Cegah Politisasi, Projamin Minta Bawaslu Pantau Bantuan Covid-19 di Raja Ampat

POLITIK, TERBARU31 Dilihat

KABARDAERAH.COM – Presiden Ir. H. Joko Widodo telah memperingatkan agar bantuan dalam skema social safety net (jaring pengaman sosial) tidak disalahgunakan oleh siapapun baik itu kepala daerah, pejabat daerah maupun setingkat RT.

Ketua Profesional Jaringan Mitra Negara- Pro Jokowi-Ma’ruf Amin (Projamin) Kabupaten Raja Ampat, Abraham Umpain Dimara mengungkapkan hal ini telah disampaikan berulang-ulang oleh presiden demi menjamin seluruh bantuan yang digelontorkan pemerintah dari APBN sampai kepada rakyat yang berhak dengan tanpa ada kecualinya.

Ia mengatakan rantai distribusi bantuan hingga sampai kepada penerima di lapis paling bawah sangat panjang, maka banyak terbuka peluang untuk menjadikan bantuan covid-19 sebagai bahan kampanye baik terang-terangan maupun terselubung terutama daerah yang akan menggelar pemilihan kepala daerah dan banyak diantaranya kepala daerah yang sedang menjabat akan maju kembali dengan berstatus petahana.

Dimara mencontohkan ada beberapa kejadian yang mengemuka dan mendapat sorotan tajam pemerhati pemilu adalah diantaranya bantuan covid-19 dalam bentuk sembako beras yang diberi label kepala daerah lengkap dengan fotonya, ada juga berupa hand sanitizer yang diberi foto kepala daerah dan mungkin masih banyak lagi yang belum terekspos.

Temuan-temuan tersebut terjadi di daerah yang akan menyelenggarakan pilkada dan kepala daerah digadang-gadang akan maju kembali untuk periode kedua.

“Tindakan seperti ini bukan saja tidak etis, tetapi berpotensi melanggar ketentuan jika ditinjau dari aspek hukum pilkada karena dapat dikualifikasikan sebagai politisasi bantuan covid-19 yang dalam norma UU Pilkada 10/2016 disebut sebagai menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan salah satu pasangan calon,” ujarnya.

Salah satu program yang rawan dipolitisasi menurutnya adalah dana desa untuk penanganan covid-19, karena ada alokasi untuk desa tanggap covid-19 dan bantuan langsung tunai (BLT) dari dana desa.

“Di Raja Ampat misalnya untuk posko desa lawan covid-19 dipajang foto bupati, hal ini tidak etis dan dapat menimbulkan salah tafsir bahwa seolah-olah kegiatan relawan desa/kampung lawan covid-19 bersumber dari bupati, padahal jelas bersumber dari Presiden melalui kementerian desa PDTT, lebih etis dengan cukup menyertakan logo daerah,” tegas Dimara.

“Untuk mencegah politisasi bantuan covid-19 di Raja Ampat, saya mendesak bawaslu untuk bergerak memantau penyaluran bantuan terutama di kampung-kampung, bisa ditelusuri kepada masyarakat atau kepala kampung misalnya, sepengetahuan mereka darimana bantuan itu berasal,” imbuhnya.

Ditegaskan Dimara apabila nantinya Bawaslu turun dan menemukan informasi dari masyarakat bahwa bantuan itu merupakan bantuan bupati, padahal faktanya adalah bantuan Presiden (Pemerintah Pusat) maka ini adalah politisasi bantuan covid-19 dengan dua kemungkinan.

Pertama, memang ada yang sengaja secara terstruktur dan sistematis menyampaikan informasi sesat itu agar menjadi opini yang massif.

Kedua, adalah cipta kondisi dengan membiarkan masyarakat beropini demikian tanpa pernah diluruskan.

Masih kata Dimara, Kepala daerah (petahana) dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan dirinya dalam kurun waktu 6 (enam) bulan sebelum penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih. Norma ini dimuat dalam pasal 71 ayat (3) UU Pilkada 10/2016, sedangkan ketentuan sanksinya ada di ayat (5) yaitu sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU (Provinsi/Kabupaten/Kota).

“Misalnya saja pelaksanaan pilkada pada Desember 2020 sesuai prediksi Mendagri, maka penetapan calon akan dilaksanakan 3 bulan sebelumnya (71 hari kampanye) atau jatuh sekitar bulan oktober 2020. Kembali kepada rumusan pasal 71 ayat (3) yang menyebutkan ketentuan 6 (enam) bulan sebelum penetapan calon maka saat ini adalah masuk dalam rentang waktu tersebut, dan temuan pelanggaran saat ini dapat memenuhi unsur pelanggaran sebagaimana dimaksud pasal a quo sehingga dapat ditindak ketika tahapan pencalonan telah resmi dimulai,” tuturnya.

Sementara untuk pejabat selain kepala daerah juga tidak terkecuali, dalam rumusan pasal 71 ayat (1) dijelaskan olehnya pejabat daerah juga dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.

“Kami Projamin berkomitmen untuk terus mengawal pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin termasuk program-program pro rakyat di daerah, dan akan terus memantau agar program Presiden di Raja Ampat tidak dipolitisasi untuk kepentingan pilkada. Dalam konteks ini kami mengingatkan bawaslu kabupaten bahwa pelaksanaan pengawasan pilkada tidak selamanya menunggu laporan resmi baru bergerak, tetapi bawaslu juga harus aktif melakukan pemantauan di lapangan, jangan ragu untuk menindak jika memang ada yang menyalahgunakan wewenang terutama dalam kondisi covid-19 ini,” pungkasnya.

(RIS)