Ulasan Tentang Perjanjian Dan Pasal Perdata Yang menjadi Dasarnya

BERITA UTAMA645 Dilihat

Sumbar.KabaeDaerah.com – Artikel di ini adalah terkait Hukum Perjanjian, tulisan ini ditulis oleh Shanti Rachmadsyah, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Selasa, 3 Agustus 2010. Sebelum menjawab inti pertanyaan, ada baiknya kami jelaskan terlebih dahulu mengenai definisi, syarat sah, dan macam-macam perjanjian.

 

Definisi dan Syarat Sah Perjanjian

Ricardo Simanjuntak dalam bukunya Teknik Perancangan Kontrak Bisnis menyatakan bahwa kontrak merupakan bagian dari pengertian perjanjian. Perjanjian sebagai suatu kontrak merupakan perikatan yang mempunyai konsekuensi hukum yang mengikat para pihak yang pelaksanaannya akan berhubungan dengan hukum kekayaan dari masing-masing pihak yang terikat dalam perjanjian tersebut.

 

Pasal 1338 KUH Perdata mengatur mengenai asas kebebasan berkontrak yang berbunyi:

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

Bahwa para pihak dalam kontrak bebas untuk membuat perjanjian, apapun isinya dan bagaimanapun bentuknya atau dengan kata lain semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku bagi undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Pada intinya, kontrak adalah suatu perjanjian antara dua orang atau lebih yang melahirkan suatu kewajiban, baik untuk berbuat maupun tidak berbuat sesuatu.

Penjelasan lebih lanjut tentang asas-asas utama dalam kontrak perdata dapat Anda simak dalam Asas-asas Hukum Kontrak Perdata yang Harus Kamu Tahu.

 

Syarat Sah Perjanjian

Meskipun demikian, asas kebebasan berkontrak bukan berarti bebas tanpa batas (mutlak). Setiap pihak yang membuat perjanjian harus memenuhi syarat sah perjanjian.

Pasal 1320 KUHPerdata mengatur 4 syarat sah perjanjian yaitu:

 

Kesepakatan para pihak

Kesepakatan berarti ada persesuaian kehendak yang bebas antara para pihak mengenai hal-hal pokok yang diinginkan dalam perjanjian.

Dalam hal ini, antara para pihak harus mempunyai kemauan yang bebas (sukarela) untuk mengikatkan diri, di mana kesepakatan itu dapat dinyatakan secara tegas maupun diam-diam.

Bebas di sini artinya adalah bebas dari kekhilafan, paksaan, dan penipuan. Secara a contrario.

Berdasarkan Pasal 1321 KUH Perdata, perjanjian menjadi tidak sah, apabila kesepakatan terjadi karena adanya unsur-unsur kekhilafan, paksaan, atau penipuan.

Sepakat Para pihak harus sepakat

Kecakapan para pihak

Menurut Pasal 1329 KUH Perdata, pada dasarnya semua orang cakap dalam membuat perjanjian, kecuali ditentukan tidak cakap menurut undang-undang.

Mengenai suatu hal tertentu

Hal tertentu artinya adalah apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak, yang paling tidak barang yang dimaksudkan dalam perjanjian ditentukan jenisnya dan merupakan barang-barang yang dapat diperdagangkan.

Sebab yang halal

Sebab yang halal adalah isi perjanjian itu sendiri, yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh para pihak. Isi dari perjanjian itu tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, maupun dengan ketertiban umum.

 

Macam-Macam Perjanjian

Perjanjian dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu perjanjian obligatoir dan perjanjian non obligatoir.

Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang mewajibkan seseorang untuk menyerahkan atau membayar sesuatu. Terdapat 4 macam perjanjian obligatoir:

  1. Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik, Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang membebankan prestasi kepada satu pihak. Sedangkan perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang membebankan prestasi antara kedua belah pihak.
  2. Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian atas beban, Perjanjian cuma-cuma adalah perjanjian di mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya. Sementara perjanjian atas beban adalah perjanjian yang mewajibkan masing-masing pihak memberikan prestasi.
  3. Perjanjian konsensuil, perjanjian riil dan perjanjian formil, Perjanjian konsensuil, yaitu perjanjian yang mengikat sejak detik tercapainya kata sepakat dari kedua belah pihak. Sedangkan perjanjian riil adalah perjanjian yang tidak hanya mensyaratkan kesepakatan, namun juga mensyaratkan penyerahan objek perjanjian atau bendanya. Adapun perjanjian formil adalah perjanjian yang terikat dengan formalitas tertentu, dalam hal ini sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
  4. Perjanjian bernama, perjanjian tak bernama dan perjanjian campuran, Perjanjian bernama adalah perjanjian yang secara khusus diatur di dalam undang-undang. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur secara khusus di dalam undang-undang. Sedangkan perjanjian campuran adalah perjanjian yang merupakan kombinasi dari dua atau lebih perjanjian bernama.

