Ratusan Masa Datangi Kantor KAN Koto Barapak Tuntut Sertifikat

KRIMINAL, TERBARU130 Dilihat

SUMBAR.KABARDAERAH.COM- Sebanyak 220 orang pemohon sertifikat tanah melalui program Prona di empat nagari, yakni Nagari Koto Barapak, Kapelgam, Koto Baru dan Kubang. Mereka mendatangi kantor Kerapatan Adat Nagari (KAN) setempat Sabtu (16/12/12).

Ke empat nagari tersebut, dibawah naungan adat Kenagarian Koto Barapak Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel).

Mereka, kecewa dengan keluarnya surat penangguhan penerbitan sertifikat Prona dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pessel No 1241/13.01300/X11-2017 tanggal 5 Desember 2017 lalu.

Ditangguhkanya penertiban sertifikat tanah oleh BPN setempat, beberapa oknum KAN diduga telah melanggar aturan adat. Maka atas dasar itulah pihak BPN belum bisa menerbitkan 220 sertifikat tersebut.

Jon Elfaris Dt Tan Panghulu mengatakan, ada dugaan terjadi kekeliruan dalam proses pendaftaran penerbitan prona tersebut. Sebab dalam kepengurusan pendaftaran sertifikat, surat kepemilikan tanah kemanakan harus diketahui ninik mamak.

Sementara yang terjadi saat ini, surat kepemilikan tanah kemanakan yang seharusnya di tanda tangani oleh ninik mamak yang bersangkutan, nah yang menendatangi ninik mamak lain.

“Saya tidak tau bahwa ada kemanakan saya yang mengurus sertifikat. Tapi dalam surat pengusulan sertifikat di tanda tangani oleh ninik mamak suku lain, ini kan aneh,”

“Seyogiyanya, saya selaku ninik mamak, maka saya berhak untuk menanda tangani surat keponakan saya saat pegusulan,” katanya di sela-sela rapat di Kantor KAN.

Menurut, Dt Gunuang Aceh, pada dasarnya setidaknya pemerintah sudah memberikan keringanan beban masyarakat dengan melalui pembuatan sertifikat (perona).

Sementara pemangku adat melakukan pungutan, berkisar ratusan hingga Rp1 juta. Namun, yang aneh dalam pembuatan sertifikat atau Alas Hak tanpa di ketahui ninik mamak kaum setempat, bahkan ada juga yang tidak memiliki kwitansi.

Katanya, dengan tindakan serupa itu, maka pihak KAN sudah dianggap pelecehan atau mengesampingkan hak ninik mamak yang bersangkutan.

“Saat meluncurkan program Prona ini kami tidak diberitahu sama sekali. Dan ketika munculnya persoalan, kami barulah diundang, ini pengurus KAN semacam apa ini,” ujarnya dengan nada kesal.

Salah seorang pemohon, Ujang merupakan warga Nagari Koto Barapak mengatakan, dirinya mengaku sudah menyerahkan sejumlah uang kepada pihak KAN untuk penerbitan sertifikat tersebut, namun saat ini sertifikat tersebut belum kunjung selesai.

“Saya sendiri sudah membayar Rp1 juta, tapi hingga saat ini juga belum selesai,”ujarnya.

Lanjut Ujang menuturkan, dalam Petunjuk Teknis (Juknis) yang dikeluarkan oleh sekretaris utama BPN-Ri tanggal 22 Februari 2008 No. 496-120-1- Settema Jukis, pelaksanaan APBN tahun 2008 dilingkungan BPN-Ri dan surat kepada BPN No.963-310-D 11 tanggal 28 maret 2008 tentang penerbitan sertifikat prona atau Alas Hak tidak dipungut biaya.

Ditambah dengan pengumpulan data yuridis tentang pengukuran. Berdasarkan Juknis prona atau Alas Hak tahun 2008 sudah jelas tidak dipungut  biaya lagi.

Ini sudah jelas melanggar dari peraturan, untuk itu masyarakat berharap kepada penegak hukum untuk ditindak secara tegas, terhadap ulah Ketua KAN beserta perangkatnya.

Dalam kesempatan ini, Ketua KAN, Nagari Koto Berapak, Kecamatan Bayang, Darusman Dt Bagindo Maharajo Lelo mengatakan, pengurusan sertifikat prona ini dilakukan atas kesepakatan ninik mamak pada tahun 2015 silam.

“Kami memang benar mengambil uang dari pemohon, bukan memungut tapi untuk pengurusan surat Alas Hak atau Pendaftaran Tanah Sistematis Lansung (PTSL), dan itupun kesepakatan ninik mamak,” ujarnya singkat.

(Buyung)