Mengenal Elesta Pilot Cantik Penakluk Langit Indonesia

DAERAH256 Dilihat

DKI.KABARDAERAH.COM– Nama Elesta Apriliana Wulansari mungkin sudah tidak asing lagi di dunia penerbangan. Pengalaman terbang pilot muda nan cantik asal Indonesia itu tak perlu diragukan lagi. Melintasi rute ekstrem di wilayah Timur Indonesia sudah cukup membuatnya dijuluki pilot tangguh.

Elesta sudah bisa mengemudikan pesawat sejak usia 17 tahun. Hebatnya, gadis 23 tahun itu bisa melakukannya tanpa didampingi instruktur. Pesawat jenis Cessna 172 menjadi armada pertama yang dikemudikannya.

”Aku lulus SMA cuma ada dua pilihan. Kalau nggak kerja, maka aku cari pendidikan yang memberikan fasilitas asrama. Waktu itu aku tinggal dengan kakek. Akhirnya langsung masuk sekolah pilot di Nusa Flying International yang di Halim,” ujar Elesta.

”September 2012, aku simulator, selesai Oktober. November base training. Desember (2012, red) mulai bawa penumpang. Pertama kali bawa penumpang itu untuk tujuan Ambon,” sambungnya.

Bukan cuma itu saja prestasi Elesta. Di usianya yang masih muda, ia sudah pernah mendapat penghargaan dari MURI sebagai pilot wanita termuda kala itu. ”Dahulu memang ditawari MURI dicatatin saja datang ke Semarang. Karena sebelumnya nggak ada, paling muda umur 20-21 tahun,” tambahnya.

Prestasi itu tak membuat Elesta cepat puas diri. Satu mimpi yang mungkin belum terwujud sampai saat ini adalah kuliah. ”Aku ingin kuliah sih, ada beberapa jurusan yang ingin aku pelajari. Semoga saja bisa aku lakukan dalam waktu dekat,” paparnya. Cuaca yang sering berubah serta banyaknya bukit dan pegunungan, membuat rintangan penerbangan di wilayah Papua sangat tinggi. Elesta yang merupakan pilot dari maskapai Trigana Air itu mengakui rintangan penerbangan di kawasan Timur Indonesia berbeda dengan wilayah lainnya. Cuaca dan kondisi geografis lah yang membedakan hal tersebut.

”Track-nya berat. Untuk dibandingkan Jakarta, Papua yang menjadi rute terbang aku memang daerah hazard (rintangan, red)- nya tinggi. Karena kalau di sana perubahan cuaca cepat,” terangnya.

Belum lagi, lanjutnya, infrastruktur penerbangan di kawasan Timur Indonesia masih minim. Karenanya selain perlu hafal kondisi geografis, maka setiap penerbang juga perlu berkomunikasi setiap waktu dengan pesawat lain untuk memastikan jalur yang dilewatinya aman, baik dari pesawat maupun keadaan cuaca.

”Setiap bandara belum ada navigasi yang lengkap. Kita komunikasi sesama pesawat. Tantangan di sana pilot harus hafal benar wilayah yang menjadi rute terbangnya. Misal terbang dari Jayapura, harus hafal gunung, ketinggiannya berapa dan biasanya sudah kita koordinasikan dengan pesawat lain,” jelasnya.

Meski begitu, ia mengaku pernah hampir mengalami suatu insiden fatal dengan pesawat lain karena faktor cuaca di kawasan Indonesia Timur. Namun karena kesigapan dan pengalaman yang dimilikinya, hal itu pun bisa dihindari.

”Saat itu cuacanya buruk, benarbenar nggak visual. Karena kita selalu komunikasi, jadi hal-hal seperti itu pada akhirnya bisa dihindari,” tutur gadis yang biasa mengendarai pesawat jenis ATR 42 dan 72 itu.

Wanita yang akan genap berusia 23 tahun pada 10 April itu mengimbau masyarakat tak perlu khawatir untuk menjalani penerbangan di Indonesia Timur. Sebab, seluruh sistem keselamatan transportasi udara sudah diterapkan. ***

(Resty/metropolitan)