Memahami Pentingnya Komunikasi Budaya

OPINI & ARTIKEL105 Dilihat

Oleh: Prof Emeraldy Chatra

Kajian Komunikasi Budaya (Kobud) adalah sebuah kajian khusus ilmu komunikasi yang berangkat dari perspektif yang menjelaskan bagaimana komunikasi digunakan sebagai instrumen sosial agar budaya sebuah masyarakat tetap hidup dan berkembang, tidak dikooptasi oleh budaya lain. Kobud mengadopsi pandangan paradigma kritis. Dengan demikian kajian mempunyai misi mempelajari secara teoretis maupun praxis komunikasi yang bertujuan memelihara, membangun dan mewariskan budaya dari satu generasi ke generasi lain.

Kobud mempunyai asumsi bahwa budaya sebuah masyarakat dapat berubah dan hilang karena dominasi budaya lain yang tidak dapat dilawan. Dominasi itu semakin besar ketika teknologi komunikasi berkembang pesat dan media sosial semakin luas jangkauannya. Akibat dominasi dari budaya global sangat serius terhadap pertahanan dan perkembangan budaya lokal.

Kobud memberi perhatian yang besar terhadap kontestasi budaya global versus budaya lokal yang memosisikan budaya lokal sebagai pecundang yang bergerak menuju kehancuran. Sebagai kajian kritis maka Kobud mempunyai tugas merumuskan langkah-langkah praxis untuk memperkecil dampak dominasi budaya global dan memperkuat pertahanan budaya lokal tersebut. Strategi besarnya, praxis dibangun di atas konsep komunikasi masyarakat lokal yang mendapat tekanan dari praxis komunikasi global.

Kedua, teori dan konsep komunikasi tidak dapat dipisahkan dari praxis-nya. Konsep dan disain praxis harus selalu sejalan dengan teori yang dibangun berdasarkan kajian lapangan. Tanpa mengaitkan teori dengan praxis maka Kobud hanya menyuguhkan wacana yang tidak jelas manfaatnya. Padahal kajian komunikasi, apapun namanya, harus selalu memperhatikan nilai guna akademik sekaligus praktis atau praxis dari kajian tersebut.

Dalam nilai guna akademik berarti pangkaji Kobud musti dapat mengonstruksi berbagai konsep akademik yang berkaitan dengan fokus kajiannya. Konsep-konsep itulah kelak yang menjadi alat bantu dalam mengungkap fenomena komunikasi budaya yang berlangsung di tengah masyarakat.

Sementara dalam nilai guna praxis Kobud harus berupaya membangun disain program untuk memperkuat dan mendinamisasi budaya lokal agar dapat bertahan dari serbuan budaya dominan. Misalnya, bagaimana disain program komunikasi untuk melindungi masyarakat dari penyebaran ideologi seks bebas, pornografi, LGBT, demokrasi liberal, tipu daya kapitalis global, dll. Di samping itu dibuat pula disain program komunikasi untuk memperkuat kohesivitas masyarakat, menumbuhkan semangat menjaga lingkungan, mendorong inovasi dan pemanfaatan teknologi mutakhir, menumbuhkan kader-kader pemimpin yang pro-rakyat, dsb.

Apakah itu berarti Kobud melanggar azas netralitas ilmu pengetahuan dalam menghadapi masalah sosial?

Benar, sengaja dan secara sadar melanggar. Sebab netralitas itu sebuah jebakan saja, yang menyebabkan ilmu pengetahuan tinggal sebagai wacana dan tidak bermanfaat. Ilmu pengetahuan jadi terlalu banyak deskripsi dan teori tapi gagap ketika ditanya apa manfaat deskripsi dan teori itu bagi masyarakat. Agar berguna, ilmu pengetahuan harus berpihak kepada kelompok subordinat yang dizalimi dan ditindas.

Netralitas hanya membuka peluang kepada kekuatan dominan dalam menjalankan agenda-agenda eksploitasi dan penzaliman terhadap kelompok-kelompok yang lebih lemah. Dalam hal ini, masyarakat kebudayaan lokal. Tidak ada netralitas yang benar-benar netral, karena sejatinya netral itu tetap berpihak, tapi berpihak kepada kelompok dominan hegemonik.

Ketiga, satu bagian yang ‘mengganjal’ dalam pengembangan Kobud adalah kurangnya perhatian akademisi komunikasi terhadap budaya yang berakibat pada minimnya literatur maupun laporan-laporan penelitian yang menggunakan perspektif ilmu komunikasi. Apalagi yang menyangkut budaya masyarakat lokal seperti di Indonesia. Kebanyakan kajian budaya lokal dilakukan oleh para antropolog atau sosiolog, dan pada umumnya penelitian mereka kurang banyak menyentuh aspek komunikasi.

Untuk mengatasi kelangkaan referensi para pengkaji Kobud diminta agar intensif melakukan penelitian terhadap praxis komunikasi di tengah masyarakat, terutama sekali yang berkaitan dengan nilai-nilai budaya dan pewarisannya. Penelitian juga harus dilakukan untuk memperkaya pengetahuan tentang isu-isu lokal yang mampu mendinamisasi komunikasi sehingga aktivitas berbagi (sharing) pengetahuan di tengah masyarakat dapat meningkat dibandingkan biasanya.

Isu-isu tersebut dapat ditelusuri pada aktivitas keseharian seperti aktivitas ekonomi, pendidikan, keluarga, keagamaan, pemerintahan, dll. Tugas pengkaji adalah menemukan isu-isu yang dianggap penting dan paling penting oleh masyarakat, yang apabila disodorkan kepada mereka akan mendorong masyarakat melakukan komunikasi.

Keempat, demikianlah garis besar Kobud yang akan kita kembangkan. Kobud selanjutnya akan menjadi ‘menu utama’ dari Sekolah Komunikasi Limau Manis.

Sebagai kajian baru perkembangannya tentu sangat tergantung kepada intensitas para pengkaji dalam melakukan penelitian dan mempublikasikan hasil penelitian mereka. Namun diharapkan para pengkaji tidak hanya terperangkap di dalam tumpukan data-data empiris. Kobud juga mesti kaya dengan konsep-konsep akademik yang komprehensif. **

( Penulis adalah Akademisi Universitas Andalas)