Dua Tahun lebih Diselidiki Polresta Padang, Bukannya Tambah Terang, Laporan Bypass Teknik Makin Gelap Gulita

KabarDaerah.com – Jika kita telusuri dari kronologis, perkara tindak  Pidana Bypass Teknik sepertinya tidak ada masalah.

Dua tahun lebih diselidiki Polresta Padang, bukannya tambah terang laporan Bypass Teknik makin gelap.

Katanya, Polda Sumbar ada Itwasda, ada pengawas penyidikan. Pada kemana semua PJU, kok pada diam. jelas perakara ini tidak di posisi normal, kata ketua LSM KOAD.

Propam juga entah kemana, setelah terbitkan surat semua pada acuh tak acuh,  inikah yang disebut presisi di Polda Sumbar.

Sudah diberitahu dengan bukti, malah dihilangikan.

Melalui pemberitaan ini, ketua LSM KOAD minta Bapak Kapolri turun tangan segera, Divpropam juga acuh tak acuh, masalah Bypass Teknik sudah berada di Kompolnas dan  Ombudsman.

Kejahatan kok dibiarkan, jangan biarkan anggota berbuat zalim.

Jika Bidpropam  menjadi pelindung anggota oknum yang melanggar aturan,kemana lagi masyarakat akan melapor ?

“Instutusi Polri bukan untuk melindungi kejahatan, Polri ada unutk menjaga keamanan dan ketertiban”,  kata ketua LSM KOAD.

Jika diklasifikasikan, tindak pidana ini dapat digolongkan perkara mudah, seharusnya, tidak perlu berlama lama, jika penyidik Polresta Padang mampu melakukan.

Sebelum dilimpahkan Polda Sumbar, sudah dikatakan akan terkendala jika dilimpahkan ke Polresta Padang.

Dirreskrimum sepertinya tidak peduli. jika Bagwassidik bekerja pasti sudah diketahui penyebabnya. Kapolda Sumbar telah mengirim Surat Telegram ke Kapolresta Padang tanggal 6 Januari 2023, isi telegram tersebut untuk melakukan proses hukum sesuai aturan hukum. baris terakhir dari surat telegram tersebut, Kapolda minta membuat laporan ke Kapolda Sumbar.

Berarti jika setelah bulan Januari 2023 setidaknya, kapolda Sumbar telah mengetahui perkara ini. hal tersebut ditandai dengan Kapolda Sumbar menghindari pertemuan dengan pelapor, Kapolda minta langsung ke Direskrimum dan Kapolreta Padang, terakhir kepenyidik. sedangkan penyidik tergantung pimpinannya.

dikatakan ketua LSM KOAD, mengamati kejadian ini tentunya pimpinan telah mengetahui, tentang apa yang terjadi, sebenarnya.

Sepertinya presisi yang digagas Kapolri, beda persepsi dengan Polresta Padang dan Polda Sumbar, tentang apa yang dimaksud dengan presisi tersebut, yang jelas presisi bukan membiarkan kejahatan terjadi, bukan melilindungi pelaku kejahatan. kata ketua LSM KOAD.

Mari kita lihat apa yang terjadi di Polresta Padang, kenapa Polresta Padang seakan akan membiarkan tindak pidana terjadi bahkan terus menerus. sama seperti apa yang terjadi di Polsek Kuranji, dan begitu juga dengan Polda Sumbar, kenapa mereka membiarkan kejahatan terjadi terus menerus.

Polri dalam hal ini penyidik Polresta Padang sepertinya lebih senang berdebat, mengatakan perkara yang dilaporkan Perkara perdata.

Redaksi KabarDaerah minta pelapor memperjelas, “Pertama kita harus mengethaui kronologis terlebih dulu, kemudian paham dengan kejadian. kita lihat dulu waktu terjadinya, dalam hal laporan kami adalah 3 Agustus sampai 8 November 2021.

Berikutnya, kata ketua LSM KOAD, kontruksi hukum setidaknya, dibagi atas dua. Pertama barang kejasama dan  yang kedua adalah barang titipan.

Waktunya (Tempus Delity) terjadi tanggal 3 Agustus – 8 November. selanjutnya kita, kita harus lihat perjanjian kerjasama dan Setotan modal.

