LSM KOAD: Hati-Hati Menuduh Apa Lagi Melalui Media

BERITA UTAMA79 Dilihat

Sumbar.KabarDaerah.com-Dikutip dari Radarnusantara.com

Nagari Sarilamak Akui Pungli PTSL Berdasarkan Pernag, Diduga Kangkangi Program PTSL Gratis Pressiden Ri

Program Tanah Sistem Lengkap (PTSL) ini sudah lama dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia yang ke 7 Ir. Jokowi Dodo sejak priode pertama sampaik sekarang. Dan sudah mengratiskan masyarakat tanpa pungut biaya untuk sertifikat PTSL dan suadah ribuan sertifikat yang dibagikan melalui Kementerian Badan Pertanahan Nasional / Agraria Tata Ruang (BPN /ATR).

Namun sangat disayangkan pada Nagari Sarilamak Kec. Harau Kab. Lima Puluh Kota Prov. Sumatera Barat, nagari ini menghalalkan pungutan liar (pungli) bagi setiap warga yang hendak mengajukan sertifikat PTSL kepeada Nagari Sarilamak dikenakan biaya adm Rp. 500.000. perkepala yang masuk dalam program kouta PTSL.

RN mengkomfirmsi Walinagari Sarilamak Oly Wijaya, via phonselnya 081310366xxx namun telp. tersebut tidak tersambung. RN mengkomfirmasi kembali petugas walinagari yang sering disapa oleh warga Man (03/12/19) ia mengatakan kepada RN kami memungut biaya PTSL berdasarkan Peraturan Nagari No. 6 Tahun 2019.

 

Directur Advokasi LBH Peduli Keadilan Nasioanal Marjuddin Nazwar, SH mengatakan kepada RN (04/12/19), bahwa tindakan yang dilakukan oleh oknum nagari sarilak sudah bertentangan dengan nawacita program presiden Ir. Jokowido dan mengkangkangi program kerakyatan presiden.

 

Hal ini dari sudut aspek hukumnya sudah masuk unsur kategori pungutan liar (pungli) sebagaimana yang telah diterbitkan Peraturan Presiden Ri No. 87 Tahun 2016 Tentang Satuan Tugas saber Pungli Hukum itu tidak melihat dari peraturan bawah hilarkinya hukum itu harus berpedoman pada hukum tertinggi bukan peraturan walinagari, ini modus cari keuntungan oknum nagari memamfaatkan situasi dan kondisi sehingga melahirkan Pernag tersebut terkesan permainan hukum yang diterbitkan oleh nagari seolah-olah masayarakat sudah dilandasi oleh nagari. Terang Marjuddin. (Dikutip dari Radarnusantara.com)

Penjelasan Ketua LSM KOAD terkait pungli

Menaggapi berita Radarnusantara.com terkait pungli di Nagari Sarilamak kurang tepat.

Seperti yang kita ketahui, bahwa arti pungli adalah singkatan dari pungutan liar. Pungutan liar adalah tindakan pengenaan biaya di tempat yang tidak seharusnya biaya dikenakan atau dipungut.

 

Secara etimologi, lebih populer dikenal dengan istilah pungli yang merupakan singkatan pungutan liar. Ternyata kata ini juga bersal dari bahasa China, yaitu dari kata Pung dan Li. Pung artinya persembahan dan Li artinya keuntungan, jadi pungli berarti mempersembahkan keuntungan.

 

Biasanya pungli dilakukan oleh pejabat atau aparat pemerintahan. Dalam hal ini, pungutan liar termasuk dalam kategori kejahatan jabatan yang konteknya mengarah pada penyalahgunaan kekuasaan untuk memaksa seseorang agar memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran serta mengerjakan sesuatu yang menguntungkan diri sendiri.

 

Pada beberapa kasus, pungutan liar juga dapat berupa uang pelicin atau yang biasa disebut uang terima kasih, uang rokok, uang semir maupun uang kopi.

 

Praktek uang pelicin biasanya terjadi di instansi pemerintah pemberi pelayanan yang prosedurnya tidak transparan, berbelit-belit dan tidak ada kepastian dalam hal waktu penyelesaian. Alih-alih diperbaiki, kebiasaan ini sering kali dianggap sebagai hal wajar dan menjadi standar dari pelayanan yang tepat waktu.