 

Sedangkan perjanjian non obligatoir merupakan perjanjian yang tidak mewajibkan seseorang untuk menyerahkan atau membayar sesuatu, yang terbagi menjadi 4

  1. Zakelijk overeenkomst, yaitu perjanjian yang menetapkan dipidindahkannya suatu hak dari seseorang kepada orang lain.
  2. Bevifs overeenkomst, yaitu perjanjian untuk membuktikan sesuatu.
  3. Liberatoir overeenkomst, yaitu perjanjian ketika seseorang membebaskan pihak lain dari suatu kewajiban.
  4. Vaststelling overenkomst, yaitu perjanjian untuk mengakhiri perselisihan yang ada di muka pengadilan.

 

Asas-asas Hukum Kontrak Perdata

Disarikan dari buku Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial (hal. 104-171), Agus Yudha Hernoko menerangkan asas-asas hukum kontrak menurut UNIDROIT (The International Institute for the Unification of Private Law) di antaranya terdiri dari:

Asas Kebebasan Berkontrak

Yang dimaksud dengan kebebasan berkontrak dapat dilihat secara implisit dalam Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”), di antaranya yaitu para pihak memiliki kebebasan untuk (hal. 111):

  1. Menentukan atau memilih kuasa dari perjanjian yang akan dibuatnya;
  2. Menentukan objek perjanjian;
  3. Menentukan bentuk perjanjian;
  4. Menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat opsional (aanvullend, optional).

Meskipun para pihak memiliki kehendak bebas, Agus kemudian merujuk pendapat Niewenhuis yang menegaskan, terdapat pengecualian kebebasan berkontrak, yakni dalam hal kontrak-kontrak formal dan riil (bentuk perjanjian) dan syarat kausa yang diperbolehkan (isi perjanjian).

 

Asas Konsensualisme

Yang dimaksud dengan asas konsensualisme yaitu para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus sepakat, setuju, atau seiya sekata mengenai hal-hal yang pokok dalam perjanjian yang diadakan itu. Asas ini tercantum dalam salah satu syarat sahnya perjanjian menurut Pasal 1320 KUH Perdata.

Apa yang dikehendaki oleh pihak satu, dikehendaki juga oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik, sebagaimana disarikan dari Bolehkah Membuat Perjanjian untuk Melepaskan Diri dari Utang Ortu?

 

Asas Pacta Sunt Servanda
Asas pacta sunt servanda berarti perjanjian yang dibuat berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, sebagaimana dimaksud Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata.

 

Asas Iktikad Baik (good faith)

Merujuk ketentuan Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata, yang dimaksud dengan iktikad baik berarti melaksanakan perjanjian dengan iktikad baik. Artinya, dalam melaksanakan perjanjian, kejujuran harus berjalan dalam hati sanubari seorang manusia (hal. 139).

Patut diperhatikan, pemahaman substansi iktikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata tidak harus diinterpretasikan secara gramatikal, bahwa iktikad baik hanya muncul sebatas pada tahap pelaksanaan kontrak (hal. 139).

Iktikad baik harus dimaknai dalam keseluruhan proses kontraktual. Artinya, iktikad baik harus melandasi hubungan para pihak pada tahap pra kontraktual, kontraktual, dan pelaksanaan kontraktual (hal. 139).

Selanjutnya, dalam Simposium Hukum Perdata Nasional yang diselenggarakan Badan Pembinaan Hukum Nasional (“BPHN”), diterangkan, iktikad baik hendaknya diartikan sebagai (hal. 141):

Kejujuran pada waktu membuat kontrak;

Pada tahap pembuatan ditekankan, apabila kontrak dibuat di hadapan pejabat, para pihak dianggap beriktikad baik (meskipun ada juga pendapat yang menyatakan keberatannya);

Sebagai kepatutan dalam tahap pelaksanaan, yaitu terkait suatu penilaian baik terhadap perilaku para pihak dalam melaksanakan apa yang telah disepakati dalam kontrak, semata-mata bertujuan untuk mencegah perilaku yang tidak patut dalam pelaksanaan kontrak tersebut.

 

Asas Syarat Sahnya Kontrak
Disarikan dari Hukum Perjanjian, syarat sahnya perjanjian menurut Pasal 1320 – Pasal 1337 KUHPerdata, yaitu:

  1. Kesepakatan para pihak,Kesepakatan berarti ada persesuaian kehendak yang bebas antara para pihak mengenai hal-hal pokok yang diinginkan dalam perjanjian.
  2. Kecakapan para pihak, Pada dasarnya, semua orang cakap dalam membuat perjanjian, kecuali ditentukan tidak cakap menurut undang-undang.
  3. Mengenai suatu hal tertentu, Hal tertentu berarti dalam perjanjian tersebut terdapat objek yang diperjanjikan, yang paling tidak objek yang dimaksudkan dalam perjanjian dapat ditentukan jenisnya.
  4. Sebab yang halal, Berarti perjanjian yang dibuat tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, maupun dengan ketertiban umum.

jika 4 syarat ini terpenuhi maka perjanjian sah secara hukum.

