Penghentian Penyelidikan Perkara Scafolding Diduga Ngawur, Selayaknya Proses Hukum Kembali Berjalan

Sumbar.KabarDaerah.com – Dalam ilmu hukum pidana jika sebuah objek yang disidik tidak termasuk perbuatan pidana, maka proses penyidikan yang sudah diterbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) mutlak tidak bisa dibuka kembali.

Demikian yang dikatakan oleh Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mudzakir di Jakarta, Rabu (01/09/2021).

Karena sudah disimpulkan bahwa perbuatan tersebut bukan perbuatan pidana, atau dikenal dengan SP3 permanen. Namun, jika SP3 disebabkan karena kurang cukup bukti, maka bisa di-SP3 demi kepastian hukum.

Terkait Bypasss Teknik, baru ditingkat penyelidikan, diduga kuat proses penyelidikan tidak dilakukan sesuai aturan hukum, seperti, Belum dilakukan Laporan Polisi, Permintaan keterangan terhadap calon tersangka dan olah TKP belum dilakukan.

Pertanyaan berikutnya adalah apakah SP2Lid ini bisa dibuka kembali?

Karena alasannya belum ada alat bukti, seharusnya ketika alat bukti telah diserahkan tentunya harus kembali berproses. ketika penghentian penyelidikan diduga bukan atas dasar kepastian hukum maka selayaknya proses hukum kembali berjalan.

 

Paminal Polri dalam proses penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran kode etik yang diduga dilakukan penyidik diduga terganggu oleh kepentingan lain. setelah penanganan perkara dilakukan Propam Mabes seharusnya telah terjadi perubahan pola, ternyata tidak demikian. kata ketua LSM KOAD.

 

Terakit Perkara pengaduan yang TKP nya di Bypass Teknik.

Dalam Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP), Paminal Polri menyebut sudah melakukan penyelidikan. tetapi hasil akhirnya adalah direkomendasikan agar supervisi oleh wassidik Reskrimum Polda Sumbar.

 

Kata Indrawan kepada Media ini bahwa sikap bagian wassidik Reskrimum Polda Sumbar adalah dengan mengadakan klarifikasi, tergambar tujuan klarifikasi untuk melakukan penekanan kepada pelapor.

 

Tentunya hal ini sangat berlawanan dengan tugas polisi sebagai penyidik dimana polisi seharusnya mengayomi, melindungi dalam melakukan penegakkan hukum harus adil, kata Indrawan.

 

Jadi menurut saya kata Indrawan, walau telah ditangani oleh Propam, ketika tidak ditangani dengan profesional maka hasil yang didapat juga tidak maksimal.

 

Sepertinya ada yang disembunyikan, dengan tidak dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap pihak-pihak yang terkait dengan perkara.

 

Sebagai contoh kejadian di Polresta Padang,

Mulyadi  dua kali dipanggil oleh Polresta Padang, tetapi Mulyadi tidak bisa hadir guna memberikan keterangan. seharusnya panggilan ketiga Mulyadi dipanggil paksa, lantas yang terjadi adalah Kasat Reskrim terbitkan SP2lid. perkara dihentikan. ketika dimintai keterangan, Jawaban kapolres, kasat Reskrim, Panit dan penyidik berbeda-beda.

Alasan utama, Mulyadi adalah calon tersangka pencurian scafolding, bagaimana mungkin calon tersangka tidak dimintai keterangan lalu penyelidikan dihentikan.

Polisi bisa saja bertindak semaunya, jika masyarakat tidak mengetahui. berbeda jika masyarakat yang sadar hukum.

Lalu kemudian ujuk-ujuk Kasat Reskrim Polresta Padang terbitkan SP2Lid, dengan alasan belum ada alat bukti. pada hal bukti sangat banyak hampir 25 item surat, mulai dari bukti usaha sampai kepada bukti lain.

 

Selanjutnya yang paling penting, sepertinya terlupakan oleh kasat Reskrim Polresta Padang, bahwa Mulyadi bukan siapa siapa, Mulyadi adalah pihak lain dalam usaha Toko Bypass Teknik.

