LSM KOAD: Ternyata Benar ‘No Viral No Justice’

KabarDaerah.Com – Mulai dari awal sebelum melapor di Polsek Kuranji sudah di tidak diterima melaporkan pidana.

Sampai tujuh kali melapor, mulai dari Polsek Kuranji, Polresta Padang, dan Polda Sumbar, akhirnya Ketua LSM KOAD menarik kesimpulan, dari semua yang terjadi bahwa tidak akan diterima melapor pidana.

Menyedihkan, tujuh perkara pidana tersebut barang titipan dua laporan, satu pengaduan objek kerjasama, satu yang sudah berbentuk LP justru dihentikan dengan alasan tak masuk akal, tiga laporan lagi terkait pemalsuan surat, memakai surat palsu, pemalsukan nama toko.

Seperti Polrets dan Polda Sumbar kehabisan akal, unutk menolak laporan LSM KOAD.

Dari Tujuh laporan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan, bahwa laporan kami dihambat (obtuction of justice). Mulai dari penyidik Polsek Kuranji, Kanit Polsek Kuranji penyidik. Berbagai hal dilakukan oleh oknum anggota Polri yang menghalangi. Berbohong berkali kali, sampai minta tolong kepada ahli seorang Doktor dan Profesor, akhirnya setelah kompolnas meminta Polda Sumbar melakukan proses hukum, akhir kapolda melalui Irwasda turun tangan membela para anggota yang menegakkan benang basah.

Terkahir, indikasi dihalangi adalah para penghalang-penghalang tersebut mendapat reward, bukan punishmen dari pimpinan mereka.

Sehingga kami menjadi tidak percaya bahwa Polri presisi program Kapolri adalah kepura puraan semata.

Berkali kali ketua Kompolnas surati Kapolda Sumbar, namun Kapolda Sumbar melalui Irwasda menjawab surat Kompolnas tersbut. Seharusnya Kapolda Sumbar perintahkan Dirreskrimum Polda Sumbar. bahkan menyerahkan kepada Bidpropam Polda Sumbar. Bidpropam Polda Sumbar menjawab dengan Ne bis In Idem.

Begitu meresahkan pekerjaan LSM KOAD, pada hal kami sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat sedang mencari data. Perkara yang kami investigasi adalah terkait tidak bisa melapor di Polda Sumbar.

Pantasan Polsek dan Polresta berani mengatakan perkara pidana sebagai perkara perdata, seakan akan kami tidak mengetahui kelakuan oknum tersebut.

Sangat menyedihkan, Kami dari LSM KOAD minta agar Kapolri Bapak Jendral Listyo Sigit Prabowo untuk memerintahkan melakukan proses hukum perkara yang kami laporkan.

Masak perkara kecil ini kok sampai tiga tahun, Apa kemampuan Polri memang tidak ada, bisanya berbohong berkali kali, Kapolri seharusnya malu punya anggota pembohong, sehingga tidak akan menunjang program Polri kedepan.  perkara gampang saja tidak bisa diungkap oleh Polda Sumbar.

Kami LSM KOAD minta menegakkan Perkapori Nomor 7 tahun 2022, ternyata benar, “no viral no proses”

Untuk itu Kami sebagai wakil masyarakat pelapor kembali surati Kapolri, ini isi surat tersebut:

Padang, 6 Juli 2024

Nomor surat : 08/LP/LSM-KOAD/BT/VI/2024

Hal: Tanggapan atas peneggakan hukum di Polda Sumbar, setelah tujuh kali melapor

 

Kepada Yth : Bapak Kapolri di Jakarta

 

Assalamualaikum warahmatullah hiwabarakatuh,

Dengan Hormat,

Pertama saya doakan agar Bapak selalu dalam keadaan sehat walafiat tak kurang suatu  apapun, seluruh keluarga Bapak selalu dalam lindungan (Allah)Tuhan yang Maha Kuasa.

Kami ulangi lagi, bahwa Kami melapor kepada Kapolri terkait sebagai berikut sebagai berikut:

  1. Pertama, kami melapor ke Kapolri pada prinsipnya karena Kami tidak bisa melapor di Polsek Kuranji, Polresta Padang dan Polda Sumbar. Belakangan bahkan terlibat dalam melindungi Polsek dan Polresta Padang.
  2. Kedua penyelidikan yang dilakukan oleh Polsek Kuranji, Polresta Padang dan Polda Sumbar tidak sesuai aturan hukum yang berlaku dengan kata lain diselewengkan), sehingga mudah untuk di Rekayasa.
  3. Ketiga, mengehentikan proses hukum perkara yang kami laporkan di Polsek Kuranji, Polresta Padang, Polda Sumbar, tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, aturan yang dimaksud adalah KUHAP, KUHPerdata, KUHP, KUHAP, UU Kepolsian, serta Perkapolri.

