Ini Pandangan Partai Indonesia Terang, Tentang Solusi Pemerintah Pusat Pasca Penetapan “Teroris” Terhadap KKB di Papua ( 1 )

BERITA UTAMA21 Dilihat

JAKARTA,KABARDAERAH.COM-Partai Indonesia Terang (Pinter) mengaku ‘prihatin’ dengan situasi dan kondisi Papua dan Papua Barat dengan terjadinya beberapa insiden di antaranya penembakan,pembakaran,dan pembunuhan terhadap warga sipil, TNI/Polri.

Peristiwa ini merupakan sesuatu yang sangat memprihatinkan. Terutama di tengah kondisi bangsa saat ini yang tengah dihadapkan dengan berbagai persoalan seperti pandemi COVID-19, ekonomi yang kurang stabil dan beberapa aspek sosial budaya yang sangat memprihatinkan akhir-akhir ini menerpa bangsa Indonesia.

Pernyataan itu disampaikan oleh Wakil Presiden Partai Indonesia Terang (DPP PINTER), Dr.Drs.Sayid Fadhil, S.H.,M.Hum dalam sebuah wawancara dengan redaksi Kabardaerah.com di Jakarta,hari ini.

Menurut Sebenarnya beberapa kasus yang terjadi di papua yang dilakukan oleh KKB akhir-akhir ini tidak perlu terjadi apabila sejak dari awal pemerintah bisa melakukan upaya-upaya persuasif yakni dengan melakukan pendekatan “sosio kultural” yang lebih mengedepankan nilai-nilai kearifan lokal dan sentuhan-sentuhan kemanusiaan dibandingkan dengan pengerahan kekuatan militer (bersenjata) untuk menghadapi KKB .

“Jadi, hal ini penting, mengingat sejarah telah membuktikan sejak awal terjadinya ‘ pergolakan’ sejak tahun 1965 dmn organisai Papua Merdeka dipirikan hingga sekarang benih-benih pergerakan ke arah untuk memisahkan diri dengan Negara Kesatuan Republik Infonesia (NKRI) terus terjadi baik dalam bentuk ‘sembunyi-sembunyi’ maupun secara terang-terangan yang telah banyak menelan korban, baik dari pihak pemberontak,warga sipil maupun TNI/Polri,” kata Kepala BPKS Sabang 2018-2019 Sabang itu.

“Partai Indonesia Terang (Pinter) menilai, bahwa pendekatan militer atau kekuatan bersenjata yang dikerahkan pemerintah Indonesia tersebut tidaklah efektif untuk menyelesaikan persoalan Papua yang kian complicated tersebut,” imbuh putra Aceh yang juga alumni Study of Comparative of Islamic Education ( Nedherlands-Germany-Belgium-French-AustriaTurkey) tersebut.

Belajar dari Konflik Aceh

Wakil Presiden DPP Partai Indonesia Terang (PINTER) besutan tokoh perempuan inspiratif asal Aceh, Dr (Cn) Hj.Rizayati,SH.MM ini, sangat berharap agar kiranya pemerintah harus mencari ” formula” baru utk menyelesaikan gejolak yang terjadi akhir-akhir ini dengan di Papua-Papua Barat dengan “belajar” dari kasus Aceh. Salah satunya dengan melakukan upaya-upaya yang lebih elegan dan bermartabat agar didapatkannya proses ” win win solution”.

Pria kelahiran Banda Aceh 1964 yang juga Wakil Rektor 1 Universitas Batam 2016-2017 Batam ini juga menjelaskan panjang lebar soal penanganan separitis Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di bumi Rencong, tanah kelahirannya itu.

Jadi, bila kita merujuk pada kasus Aceh, dimana dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) nya yang didirikan sejak tahun 1976 yang dipelopori oleh Hasan Tiro, tentu telah banyak memberikan pembelajaran bagi kita semua. Bahwasanya hidup di dalam masa konflik sangat tidak nyaman dan banyak menimbulkan gejolak dan permasalahan di tengah masyarakat Aceh pada saat itu.

Salah seorang Anggota KKB di Papua (foto: edunews.id)

“Kiranya kasus aceh tidak terulang di Papua karena tidak ada yang diuntungkan dengan situasi dan kondisi seperti itu,malah sebaliknya telah membuat kehidupan masyarakat Aceh ‘mati suri’ dengan adanya pergolakan yang ingin memisahkan diri dengan NKRI,” kata Sayid Fadhil yang juga kandidat 10 besar calon komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2012 itu.

Traumatis yang dialami oleh masyarakat Aceh, kata Sayid Fadhil, saat itu selalu dirundung duka karena efek dari kontak senjata antara TNI/POLRI dengan pihak GAM. Ia menyebut, efek kekerasan yang pernah dialami oleh masyarakat Aceh sangat merugikan semua pihak khususnya keluarga-keluarga korban. Akibatnya, ekonomi tersendat, pendidikan anak-anak terganggu.