 

Menetapkan seseorang menjadi tersangka merupakan hal yang cukup mudah di Indonesia, cukup dengan sebuah laporan polisi dan satu alat bukti yang sah saja, seseorang bisa langsung menyandang status tersangka. Mana mungkin Kasat Reskrim bisa menetapkan tersangka, jika laporan polisi tidak diterbitkan.

 

Hukum acara pidana sering  diterapkan berdasarkan penafsiran hukum yang berbeda-beda oleh oknum penegak hukum. kadang ilmu mereka terbatas, akhirnya terpaksa saling melindungi.

 

Akibat kelengahan Kasat Reskrim Polresta Padang, sampai hari ini Polisi seolah oleh membiarkan kejahatan terjadi setiap hari. dimana barang bukti dibiarkan dijual oleh pelaku bahkan bersama sama.

 

Mengenai Penetapan status Tersangka, sampai dengan saat ini hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia adalah UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang kemudian disebut dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

 

Definisi tersangka sangat jelas diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 14 KUHAP yang menyebutkan bahwa:

 

“Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana”.

 

Selanjutnya definisi tersangka dengan rumusan yang sama diatur pula dalam ketentuan Pasal 1 angka 10 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana (Perkap No. 14 Tahun 2012).

 

Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 14 KUHAP tidak secara spesifik diatur di dalam KUHAP. Definisi itu justru diatur dalam Pasal 1 angka 21 Perkap No. 14 Tahun 2012 sebagai berikut:

 

“Bukti Permulaan adalah alat bukti berupa Laporan Polisi dan satu alat bukti yang sah, yang digunakan untuk menduga bahwa seseorang telah melakukan tindak pidana sebagai dasar untuk dapat dilakukan penangkapan.”

Berikut bukti yang dimaskud Kasat belum ada:

Dengan dugaan perbuatan pidana sebagai berikut Tepat kejadian adalah usaha TOKO BYPASS TEKNIK jalan Bypass KM 13 Sei Sapih Padang.

Berikut saya akan lampirkan foto copy berbagai surat sebagai bukti laporan yang akan saya serahkan kemudian:

  1. Surat Perjanjian Kerjasama (antara Rusdi dengan Indrawan)
  2. Surat Keterangan Usaha dari Lurah Sei Sapih Kecamatan Kuranji 19-11-2021
  3. Surat Keterangan Usaha dari Lurah Sei Sapih Kecamatan Kuranji 9-12-2021
  4. Pengesahan Badan Usaha toko Bypass Teknik oleh Kemenkumham
  5. Akta Notaris Pendirian Perusahaan PT Toko Bypass Teknik
  6. Nomor NPWP PT Toko Bypass Teknik : 098.837.2.201.000
  7. Nomor Induk Berusaha(NIB) 2207220015773 KBLI 46900
  8. Bukti penyerahan modal usaha, melalui tanda terima persekutuan modal tanggal 17/3/2018.
  9. Catatan penjualan toko Bypass Teknik (mesin Vibrator)
  10. Pernyataan kesaksian dari Mashendri
  11. Pernyataan kesaksian dari Marlin
  12. Pernyataan kesaksian dari Firmansyah, 2 lembar
  13. Pernyataan kesaksian dari Suradal 2 lembar
  14. Tanda terima penitipan barang yang ditandatangani Rusdi, Bayu, Zainal, Alam.
  15. Surat keterangan Rusdi telah meninggal dunia
  16. Catatan harian penjualan toko Bypass Teknik terkait scafolding/stager.
  17. Catatan penjualan toko Bypass Teknik, 31 Agustus 2021 terkait scafolding dengan nilai Rp 3.900.000.
  18. Foto dokumentasi barang-barang Bypass Teknik (dikirim ke WA penyidik).
  19. Bukti foto transfer uang dari Rusdi ke rekening anak saya Aziza Azahra.
  20. Surat serah terima barang barang dari PT Yatchs Baroka
  21. Berita acara pembayaran PT Yatchs Baroka dengan inddarawan
  22. Foto-foto Anak Rusdi menerima surat somasi/peringatan.
  23. Foto-foto scafolding di kediaman pelapor
  24. Foto barang bekas Bypass Teknik
  25. Foto gembok yang terpasang di toko Bypass Teknik
  26. Foto terlapor yang telah merusak dan berada dalam TKP

 

Terkait pengaduan klien saya, laporan tidak diterima, bukti pelaporan tidak diberikan, mana mungkin bukti permulaan akan terpenuhi, kata Afrizal.