Asas Kontrak bisa dibatalkan bila mengandung perbedaan besar (gross disparity)

Asas Contra Proferentem dalam Penafsiran Kontrak Baku

Asas contra proferentem berarti klausul-klausul yang multitafsir ditafsirkan untuk kerugian pihak yang menyiapkan kontrak baku, sebagaimana diterangkan oleh Marko Cahya Sutanto dalam buku Prospek Penggunaan United Nations Convention on Contracts for the International Sale of Goods (CISG) sebagai Model Pembentukan Hukum Kontrak Jual-Beli Barang Internasional-Indonesia (hal. 10).

  1. Asas Diakuinya Kebiasaan Transaksi Bisnis di Negara Setempat
  2. Asas Kesepakatan Melalui Penawaran (offer) dan Penerimaan (acceptance) atau Melalui Tindakan
  3. Asas Larangan Bernegosiasi dengan Iktikad Buruk
  4. Asas Kewajiban Menjaga Kerahasiaan
  5. Asas Perlindungan Pihak Lemah dari Syarat-syarat Baku
  6. Asas Menghormati Kontrak Ketika Terjadi kesulitan (hardship)
  7. Asas Pembebasan Tanggung Jawab dalam Keadaan Memaksa (force majeur)

Dari sejumlah asas yang telah disebutkan di atas, Agus menyebutkan 4 asas yang dianggap sebagai saka guru hukum kontrak, yaitu asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas pacta sunt servanda, dan asas itikad baik (hal. 107).

 

Selain itu, disarikan dari Asas-asas Hukum Perjanjian: Suatu Landasan dalam Pembuatan Kontrak oleh M. Muhtarom, disebutkan 5 asas hukum kontrak yang dikenal menurut ilmu hukum perdata yaitu asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas iktikad baik, dan asas kepribadian (hal. 50).

Dalam hal ini, asas kepribadian berarti asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja.

Asas kepribadian ini bisa dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH Perdata. Tapi, seseorang dapat mengadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga dengan adanya suatu syarat yang ditentukan, ini diatur dalam Pasal 1317 KUH Perdata. Lebih lanjut, Pasal 1318 KUH Perdata mengatur perjanjian untuk kepentingan ahli waris dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya (hal. 53).

 

Pasal 1315 KUHPer menegaskan:

“Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.

” Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang ter sebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri.

Pasal 1340,Suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang Pembuatnya.

Suatu perjanjian tidak dapat membawa rugi kepada pihak-pihak ke tiga, dan tak dapat pihak-pihak ketiga mendapat manfaat karenanya, selain dalam hal yang diatur dalam pasal 1317.

 

Asas-asas Hukum Perikatan Nasional

Selanjutnya, M. Muhtarom menjelaskan, dalam Lokakarya Hukum Perikatan yang diselenggarakan BPHN pada tanggal 17 – 19 Desember 1985 dirumuskan 8 asas hukum perikatan nasional, antara lain (hal. 54-55):

  1. Asas Kepercayaan, Setiap orang yang mengadakan perjanjian akan memenuhi prestasi yang diadakan di antara mereka di kemudian hari.
  2. Asas Persamaan Hukum, Subjek hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam hukum.
  3. Asas Keseimbangan, Kedua belah pihak harus memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur berhak menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur. Lalu, debitur juga wajib untuk melaksanakan perjanjian dengan iktikad baik.
  4. Asas Kepastian Hukum, Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikatnya perjanjian, yaitu sebagai undang-undang bagi yang membuatnya.
  5. Asas Moralitas, Berkaitan dengan perikatan wajar, suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur.
  6. Asas Kepatutan, Ketentuan isi perjanjian yang diharuskan oleh kepatutan berdasarkan sifat perjanjiannya.
  7. Asas Kebiasaan, Suatu perjanjian tidak hanya mengikat apa yang secara tegas diatur, tapi juga hal-hal menurut kebiasaan lazim diikuti.
  8. Asas Perlindungan, Baik debitur dan kreditur harus dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu mendapat perlindungan adalah pihak debitur karena berada di posisi yang lemah.

Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

 

Pasal 1337 KUH Perdata menentukan bahwa :

“Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”.

Pasal 1338 ayat (1) menentukan bahwa :

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya”. Berdasar dua pasal dalam KUH Perdata tersebut, dapatlah dikatakan berlakunya asas konsensualisme di dalam hukum perjanjian memantapkan adanya asas kebebasan berkontrak.

Demikian, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum: Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

 

Referensi:

Agus Yudha Hernoko. Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial (Cet. 4). Jakarta: Prenamedia Group, 2014;

Marko Cahya Sutanto. Prospek Penggunaan United Nations Convention on Contracts for the International Sale of Goods (CISG) sebagai Model Pembentukan Hukum Kontrak Jual-Beli Barang Internasional-Indonesia. Bandung: Penerbit Alumni, 2019;

  1. Muhtarom. Asas-asas Hukum Perjanjian: Suatu Landasan dalam Pembuatan Kontrak. SUHUF, Vol. 26, No. 1, Mei 2014.