Berikut kembali kami terangkan, sesuai dengan data yang kami dapat, terakhir dari Bidropam Polda Sumbar.

Bahwa kami telah memberitahukan semua kejadian ke Kapolda Sumbar  tanggal 3 November 2022. Pada tanggal 8 November 2022 Kapolda saat pertemuan dengan kami, Kapolda mengatakan bahwa perkara Bypass Teknik ”ada peristiwa pidana, Kaplda mengatakan akan diperoses di Polda Sumbar, “ karena kejadian disini, Polisinya disini”. Artinya Kapolda Sumbar telah mengetahui. Kapolda telah mendisposisi ke Dirreskrimum Polda Sumbar.

Namun, Dirreskrimum Polda Sumbar justru hanya melimpahkan ke Polresta Padang. Tidak melimpahkan ke Polres Lima Puluh kota, sehingga kata kata Kapolda Sumbar untuk meproses di Polda Sumbar tidak bisa terlaksana.

Kemudian, Kapolda Sumbar berusaha menghindar dari kami, beberapa kali kami datang menemui Kapolda, selalu dihalangi Spripim Kapolda Sumbar.

Kami kembali berkirim surat ke Kapolda Sumbar, mohon agar dilakukan proses hukum terhadap perkara kami.

Kapolda Sumbar dan waka Polda Sumbar kemudian mendisposisikan surat kami ke Bidpropam Polda Sumbar.

Dugaan kami, Kapolda memberikan surat tersebut tersebut ke Bidpropam Polda Sumbar, karena Pelanggaran KODE ETIKA PROFESI.

Kemudian, Dijawab Bidpropam Polda Sumbar dengan kata tidak bisa menerima laporan karena Ne bis in idem. Jika kami tidak paham tentunya telah berakhir semua usaha yang bisa kami lakukan.

Kapolda tentunya ingin membuktikan apakah Bidpropam Polda Sumbar sebagai Polisi nya Polisi, petugas yang memproses pelanggaran KEPP, bisa bekerja secara profesional atau tidak, mau meproses hukum atau tidak

Surat Pelapor ke Kapolda Sumbar (yang dijawab Bidpropam) kembali kami balas. Kami terangkan, Apa itu Ne Bis In Idem. Setelahnya, Bidpropam Polda Sumbar tidak mau ketemu dengan kami, kami diantar untuk ketemu dengan penyidik Subbidwarprof.

Kami adalah PW Fast Respon Nusantara DPW Fast Respon Counter pemberitaan Polri di Daerah Sumatera Barat. Dan setelah melalui berbagai proses, kami mengindikasikan bahwa perkara bypass teknik dihalangi mulai dari melapor, selama dilakukan pengaduan(Tiga pengaduan yang pertama), setelah melakukan LP bahkan setelah di prosespun sengaja diselewengkan oleh penyidik dengan berbagai cara diluar prosesdur yang telah ditetapkan oleh negara. Sekelumit pembicaraan kami dengan petugas Subbid Warprof Bidpropam Polda Sumbar.

Begini pembicaraan Kami sebagai pelapor dengan Penyidik Subbid warprof Polda Sumbar.

Pelapor: Dalam Investigasi dan penyelidikan tidak ditemukan pelanggaran KEPP yang dilakukan Polsek Kuranji dan Polresta Padang, sebagaimana  surat yang dikirim kepada kami. Apakah bukti yang kami berikan kepada Bapak tidask sampai ke tangan Bapak?

Subbidwarprof: Penyidik Subbid warprof langsung menyela, dengan bertanya balik, Apakah bapak bisa buktikan, bahwa penyitaan barang bukti mesin Kipor tersebut telah sesuai prosedur. Langsung Kami jawab, Bapak kami bukan terlapor, Bapak seharus bertanya ke penyidik Polri. Kami adalah pelapor(masyarakat), Bapak penyidik Propam, seharusnya prosedur yang harus dilakukan oleh Polri adalah tanggungjawab Propam, terlaksana atau tidak.

