Dinilai Tidak Peka, Masyarakat Banyak yang nganggur Malah Pakai TKA

INTERNASIONAL18 Dilihat

DKI.KABARDAERAH.COM- Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon, menyatakan, pengawasan terhadap tenaga kerja asing di Indonesia juga semakin lemah, karena kini pengawasan ketenagakerjaan dipindahkan ke level provinsi, bukan lagi di kabupaten/kota.

“Dulu saja, waktu pengawasannya masih ada di kabupaten/kota, ada sekitar 150 kabupaten dan kota yang tak memiliki pengawas. Beleid ketenagakerjaan yang baru ini benar-benar tak punya kontrol,” ujar Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, Jumat.

Hal itu ia sampaikan mengkritisi relaksasi aturan tenaga kerja asing (TKA) yang dilakukan oleh pemerintah. Menurutnya, Perpres No 20/2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing tak berpihak pada kepentingan tenaga kerja lokal.

“Saya menilai pemerintah tidak peka terhadap kepentingan tenaga kerja kita. Di tengah kenaikan jumlah kasus PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) di tanah air, dari sebelumnya 1.599 kasus pada 2016 menjadi 2.345 kasus pada 2017, pemerintah malah memberi keleluasaan aturan ketenagakerjaan bagi orang asing,” singgungnya.

Dan ini, menurutnya, bukan kali pertama pemerintahan Joko Widodo menerbitkan beleid yang tak berpihak pada kepentingan buruh lokal.

Pada tahun 2015, pemerintah juga telah mengubah Permenakertrans No 12/2013 yang isinya mengatur tentang syarat memiliki kemampuan berbahasa Indonesia bagi tenaga kerja asing. Ketentuan ini telah dihapus oleh pemerintah melalui Permenakertrans No 16/2015. Pekerja asing kini tak lagi diwajibkan memiliki kemampuan berbahasa Indonesia.

“Lha, para pekerja kita saja saat hendak bekerja ke Timur Tengah, Hongkong, Taiwan, atau Jepang mereka dituntut untuk menguasai bahasa setempat, kok ini pemerintah kita malah bukan hanya tak mewajibkan tenaga kerja asing untuk berbahasa Indonesia, kita juga memberi fasilitas bebas visa ke mereka. Ini, kan, tidak adil. Dan ketidakadilan itu dibuat oleh pemerintah kita sendiri,” kritis keras Fadli.

Selain tak sesuai ketentuan UU Ketenagakerjaan, perubahan itu dinilainya juga tak sesuai dengan UU No 24/2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, dimana di dalamnya disebutkan kewajiban bagi tenaga kerja asing untuk berbahasa Indonesia.

“Ingat, bahasa Indonesia bukan hanya wajib digunakan dalam komunikasi resmi di lingkungan pemerintahan, tapi juga di semua lingkungan kerja swasta yang ada di Indonesia,” imbuhnya.

“Saya kira kebijakan-kebijakan tadi tak boleh dibiarkan tanpa koreksi. Itu semua harus segera dikoreksi,” tambahnya.

Ia menyebut, DPR sebenarnya pernah membentuk Panja Pengawas Tenaga Kerja Asing. Tapi rekomendasinya diabaikan. Jadi, bila perlu nanti kita usulkan untuk dibentuk Pansus mengenai tenaga kerja asing, agar lebih punya taring. ***

(resty/rel)