laporan, menghalangi proses hukum, sampai menghentikan perkara dengan seenaknya.

Dalam hal menghalangi perkara ini, Pimpinan Polda Sumbar Irjen (Pol)Teddy Minahasa, Wakapolda Sumbar Brigjen(Pol)Edi Mardianto, SIK, adalah orang paling bertanggung jawab. dalam mengahalangi perkara ini. Berikutnya, Dirreskrim Polda Sumbar yang lama Kombes (Pol)Sugeng Hariadi SIK, dan yang menggantikan Kombes Andry K SIK, berikutnya Akbp Hendri Yahya Bagwassidik Polda Sumbar dan para koleganya. Selanjutnya Kompol(Pol)Dedy Adriansyah, SIK, Kasatreskrim Polresta Padang, Kapolresta yang telah dimutasi Kombes(Pol)Imran Amir SIK, Kombes Fery Harahap SIK Kapolresta Padang , Kanit Reskrim Desrizal dan Kanit reskrim Kapolsek Kuranji dan penyidik Polsek Kuranji.

Lanjutnya, ” hebat benar tingkah Aparat Penegak Hukum ini, kok bisa, Institusi Polri dipakai untuk berbuat lazim. Hak pelapor diabaikan, artinya perkapolri nomor 7 tahun 2022 tidak berati buat mereka.

Penjahat dilindungi, kejahatan dibiarkan terjadi terus-menerus tanpa bisa dihentikan. Lalu apa untungnya ada Polda Sumbar, jika ulah mereka seperti ini”, kata ketua Fast Respon Couter Polri DPW Sumbar.

Lanjutnya, “tidak ada kata kata yang pantas diucapkan, ‘mohon hukuman yang pantas harus mereka terima, sesuai dengan aturan hukum’, semoga Kapolri membaca berita ini”, kata ketua FRN Fast Respon Counter Polri DPW Sumbar.(Red)