Pelapor: Jika penyidik Polsek telah menyita barang bukti, Apakah status perkara sedang dalam penyelidikan atau penyidikan ?

Penyidik Subbid Warprof Propam, agak terdiam, dan balik  bertanya.

Subbidwarprof: Polri punya strandar operation prosedur (SOP), apakah Bapak mengetahui, bahwa penyitaan tersebut, tidak ada surat penyitaannya, sedangkan penyitaan barang bukti harus melalui izin dari pengadilan.

Pelapor: Kalau begitu, Perkapolri yang mengatur penyelidikan dan penyidikan telah dilanggar.

Pelapor: Lalu penyidik tidak temukan pelanggaran KEPP, kenapa bisa demikian.

Pelapor: Ketika, Gembok dihilangkan, setelah diserahkan ke penyidik Polsek Kuranji. Mesin pompa air merk Kipor telah disita Polsek Kuranji, artinya status perkara ini sudah dalam penyidikan.

Pelapor: Kenapa ketika perkara dihentikan, tidak ditemukan pelanggaran KEPP. Jelas aturan sudah dilanggar.

Pelapor: LHP yang dikirim kepada Divpropam Polri, dikatakan tidak ditemukan pelanggaran  KEPP. Kenapa bisa demikian?.

Penyidik terlihat pucat mendengar pertanyaan Ketua LSM KOAD. Kesimpulannya bahwa pelapor telah menyerahkan bukti berupa foto mesin Kipor dan Gembok telah disita Polsek Kuranji.

Pertanyaan :          Apakah foto bukti gembok yang dihilangkan Polsek Kuranji dan Mesin pompa air mer Kipor yang telah disita Polsek Kuranji, apakah telah Bapak terima.. ?

Subbidwarprof:  “ Dengan siapa bapak serahkan.. ?”

Pelapor:  Dengan Bidpropam diruang ini. Saya punya tanda terimanya.

Lalu Penyidik Subbid Warprof yang berpangkat AKP tersebut terdiam dan akhirnya menjawab :

Subbid warprof :    “Saya tidak pernah terima”, katanya

Penyidik Subbidwarprof tidak sadar, bahwa sudah dilakukan perdebatan begitu panjang, tentang hal tersebut sebelumnya.

Tentunya. Dapat disimpulkan bahwa dalam BAP Polsek Kuranji dan Polresta Padang yang dilakukan Subbidwaprof Bidpropam Polda Sumbar, tidak terdapat keterangan tentang gembok yang dihilangkan dan mesin Kipor yang telah disita Polsek Kuranji dan Polresta Padang.

Dari penggalan cerita kejadian ini, Perkapolri nomor 7 tahun 2022 telah sengaja dilanggar oleh Polsek Kuranji dan Polresta Padang bahkan Polda Sumbar secara terang terangan. Sehingga kejadian ini menunjukkan bahwa Polda Sumbar secara keseluruhan tidak berusaha untuk menengakkan aturan hukum, baik pribadi maupun secara institusi. Karena atasan mereka sudahmengambil kebijakan. Sehingga mereka harus menjaga nama baik CORP Polri khususnya Polda Sumbar. Pertitiwa ini bukan hanya dengan alasan perkara bypass teknik, tapi 45 perkara dengan bukti bukti awal yang cukup.

Seharusnya dalam LHP yang dikirim ke Divpropam Polri ditemukan pelanggaran KEPP. Nyatanya Bipropam Polda Sumbar mengatakan tidak ditemukan pelanggaran KEPP.

Kami berkesimpulan:

Agar ITWASDA tidak lagi membela Polsek Kuranji dan Polresta Padang yang salah dalam menangani perkara, walaupun perintah atasan sebelumnya, melaksanakan perintah yang menyalahi prosedur adalah pelanggaran Perkapolri nomor 7 tahun 20202.

Membela kesalahan Polsek dan Polresta Padang, hanya akan menjatuhkan kredibilitas dan nama baik Polda Sumbar khususnya.

Hati hati dalam mengambil keputusan yang menyalahi aturan hukum, jika pelapor bukan siapa siapa, mereka akan diam, berbeda dengan pelapor yang sengaja melakukan investigasi bahwa melapor di Polda Sumbar tidak bisa dilakukan, pelapor diarahkan untuk melakukan DUMAS. Kemudian pelapor diarahkan melakuka pengaduan masyarakat yang diselewengkan.