 

Berikut Zaimul Bakhri menjelaskan dengan rinci:

Jadi, berdasarkan laporan polisi dan satu alat bukti yang sah maka seseorang dapat ditetapkan sebagai tersangka serta dapat dilakukan penangkapan.

KUHAP memang tidak menjelaskan lebih lanjut tentang definisi ‘bukti permulaan’, namun KUHAP secara jelas mengatur tentang alat bukti yang sah di dalam ketentuan Pasal 184 KUHAP yaitu meliputi: (1) keterangan saksi, (2) keterangan ahli, (3) surat, (4) petunjuk, (5) keterangan terdakwa.

Dalam proses penyidikan hanya dimungkinkan untuk memperoleh alat bukti yang sah berupa keterangan saksi, keterangan ahli dan surat.

Sementara, alat bukti berupa petunjuk diperoleh dari penilaian hakim setelah melakukan pemeriksaan didalam persidangan dan alat bukti berupa keterangan terdakwa diperoleh ketika seorang terdakwa didalam persidangan, sebagaimana hal tersebut jelas diatur didalam ketentuan Pasal 188 ayat (3) KUHAP dan ketentuan Pasal 189 ayat (1) KUHAP.

Apabila didalam suatu proses penyidikan terdapat Laporan Polisi (LP) dan satu alat bukti yang sah, maka seseorang dapat ditetapkan sebagai tersangka dan alat bukti yang sah yang dimaksud tersebut dapat berupa keterangan saksi, keterangan ahli dan surat. Selain itu, perlu ditekankan jika ‘keterangan saksi’ yang dimaksud sebagai alat bukti yang sah tidak terlepas dari ketentuan Pasal 185 ayat (2) dan ayat (3) KUHAP serta asas unus testis nullus testis.

Keterangan seorang saksi saja tidak dapat serta merta dapat menjadi satu alat bukti yang sah, karena harus disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya.

Itupun haruslah bersesuaian dengan alat bukti yang lain yang telah ada, sebagaimana lebih lanjut diatur dalam ketentuan Pasal 185 ayat (6) KUHAP, sebab kinerja penyidik dalam mengumpulkan alat bukti yang sah tersebut sebagai “bahan baku” bagi hakim untuk memeriksa dan mengadili suatu tindak pidana.

Bilamana telah terdapat Laporan Polisi didukung dengan satu alat bukti yang sah dengan turut memperhatikan ketentuan Pasal 185 ayat (3), Pasal 188 ayat (3) dan Pasal 189 ayat (1) KUHAP, maka seseorang dapat ditetapkan sebagai tersangka.

Terhadap tersangka tidak dapat dengan serta merta dikenai upaya paksa berupa penangkapan, karena ada syarat-syarat tertentu yang diatur Perkap No. 14 Tahun 2012. Pasal 36 ayat (1) menyatakan tindakan penangkapan terhadap seorang tersangka hanya dapat dilakukan berdasarkan dua pertimbangan yang bersifat kumulatif (bukan alternatif), yaitu :

Adanya bukti permulaan yang cukup yaitu Laporan Polisi didukung dengan satu alat bukti yang sah dengan turut memperhatikan ketentuan Pasal 185 ayat (3), Pasal 188 ayat (3) dan Pasal 189 ayat (1) KUHAP dan Ketika calon tersangka telah dipanggil dua kali berturut-turut tidak hadir tanpa alasan yang patut dan wajar, selayaknya calon tersangka Mulyadi untuk di panggil paksa, bukannya perkara dihentikan.

Keanehan yang terjadi sepertinya erat hubungannya dengan tiga nama yang dikuasakan oleh anak anak Rusdi. sehingga hukum yang adil yang didambakan masyarakat sulti didapat.

Berikutnya, setelah SP2HP diterbitkan kasat Polresta Padang menyatakan belum ada alat bukti adalah keputusan yang melanggar etika, sehingga perkara ini dilaporkan ke Propam Mabes Polri. (Tim)