Kisah Frederick Stanley Maude Dengan Pengembala

OPINI & ARTIKEL119 Dilihat

Oleh: Irsyad Syafar

Suatu hari Abdullah bin Umar bersama beberapa rekannya berjalan di padang pasir di luar Madinah. Kemudian mereka duduk di sebuah tempat sambil menikmati makanan yang mereka bawa.

Tidak lama kemudian, lewatlah seorang remaja penggembala kambing. Ibnu Umar memanggilnya: “Kesinilah, duduk bersama kami menikmati makanan ini!” Penggembala tadi menjawab, “Terimakasih, saya lagi puasa.”

Ibnu Umar kaget. “Panas-panas begini kamu puasa? Sambil menggembala ternak jauh dari orang ramai?” Tanya Beliau penuh heran sekaligus kagum.

Lalu Ibnu Umar ingin menguji ketakwaan penggembala ternak ini. Ia bertanya: “Maukah kamu menjual barang seekor dari kambing-kambing ini? Silakan kau ambil bayarannya, dan aku kasih juga sebagian dagingnya untuk kamu berbuka nanti.”

Penggembala itu menjawab, “Kambing-kambing ini bukan milikku. Ini semua milik tuanku.” Ibnu Umar membalas, “Bilang saja sama tuanmu itu, kambing dimangsa serigala!”

Mendengar ucapan Ibnu Umar tersebut, penggembala itu sangat marah. Wajahnya memerah dan ia langsung berbalik cepat, pergi sambil menunjukkan jarinya ke langit dan berteriak, “Kalau begitu, dimana Allah???”

Ibnu Umar terkejut melihat sikap penggembala itu. Beliau ulang-ulang kalimat “dimana Allah” dan air matanya berlinang. Ia segera kembali ke Madinah mengambil uangnya, lalu ia beli penggembala (budak) itu sekaligus kambing-kambing ternaknya. Kemudian ia merdekakan budak beriman tersebut.

Pada tahun 1917 Jendral Frederick Stanley Maude, seorang panglima perang Inggris, memasuki satu kawasan di Irak. Tiba-tiba ia melihat seorang penggembala kambing melintas. Kepada penterjemahnya, ia minta memanggil penggembala tersebut.

Penggembala itu mendatangi Jendral Stanley sambil menggiring anjing kesayangannya yang menemaninya menggembala kambing. Stanley meminta penggembala itu menyembelih anjingnya, dan ia akan bayar seharga 1 poundsterling.

Mendengar tawaran harga 1 poundsterling, penggembala itu langsung tertarik. Betapa tidak, nilai itu sama dengan harga separo dari kambing-kambing gembalaannya. Di depan Jendral Stanley ia sembelih anjing kesayangannya itu. Dan ia dapatkan uang 1 poundsterling.

Lalu Jendral Stanley meminta lagi: “Kuliti anjingmu itu, saya bayar lagi 1 pound!” Penggembala itu langsung menguliti anjingnya yang sudah mati. Stanley berkata lagi, “Potong-potong anjingmu itu, aku bayar lagi 1 pound!” Si penggembala juga langsung mencincang anjingnya.

Setelah membayar pound ke 3, Stanley pergi berlalu. Si penggembala berlari mengejarnya sambil berteriak, “Bayar 1 pound lagi, saya sanggup memakan anjing ini.” Tapi Stanley tak bersedia. Kemudian ia berkata:

“Saya hanya ingin tahu mental kalian. Hanya demi mengharapkan uang 3 pound, kamu mau menyembelih dan mencincang-cincang teman setiamu dalam menggembala. Bahkan kamu bersedia untuk memakannya demi pound yang ke 4.”

Kemudian Jendral Stanley berbicara kepada para tentara yang mendampinginya: “Selama masih banyak orang-orang yang bermental seperti ini, maka tak perlu ada yang kita takuti di sini.”

Dari sini bisa dilihat, betapa berkah dan mulianya bila seseorang bisa bersifat jujur dan amanah, dapat dipercaya dan menjaga milik orang lain sama seperti (atau lebih dari) miliknya.

Betapa hina dan tercelanya seseorang yang mau mengorbankan teman baik atau kawan setia, hanya demi segepok dunia. Bahkan setelah itu harta dan kekayaannya bisa terancam hilang atau dikuasai orang lain.

Bagaimanakah kiranya nasib suatu kaum atau suatu bangsa, bila pemimpinnya seperti penggembala pertama atau seperti penggembala kedua?

( pemerhati sosial masyarakat)