Polri, adalah pelaksana aturan dibidang hukum, ketika Polri tidak bisa mengungkap perkara dengan alasan yang dicari cari menyebabkan kredibilitas Polri menurun.

Hal ini ditunjukkan oleh Bidpropam Polda Sumbar, jika Bidpropam tetap membela Polsek Kuranji dan Polresta Padang, hanya akan mempertinggi tempat jatuh. Semakin dibela, Bibpropam tampak semakin ngawur. Karena setiap jawaban Bidpropam, bisa dipatahkan pelapor  yang juga FRN DPW Sumbar menanggapi.

Bidpropam Polda Sumbar, tidak seharusnya menolak laporan lagian laporan tersebut telah berupa Laporan Polisi LP/B/28/II/Polda Sumbar, apalagi dengan alasan Ne Bis In Idem.

Jelas jelas perkara ini belum pernah masuk ranah pengadilan, apalagi inkrah atau berkekuatan hukum tetap. Sebagai mana dokumen yang telah dikirimkan SPPHP ke pelapor Nomor surat B/251/VII/HUK.12.10/2023/Bidpropam tanggal 12 Juli 2023.

Dalam Perkapolri nomor 7 tahun 2007 telah dilarang Polri menerbitkan dokumen yang isinya tidak benar. Bukankah Subbid warprof pun telah ikut melanggar aturan hukum itu sendiri.

Sangat banyak pelanggaran aturan penyelidikan dan penyidikan dan KEPP yang dilakukan oleh penyidik bahkan propam sendiri, inilah yang harus dihindari. Polri harus patuh dan taat dengan aturan hukum, sehingga juga ikut berbohong, Polri presisi sesuai dengan program Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo SIK harus menjadi jiwa setiap anggota Polri.

Bagwassidik Ditreskrimum Polda Sumbar

Bagwassidik Ditreskrimum Polda Sumbar juga demikian halnya. Bagwassidik memang telah melakukan klarifikasi, klarifikasi tidak termasuk prosedur yang seharusnya dilalui, klarifikasi yang dilakukan jutru bertujuan untuk membela Polsek dan Polresta Padang. Apalagi, klarifilaksi yang dilakukan, hanya dihadiri oleh pelapor dan para anggota Polda Sumbar, Polsek Kuranji dan Polda Sumbar, bahkan sampai 15 orang anggota Polri yang memberikan pertanyaan ke pelapor. Sedangkan terlapor/pelaku tindak pidana tidak dihadirkan, lalu bagaimana mungkin, perkara kami akan berproses dengan benar, jika tujuan dilaksanakan penyelidikan dan penyidikan bukan membuat terang perkara dan mengumpulkan barang bukti.

Kenyataannya, dua buah foto barang bukti dihilangkan dari BAP Subbid warprof Propam Polda Sumbar.

Dua barang bukti tersebut juga dihilangkan dari BAP penyidik Polsek dan Polresta Padang.

Lalu dijawab oleh propam tidak ditemukan peristiwa pidana, belum ada alat bukti. Bukankah hal itu adalah sesuatu yang bertentangaan dengan kenyataan dilapangan.

Bukankah dari kejadian ini sudah menunjukkan bahwa perkara ini sudah di rekayasan mulai dari Polda Sumbar, kami menyakini bahwa perkara ini sudah ditutup sebelum dilaporkan.

Mulai dari melapor telah dihalangi, tiga kali kami akan melapor yang diterima hanya pengaduan masyarakat, pada hal laporan ini bukan delik aduan, sehingga tidak diperlukan pengaduan baru bisa diproses hukum. Dan yang paling penting adalah Polri menerima laporan secara resmi sesuai UU KUHAP Pasal 108, dan memberikan surat tanda terima laporan.

Hal ini, setelah tiga kali melakukan pengaduan masyarakat, ketiganya telah 10 kali dillakukan kebohongan. Terkahir dengan alasan keterangan ahli DR Fitriati SH MH. Untuk ii kami punya rekaman suara DR Fitriati SH MH.

DR Fitriati SH MH mengatakan bahwa keterangan yang diberikan, berdasarkan surat perjanjian kerjasama, bukan berdarkan barang titipan, barang yang diservice di Bypass Teknik. Bukan pula berdasarkan pelaku kejahatan, bukan berdasarkan waktu kejadian tindak pidana. Jelas bahwa bahwa kejadian ini adalah tindak pidana, sehingga alasan penyidik dengan mengatakan bukan tindak pidana, adalah dicari cari.

