Ketua DPW FRN Sumbar Fast Respon Polri Nilai, Polda Sumbar Belum Presisi, Masih Terjadi Menghalangi Proses Hukum

Sumbar.KabarDaerah.com-Polri dalam tahap transformasi menuju presisi, masih penuh kepura puraan, presisi adalah akronim dari kata prediktif, responsibilitas transparansi dan berkeadilan. Presisi merupakan visi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Di Polda Sumbar, Presisi tidak berarti apa apa, bahkan aparat penegak hukum di daerah seperti Polsek, Polresta dan Polda meng artikan bahwa presisi adalah menolak laporan masyarakat, mempermainkan penyelidikan, menutup perkara dengan berbohong.

Hal demikian dilakukan mulai dari Polsek Polresta dan Polda Sumbar sendiri. ketika dilaporkan ke Ombudsman RI, Ombudsmanpun berusaha menyembunyikan kesalahan dengan memutar fakta.

Di masa transformasi menuju Presisi, kapolri mencatat, sejumlah capaian Polri. Tepat di hari Bhayangkara atau hari ulang tahun Polri ke-76, Jumat (1/7/2022), Kapolri membeberkan catatan keberhasilan Polri.

Menurut ketua DPR FRN Sumbar, Kapolri sudah sangat tegas dalam melakukan perubahan, hanya saja anggota yang berada dijajaran bawah masih senang bermain dengan perkara.

Baca berita berikut:  Ketua DPW FRN Sumbar Fast Respon Counter Polri Pertanyakan Alasan Hentikan Perkara STTP/03/VII/2019/Sektor-Luki, Tanggal 12 Juli 2019

Penurunan Angka Kejahatan adalah suatu hal yang mustahil

Disaat keadaan semakin sulit, angak kejahatan akan semakin tinggi, sulit menerima bahwa Kapolri mengatakan kejahatan menurun.

Justru yang terjadi adalah Polri menghalangi melapor, laporan masyarakat tidak diterima, dialihkan kepengaduan. Sehingga angka kejahatan sesungguhnya tidak tercatat dikepolisian.

Disebutkan terjadi penurunan laporan kejahatan sebesar 19,3 persen atau 53.36 perkara sepanjang tahun 2021. Hal itu diungkap Sigit dalam acara Rilis Akhir Tahun Polri pada Jumat, 31 Desember 2021.

Sementara itu jumlah kasus yang telah dituntaskan oleh Polri peningkat. Sepertinya keadaan ini hanya usaha untuk menaikkan ratting Polri, sementara kenyataannya, banyak laporan yang ditolak.

Ketua FRN Fast Respon Counter Polri Sumbar, mengaprisiasi langkah kapolri dalam bertransformasi menuju Polri Presisi. hanya saja anggota anggota di daerah masih main kucing kucingan, bahkan untuk menutup suatu perkara, bagian bagian yang terdapat di Polda Sumbar sepertinya saling melindungi satu sama lain.

lanjutnya lagi, “Sebagaimana yang dialami pelapor di Polda Sumbar, dimana melaporkan pidana saja tidak diperkenankan, setelah satu tahun. Ketika terjadi hal demikian, maka jelas undang undang dilanggar. lalu ketika dilaporkan ke Bidpropam Polda Sumbar. Bidpropam tidak menemukan KEPP. artinya keputusan Bidpropam tidak bisa dipertanggungjawabkan”, ulasnya

Penurunan laporan kejahatan tentunya sesuai dengan apa yang dilakukan oleh jajaran Polri sendiri, ketika masyarakat dibatasai melapor, tentunya tidak banyak yang bisa dikerjakan polri. kejahatan berbanding lurus dengan apa yang dikatakan Kapolri. Terjadi penurunan laporan kejahatan, Namun bukan kejahatannya yang menurun

Seperti yang juga di alami Alvin Lim. Ketika anak Alvin melapor berbagai alasan dikemukakan, sehingga sulitnya melaporkan pidana sudah menjadi tradisi se Indonesia.

Jika hal ini, dibiarkan terus berlangsung, maka tidak akan ada orang mau melapor ke Polri, Polri makin lama akan makin terpuruk, nama baik polri makin lama makin menurun.