“Namun, akhirnya setelah dilakukan upaya-upaya ‘damai’ antara pihak GAM dengan Pemerintah Indonesia ternyata kehidupan kemasyarakatan di Aceh kini berjalan normal.’ kisah Kepala Sekretariat Fraksi Utusan Golongan MPR-RI 2002-2004 Jakarta itu.

Ia mengakui, walaupun tidak sempurna seperti yang diharapkan,namun setidaknya upaya-upaya yang telah dilakukan Pemerintah Indonesia sudah menampakkan ke arah yang lebih baik.

“Kiranya kasus Aceh bisa menjadi referensi dan inspirasi untuk menyelesaikan masalah atau gejolak yang terjadi di Papua akhir-akhir ini yang kian memprihatinkan,” imbuh nya.

Lalu bagaimana upaya menyelesaikan persoalan Papua (KKB) yang kini semakin memanas pasca kontak senjata antara TNI dan KKB 25 April 2021? Partai Indonesia Terang memandang pemerintah harus mengedepankan asas-asas nilai kepatuhan.

“Kami (Partai Indonesia Terang-red), jika dilihat dari sisi politik maupun hukum, tentunya Pemerintah Indonesia harus melakukan upaya-upaya persuasif yangg lebih mengedepan asas-asas serta nilai “Kepatutan” dalam terminologi hukum yang selama ini ‘mungkin’ belum menjadi hal yang dianggap penting,” imbuh kandidat Walikota Banda Aceh Tahun 2007 itu.

Artinya, lanjut Fadhil, bahwa Pemerintah Indonesia seharus tidak terburu-buru menetapkan KKB sebagai ” organisai teroris” yang memberikan acuan pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018.

“Kepatutan yang dimaksud di sini adalah tidak mendikotomi siapa yang benar atau siapa yang salah. Hal yang harus dilihat secra lebih mendalam adalah ‘subatansi’ serta akar permasahan yang menimbulkan gejolak di Papua tersebut. Dalam artian, kenapa pihak KKB di Papua melakukan tindakan-tidakan kekerasan itu? Apa yang selama ini pemerintah pusat melakukan pendekatan ‘had to head’ dengan mereka? Bagaimana keterlibatan pemerintah daerah Papua dan beberapa kelompok masyarakat adat serta kepala-kepala suku yang perlu dilibatkan untuk memecahkan persoalan ini yang mungkin langkah ini yang perlu dilakukan.Dalam istilah peribahasa disebut ‘kalau ingin makan bubur yang panas maka harus dimulai dari yang pinggir-pinggir nya nya dulu,” urai alumni S3 Universitas Indonesia (UI) bidang Hukum ekonomi ( internasional) ini.

Pembentukan Partai Politik Lokal di Papua

Dari sisi pendekatan politik, alumni Faculty Of Law University Of Padjajaran Bandung (Magister Of Law) majoring of International Law ini juga menawarkan kepada pemerintah pusat dalam menyelesaikan persoalan di Papua.

Ia menyarankan agar pemerintah pusat mengakomodir usulan pembentukan Partai Politik Lokal di Papua-Papua Barat sebagaiman yang diijinkan untuk masyarakat Aceh pasca penyelesaian konflik kekerasan (yang) pernah dialami di Aceh selama 29 tahun dari GAM.

“Mungkin pendekatan politis seperti ini perlu dilakukan oleh Pemerinta Pusat. Sedangkan pendekatan hukum lain bisa dikeluarkan semacam Instruksi Presiden. Misalkan, tentang pembentuka Partai Politik Lokal. Cara ini untuk merespons keinginan-keinginan dan penyaluran aspirasi politik masyakat Papua, sebagaimana yang dilakukan di Aceh seperti Partai Aceh, Partai Sira, PNA. Kiranya ini bisa melancarkan kanal-kanal politik yang tersumbat di Papua saat ini,” saran Senior Consultan GTZ (German Technical Assistence) 2008-2010 Banda Aceh, Dr.Drs.Sayid Fadhil,SH.M.Hum.

Sebelumnya,Pemerintah Pusat melalului Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Prof.Mahfud MD secara resmi menetapkan KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata) di Papua sebagai “teroris” pada Kamis (29/4/2021) lalu. Adapun, label teroris tersebut berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 yang menyebut bahwa teroris adalah siapa pun orang yang “merencanakan, menggerakkan, dan mengorganisasikan terorisme.
“Penetapan ‘terororis’ terhadap KKB di Papua setelah Kepala Badan Intelejen daerah (Kabinda) Papua Brigjen TNI I Gusti Putu Danny Nugraha Karya gugur dalam insiden baku tembak dengan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua pada Minggu (25/4/2021). ** (domi lewuk).