Penyidik gagal membohongi kami, karena sebagai pelapor, kami kukuh membuktikan bahwa perkara yang kami laporkan adalah tindak pidana. Setidaknya barang titipan dan berang yang diservisce.  Oleh karena itu ketika Polsek dan Polresta mengatakan perdata terjadilah kebohongan demi kebohongan.

Perkara ini sudah ditolak mulai dari awal melapor baik di polsek Polresta, bahkan sebelum di laporkan di Polda Sumbar.

  1. Kronologis jelas dan terinci sehingga mudah dipahami.
  2. Barang buktinya dapat dikatakan sudah lengkap.
  3. Terjadi sebelum ada hak waris (sebelum Rusdi meninggal dunia)
  4. Terkait persekutuan modal dan
  5. Terkait perjanjian kerjasama.
  6. Terkait setoran modal.
  7. Para pelaku adalah pihak ketiga/pihak lain yang tidak berhak.

Pihak ketiga/pihak lain tidak boleh mengambil manfaat artinya tidak punya hak dalam perjanjian kerjasama, terjadi selang waktu tanggal 3 Austus 2021 sampai 8 November 2021 saat Rusdi masih hidup (Belum ada hak waris direntang tanggal tersebut).

Tinggal dilakukan penyelidikan dan penyidikan untuk mendapatkan petunjuk, dilakukan dengan benar, sesuai aturan hukum, sangat simple yang kami inginkan, perkara ini berproses sesuai aturan dan UU.

Tidak ada jawaban dari Kapolda Sumbar, terkait surat yang meminta dilakukannya proses hukum terhadap perkara bypass teknik.

Melalui surat kami yang diterima Kompolnas dengan nomor register 2344/3/RES/VIII/2023, bahwa kami tidak diterima melaporkan pidana oleh Polsek Kuranji, Polresta Padang, Secara lengkap kami telah melampirkan surat-surat ke Kapolda Sumbar dan Kapolri, hal itu kami lakukan agar Kompolnas memahaminya apa yang menjadi masalah sebenarnya. Setelah Kompolnas RI menerima surat balasan dari Polda Sumbar nomor R/542/XI/WAS.2.4./ 2023/ITWASDA.

Kami menyimpulkan bahwa Polda Sumbar tidak bersedia memproses laporan dengan benar, bahkan tidak menjawab dengan lengkap dan jujur surat permintaan klarifikasi dari Kompolnas.

Polda Sumbar terkesan masih menyembunyikan sesuatu. Hal itu terlihat dari pola jawaban yang diberikan, baik kepada Kompolnas, Ombudsman RI, serta mabes Polri sekalipun.

Kami baru bisa melapor tanggal 10 Februari 2023, itupun dibantu oleh Kapolda Sumbar Irjen (Pol) Suharyono SIK SH dan Kasubdit III Akbp (Pol) Rooy Noor SIK, MH.

Setalah itu, baru SPKT mau menerima laporan kami. Tetapi sangat disayangkan proses hukum tetap dihalang halangi oleh oknum penyidik Polresta Padang.

kata tersebut dari seorang yang tidak mau disebutkan namanya bahwa, pelapor sudah ditandai sebagaian besar Polisi di Plda Sumbar, kata yang keluar dari Bapak pimpinan yang sangat terhormat, ” kenal dari mana orang itu,  tidak usah adinda ikut serta, sebutnya.

Setelah satu bulan, Kami kembali kembali melaporkan surat palsu, memakai surat palsu, serta pemalsuan nama toko bypass Teknik di TKP Lima Puluh Kota.

Setelah tidak diterima melapor pemalsuan surat, kami melapor melalui surat tertulis tanggal 21 Maret 2023, sampai saat ini surat itupun tidak diproses. Melapor dilakukan berdasarkan UU, KUHAP, Pasal 108 KUHAP, bahwa melapor bisa dilakukan tertulis dan bisa datang langsung ke SPKT. Itupun dilanggar oleh Polda Sumbar.

Balasan surat nomor B/2144D/KOMPOLNAS/1/2024, tanggal 15 Januari 2024 dari Kompolnas, yang merupakan klarifikasi dari Kapolda Sumbar, belum bisa membuat kami yakin bahwa perkara yang kami laporkan adalah perkara perdata.