Akibat sikap masyarakat yang demikian, tidak mustahil suatu saat Polri akan berada pada titik terendah. Polri yang bersikap diluar ketentuan, suatu saat tidak akan dibutuhkan, guna mengatasi keadaan, masyarakat akan mencari jalan sendiri.

Presiden Joko Widodo telah meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyederhanakan visi Polri Presisi agar mudah dipahami anggota di lapangan.

Kompolnas menilai pesan dari Presiden Jokowi itu sangat tepat, ” pesan beliau sangat tepat. Intinya seluruh anggota Polri wajib melaksanakan tugas sebaik-baiknya melayani, mengayomi, melindungi masyarakat dan menegakkan hukum untuk mewujudkan harkamtibmas,” kata Komisioner Kompolnas Poengky Indarti kepada wartawan, Sabtu (15/10/).

Kapolri harus mengambil tindakan secepatnya dan segera memberikan instruksi kepada seluruh jajarannya untuk segera memperbaiki citra institusi Polri.

Anasir- anasir liar terhadap jajaran pimpinan Polri harus segera dikendalikan demi semangat Presisi yang visioner. Jangan sampai pelayanan Polri dalam penegakkan hukum tidak dilaksanakan karena pemain pemain yang ada dilapangan.

Diinformasikan Kapolri bahwa terjadi penurunan angka kejahatan, hal ini juga sesuatu yang berbanding lurus dengan kejadian dilapangan. Dimana, ketika melapor pidana tidak diterima, berarti perkara yang diproses tidak ada lalu dari mana ukuran kenerja tersebut, kata ketua FRN DPW Sumbar

Tugas utama Polri adalah penegakkan hukum, lalu melapor dihalangi sama saja Polri makan gaji buta. Anggaran Rp.116Trilyun jangan dianggap angka yang sedikit. Polri seharusnya berhenti mengakali, merekayasa perkara, berbohong demi membela yang bayar, memutar balik fakta, menghalangi masyarakat malaporkan pidana.

Selanjutnya komentar ketua FRN DPW Sumbar, ” ketika melapor dihalangi, akan terjadi penurunan perkara yang ditangani Polri, dan itu pasti.

Dulu maling bisa ditangani buser Polsek, tapi sekarang setelah diserahkan ke Kapolda bahkan Kapolri, Kapolda perintahkan ke Direskrimum, dua bulan perkara masih jalan mundur.

Sampai saat ini, Polri masih menyelesaikan tunggakan perkara sebelumnya, sehingga belum bisa dikatakan bahwa penanganan perkara naik.

Jika dilakukan audit kinerja, baru akan ketahuan bahwa sesungguhnya Polri sedang mengalami penurunan dari segala aspek.

Sigit juga menyampaikan kejahatan paling dominan sepanjang 2021 adalah kejahatan konvensional, jumlahnya sebanyak 174.043 perkara atau 79 persen dari seluruh jumlah kejahatan. Bila dibandingkan 2020 yakni sebanyak 199.725 perkara, jumlah kasus kejahatan menurun.

Selain kejahatan konvensional, dia juga menuturkan kejahatan transnasional yang terjadi selama 2021 sebanyak 40.562 perkara. Dibanding 2020, kejahatan transnasional di 2021 juga mengalami penurunan dibandingkan sebanyak 45.425 perkara.

Contoh yang dipaparkan Kapolri bukannya penurunan, tapi ketika perkara masuk yang dibatasi. Maka perkerjaan Polri juga akan menurun, sedangkan dari sisi anggaran tahun 2023 mencapai angka Rp.116Trilyun. Hal ini perlu di koreksi kembali. kata ketua ketua FRN DPW Sumbar.

Kemudian, pada jenis kejahatan terkait kekayaan negara, Polri menangani 4.018 perkara sepanjang 2021. Jumlah perkara, ucap mantan Kabareskrim Polri ini menurun dibanding 2020, yang jumlahnya 4.372 perkara.

Ketua FRN DPW Sumbar berharap Kapolri untuk tidak memberikan informasi yang bertentangan dengan keadaan sebenarnya.