 

Uang pelicin memang tidak menyebabkan kerugian negara secara langsung, hanya saja apabila praktik tersebut berlangsung dalam jangka lama, maka dapat merusak integritas dan mental para pegawai instansi pemerintah. Bahkan hal ini bisa menjadi langkah awal terjadinya tindak korupsi dalam birokrasi.

 

 

Menurut LSM KOAD,

Urusan terkait pertanahan di Ranah Minang. Tanah bukan milik negara, tetapi milik ulayat adat, kaum, suku dan nagari. kita memahami bahwa selama ini bahkan setiap pengurusan tanah kita harus melalui pembuatan alas hak dari kaum, pernyataan kaum dan kesepakatan kaum yang disahkan oleh penghulu mulai dari paruik, jurai kaum suku dan Kelarasan atau panghulu ka ampek suku.

 

pejabat negera meminta pembayaran uang tidak sesuai aturan sebenarnya untuk tujuan tertentu.

 

Dikutip dari: Katadata.co.id dengan judul “Memahami Pungli, Penyebab, Perkembangan, dan Dasar Hukum Penindakannya”

 

Istilah pungli merupakan singkatan dari pungutan liar. Pungli adalah tindakan pegawai negeri atau pejabat negara yang menawarkan jasa atau meminta imbalan kepada masyarakat dengan maksud membantu mempercepat tercapainya tujuan, walau melanggar prosedur.

 

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dijelaskan bahwa pungutan artinya barang yang dipungut. Sedangkan liar artinya sembarangan dan tidak sesuai aturan.

 

Dengan demikian, pungutan liar dapat dimaknai sebagai barang yang diambil dengan cara yang tidak benar dan tidak sesuai dengan ketentuan yang ada. Dr. Syarief Makhya dalam buku Krisis Pemerintahan: Esai Tentang Politik Kebijakan dan Urusan Publik (2019) menjelaskan, pungli adalah upaya yang dilakukan oleh oknum aparat pemerintah untuk meminta imbalan atau uang tambahan di luar biaya resmi yang dikeluarkan oleh Pemerintah.

 

Biasanya, pungli dilakukan saat sedang melayani masyarakat, seperti saat mengurus perizinan, pembuatan KTP, membuat SIM, dan sebagainya. Tindakan pungli akhirnya menjadi alat untuk mencari penghasilan tambahan di luar gaji yang diterima.

 

Sebagai upaya pemberantasan pungli, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli).

 

Pasal 2 dalam aturan tersebut menjelaskan tugas Satgas Saber Pungli adalah melaksanakan pemberantasan pungli secara efektif dan efisien dengan mengoptimalkan personil, satuan kerja, dan sarana prasarana, bak yang berada di kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah.

 

Pungli memang termasuk dalam kategori kejahatan jabatan, yaitu penyalahgunaan kekuasaan untuk menguntungkan diri sendiri dan/atau orang lain, dengan memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.

 

Jadi Pungli dapat diartikan pungutan diluar aturan, ketika Nagari Sarilamak meminta uang sebesar Rp.500.000,- sebagai biaya PTSL yang dilengkapi Pernag tentunya tidak bisa disebut sebagai Liar karena ada dasar hukumnya. lagian pungli biasanya dilakukan tidak tranparans

 

Tindakan pemungutan yang dilakukan oleh nagari sarilamak adalah pungutan resmi dilakukan tranparan dan untuk kepentingan Nagari, walaupun bertentangan dengan nawacita sepertinya masih banyak yang lebih perkara besar yang harus ditangani oleh penegak hukum. lagi pula hal ini dilakukan terang terangan dan memiliki dasar hukum yang jelas.

 

Lagi pula, seperti yang kita ketahui bahwa sekarang Penghulu termasuk kedalam pemerintahan nagari tentunya, Panghulu tidak digaji oleh pemerintah. lagipula di Kemetrian Agraria/BPN mengukur tanah guna penerbitan sertifikat terdapat sejumlah biaya yang harus dibayar. (Tim)