ITWASDA Polda Sumbar sebelumnya telah memberikan jawaban dengan mengatakan bahwa ITWASDA telah menerima pengaduan tanggal 8 November 2021. jawaban ITWASDA tidak memuaskan. ITWASDA seperti membenarkan jawaban Polsek Kuranji dan Poplresta Padang. Pada hal peritiwa bypass teknik barang bukti dihilangkan oleh Polsek Kuranji.

Kejadian itulah yang kami laporkan ke Kompolnas RI, bahwa melapor tidak diterima, kemudian laporan dialihkan kepengaduan masyarakat, lalu, dihentikan dengan berbagai alasan bohong dengan cara barang bukti dihilangkan, penyidik bahkan tidak memasukkan ke BAP perkara Bypass Teknik.

Dari ITWASUM Mabes Polri, LSM KOAD mendapat jawaban yang sebenarnya, bahwa kami belum melapor, yang kami lakukan baru melakukan pengaduan masyarakat. Dalam hal ini mabes Polri benar.

Sebenarnya, Pengaduan masyarakat tidak sama dengan Laporan, laporan bisa merupakan delik Aduan dan bisa delik biasa, pidana murni. Sedangkan Pencurian yang kami laporkan adalah pidana biasa atau pidana murni.  Pengaduan masyarakat adalah pengaduan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap objek (oknum Polri atau ASN Polri).

Delik Aduan merupakan Delik yang dapat diperoses ketika di lakukan pengaduan oleh pihak yang dirugikan.

Mari kita perhatikan: Fungsi Polri melakukan proses Verbal terhadap suatu perkara. Sedangkan Jaksa, Pengacara dan Hakim adalah sebagai pemegang kekuasan Yudikatif.

Polri tidak bisa menghentikan perkara yang dilaporkan masyarakat ditangan Polri sendiri. Itu adalah akal akalan oknum Polri dalam menghambat proses hukum.

Sehingga pola yang diberlakukan kepada kami adalah tidak tepat. Seharusya Polri (Polda, Polresta, Polsek) menerima laporan kami, memberikan surat tanda terima laporan/pengaduan, kemudian lakukan penyelidikan dengan benar. Bukan pidana murni dijadikan delik aduan. Itu merupakan akal akalan.

Sehingga tidak ada alasan Polsek Kuranji dan Polresta Padang bahkan Polda Sumbar untuk tidak menerima laporan kami. Tidak menerima laporan sama dengan melanggar UU pasal 108 KUHAP. Menerbitkan dokumen yang isinya tidak benar juga merupakan pelanggaran dari Perkapolri Nomor 7 tahun 2022. Apalagi dilakukan bersama se Polda Sumbar, semua bagian melibatkan diri, terakhir setelah Kampolnas menyurati Kapolda Sumbar tiga kali, agar Kapolda Sumbar melakukan proses hukum dalam waktu tidak terlalu lama. Kapolda Sumabr biarkan Irwasda membalas surat tersebut dengan alasan yang dapat dikatakan bohong.

Bukankah, Polri bertugas melakukan penegakkan hukum, melayani, melindungi mengayomi, Polri tidak ditugaskan untuk melindungi penjahat (pelaku tindak pidana), tugas Polri mengumpulkan bukti dan Tugas Polri Membuat terang perkara pidana. Tidak ada dalam aturan Polri bahwa Polri bertugas menghilangkan bukti kejahatan.

Bukankah Polsek Kuranji dan Polresta Padang telah melanggar aturan  UU, KUHAP, kemudian Bidpropam mengatakan tidak ditemukan pelanggaran KEPP. Jika Bidpropam ingin membela, jangan lakukan kebohongan dengan menyembuyikan bukti bukti.

Jika laporan tidak diterima, jelas undang undang telah dilanggar baik oleh Polsek Kuranji dan Polresta Padang maupun Polda Sumbar sendiri.

Sepertinya hal ini sudah tersistem dengan baik. Kapolri harus turun tangan untuk menghukum anggota yang bersalah. Bukannya memberikan reward bagi mereka yang menghalagi laporan masyarakat.

Indikasi pelaggaran telah terjadi, dapat kita buktikan melalui surat-surat yang kami terima, seperti SPPHP dan surat jawaban ITWASDA, surat jawaban Bidpropam Polda Sumbar.

ITWASDA dan Bidpropam Polda Sumbar, mereka berusaha membela Polsek Kuranji dan Polresta Padang, ketika jawaban mereka salah sangat merugikan institusi Kepolisian dan pelapor.