Hal itu tentu akan menguranngi kepercayaan kepada Polri, apalagi yang memberikan info tersebut adalah Kapolri melalui Press Comprence.

Sigit juga menjelaskan peningkatan penyelesaian perkara 6,1 persen dan penurunan jumlah kasus 19,3 persen memiliki relasi, yakni karena dikedepankannya Restorative Justice.

“Kami laporkan bahwa terjadi penurunan sebesar 19,3 persen atau 53.360 perkara. Namun ditingkat penyelesaian terjadi peningkatan sebesar 6,1 persen,” kata jendral Sigit.

Di masa transformasi menuju Presisi, Sigit memang menginstruksikan pendekatan-pendekatan secara restorative justice untuk menyelesaikan masalah, khususnya pada kasus yang dinilai dapat diselesaikan secara musyawarah dan mufakat.

“Karena justru masyarakat menginginkan ini bisa diselesaikan, khususnya masalah-masalah kecil. Kalau dinaikkan akan memunculkan polemik, dimana rasa keadilan dimasyarakat harusnya kita bantu,” ungkap dia.

“Hanya karena kepastian hukum berjalan, akhirnya memunculkan pandangan yang tidak baik terkait rasa keadilan yang harus diperjuangkan khususnya masyarakat kecil,” sambungnya.

Ketua FRN Fast Respon DPW Sumatera Barat, sebagai pelapor suatu perkara di Polda Sumbar, mendukung kapolda sumbar dalam melakukan ditubuh Polri sehingga menjadi Polri Presisi. Polri seharusnya menyadari bahwa Polri ada karena negara membutuhkan keamanan dan ketertiban. Untuk itu negara mengeluarkan anggaran yang cukup besar untuk itu, Polri seharusnya melakukan tugas dengan benar. Polri harus berhenti menyalah gunakan kewenangan, apalagi hari ini masyarakat sudah banyak yang pintar akan sulit dibohongi.

Ketika oknum Polri tetap berprilaku sebagai mana sebelumnya, akhir Polri akan ditinggalkan Rakyat. Masyarakat akan antipati terhadap Polri.

Hal ini harus segera diantisipasi oleh pimpinan Polda Sumbar dan jajaran PJU beserta seluruh jajaran Polri Se Sumatera Barat.

Hal itu bukannya tidak mungkin, dengan anggaran Rp.116Trilyun ditahun 2023, Polri seharusnya mengutamakan pembenahan kedalam institusi Polri.

Ketika Polri sudah berhasil bertranpormasi menjadi Polri Presisi, dengan sendirinya tidak dibutuhkan pencitraan, tidak dibutuhkan sedekah, Polri cukup menjalankan tugas dan fungsi sebagai Polri.

Polda Sumbar, hari ini dipimpin seorang yang berdedikasi tinggi, lulus dengan predikat adimakayasa, tapi jika 99% Polri tidak menginginkan perubahan, Kapolda jelas akan kesulitan. Apalagi dengan pertimbangan yang jelimet maka waktu akan habis percuma.

Ketua FRN Fast Respon DPW Sumbar memberikan contoh nyata melalui perkara yang dialaminya di Polda Sumbar. Berselang dua tahun berada ditangan Kapolda Sumbar, Polri masih belum ada perubahan.

Kapolda Sumbar telah menyerahkan kepada Dirreskrimum, Ternyata perkara tersebut masih berputar putar di polresta Padang, mereka belum mampu melakukan tangkap tangan terhadap terlapor. bahkan setelah Polda waka Polda baru yang menggatikan waka Polda Brigjen Edi Mardianto. Polda Sumbar masih belum ada perubahan yang signifikakan.

Kasu yang seperti ini banyak terjadi di Polda Sumbar, Polresta Padang dan Polsek-Polsek diseluruh jajaran Polda Sumbar.

Kata ketua FRN lagi, ” jika Jendral Sigit mau bukti kongrit, ketua FRN minta Kapolri turunkan tim kelapangan. jangan seperti tim seperti sebelumnya, jangan melimpahkan ke Polda Sumbar, tapi benar benar tim yang benar benar berintegritas.  sebutnya.

Tambah ketua FRN lagi, ” kami akan berikan data data yang mendukung informasi tersebut. ( Red)