Mereka ITWASDA dan Bidpropam Polda Sumbar mengatakan tidak ditemukan pelanggaran KEPP, Pada hal bukti-bukti yang kami serahkan ke Bidpropam dihilangkan dari BAP Subbidwarprof Bidpropam Polda Sumbar.

Demikian balasan surat kami berikan, hanya dua poin tambahan yang disampaikan Polda Sumbar, bahwa Bagwassidik telah melakukan tugasnya. Bidpropam juga telah melakukan Investigasi dan penyelidikan. Polri telah melakukan penegaggkan hukum, melayani melindungi dan mengayomi.

Investigasi ini, Kami lakukan untuk membuktikan bahwa di Polsek Kuranji, Polresta Padang, kami tidak bisa melapor di SPKT Polda Sumbar. Perkara ini terkait tiga pengaduan, dua pengaduan di Polsek Kuranji dan satu pengadian di Polresta Padang

Jika akan melapor secara resmi harus menyediakan sejumlah uang membayar. Hal tersebut benar adanya, bukti yang kami peroleh adalah tiga STTP/284, STTP/303, STTP/636 tidak bisa dilanjutkan.

Kami punya bukti rekaman suara. Ketika Kompolnas turun ke lapangan kelak. Bukti lain adalah perkara pengelapan Scafolding yang kami laporkan sebelumnya, Polsek Kuranji telah menerima sejumlah uang dari pelapor. Namun sayang perkara tidak selesai.

Kemudian, Ketika perkara akan ditutup SPPP/SP2LID, penyidik akan berusaha menurunkan status perkara, bagiamanapun cara, akan disusahakan untuk ditempuh, contoh mengatakan perkara perkara perdata, sehingga harus gugat dulu ke pengadilan. Diperjelas mana barang para pihak harus dipisahkan.

Sedangkan, kalau penyidik Polri mau belajar, bahwa kunci perkara ada ditangan Polri. Polri harus memahami. Mana perkara penggelapan mana pencurian, pencurian dengan pemberatan.

Penyidik harus paham dengan kata kata yang dikandung pasal seperti:

“Barang siapa mengambil barang sesuatu, seluruh atau sebahagian kepunyaan orang lain”.

Dalam pasal tersebut tidak disebutkan berapa jumlah, Pasal tersebut tidak mengharuskan, barang barang para pihak harus dipisah terlebih dahulu, seperti jawaban Polsek Kuranji dan Polresta Padang, setelah itu baru dilakukan proses pidana.

Perbuatan Pidana ditentukan oleh terpenuhi unsur tindak Pidana dari perkara yang dilaporkan.

Bukan tergantung kepada siapa pelapor menyerahkan barang, perbutanan pidana ditentukan oleh terpenuhinya insur pidana.

Usaha Penyidik hanyalah untuk menutup kesalahan pimpinan Polda Sumbar terdahulu Irjend Teddy Minahasa dan Brigjend Eddi Maryanto.

Sehingga, untuk menggagalkan perkara yang kami laporkan, penyidik, Kanit, Kapolsek Kuranji, Kasat Reskrim Polresta, Kaplresta Padang, Bagwassidik, Ropaminal, Subbidwarprof, Kabidpropam Polda Sumbar telah melakukan pembelaan dengan berbohong berulang ulang, bahkan Irwasda sebagai pepanjangan tangan Kapolda Sumbar berusaha membela bersama sama.

Perkara ini sudah 3 tahun dilaporkan, namun kami sebagai masyarakat dipermainkan, kami minta kebijakan Bapak Kapolri untuk meproses kasus ini. Dan menghukum para pelaku pelanggaran seperti yang pernah Kapolri sebut di youtube, jika Bapak Kapolri benar benar sedang melakukan Transformasi menjadi Polri presisi.

Sekian dari kami, terimakasih.

Padang, 6 Juli 2024

LSM KOAD

Hormat saya

TTD

INDRAWAN

Ketua

Tembusan kepada Yth:

  1. Bapak Menko Polhukam Presiden Republik Indonesia di Jakarta
  2. Bapak ketua komisi III DPR-RI di Senayan Jakarta
  3. Bapak Kapolri di Jakarta.
  4. Bapak Kapolda Sumbar di Padang.
  5. Bapak/ibu Ketua Ombusman RI di Jakarta.
  6. Bapak Ketua di Jakarta.

Sumber: PW FRN DPW Sumbar.