Disini, penyidik diatur pasal 1320 dan pasal 1340 KUHPerdata. dari kedua pasal tersebut dapat kita jelaskan bahwa perjanjian adalah sah sesuai aturan hukum dan berikutnya pihak ketiga tidak boleh mengambil manfaat atas perjanjian tersebut pasal 1340 KUHPerdata artinya, perjanjian hanya berlaku unutuk kedua pihak, dan pihak ketiga tidak berhak. setelah itu baru masuk ke pasal pasal lainnya.

Menurut Kapolri presisi adalah prediktif, responsif, transparan dan berkeadilan dalam hal penegakkan hukum. disni Polresta padang tidak demikian adanya.

Polresta Padang seakan akan mendahulu menyelidiki surat surat yang dijadikan bukti. biar kami terangkan sedikit untuk memperjelas, walaupun surat surat tersebut katakanlah palsu, yang bisa mempermasalahkan hanya Rusdi sebagai para pihak tidak oleh pihak lain. jadi penyidik kami minta untuk tidak bermain main dengan perkara masyarakat.

Kenapa, Polri jangan main main…??

Terutama dalam hal pelayanan Polri harus mengutamakan sikap presisi. dengan kejadian di Polresta Padang dan Polda Sumbar ini, terlihat anggota Polda Sumbar telah terjanjur, mempermainkan masyarakat.

Tenyata di Polda Sumbar dan Polresta Padang, berbeda dengan bawahan mabes Polri.

Polsek, Polresta bahkan Polda, tidak demikian halnya, mereka enggan memahami perkara apalagi melaksanakan apa yang menjadi semboyan Kapolri tersebut.

kita tentu ingin, Polri berubah menjadi lebih baik, sepertinya tidak demikian halnya dengan anggota Polri didaerah.

Seperti yang dialami sorang pelapor, ketika pelapor telah memberitahukan tentang sebuah peristiwa yana diduga tindak pidana. terlalu banyak halangan, mulai dari menghalangi pelapor membuat laporan, mengalihkan laporan ke pengaduan, sampai pada melempar laporan ke luar Polda Sumbar.

Sangat jelas bahwa jika tidak punya koneksi, uang sebagai biaya penyelidikan dan penyidikan, biaya saksi dan saksi ahli, sepertinya sulit untuk mendapatkan pelayanan seperti yang kita harapkan.

Presisi yang digembar gemborkan Kapolri disetiap kesempatan hanya menjadi wacana. demikian juga usaha Kapolda untuk memperbaiki nama baik Polri menjadi sia sia ketika anggotanya mengabaikan.

Sampai beberapa kali mendatangi SPKT, melapor masih saja dihalangi, apalagi menunggu proses hukum yang berbelit.

Waktu berpeluang besar untuk dipermainkan, sehingga masyarakat dibuat sulit untuk mendapatkan keadilan.

Masyarakat harus melalui proses berbelit dengan alasan yang mengada-ada, untuk memperjuangkan demi mendapatkan haknya.

Para penyidik sepertinya sudah tau sama tau, apa yang harus dilakukan jika menerima tugas yang nyata nyata sudah dipermainkan sebelumnya. itula yang terjadi mulai dari Polda Sumbar, Polresta Padang sampai ke tingkat Polsek

Miris memang penegakkan hukum di Polda Sumbar, ternyata usaha Kapolda memperbaiki citra Kepolisian di Sumatera Barat tidak didukung anggota di bawahnya.

Ketua LSM KOAD mengalami sendiri pelayanan mulai dari Polsek Polresta sampai ke Polda Sumbar, bahkan setelah ditangan kapoldapun masih saja dipermainkan.

Beruntung pelapor mengerti tentang hukum, sehingga tidak gampang dibodohi. pelpoar minta jika untuk membuktikan behwa perkara ini perdata, jangan satu lawan 15 orang polisi, cukup satu lawan satu, 2 atau  3 orang Polisi bolehlah, kata ketua LSM KOAD.

Setelah menjalani proses selama satu tahun setengah, akhirnya pelapor membuat surat kepada Jenderal Pol) Drs Listyo Sigit Prabowo M.Si tanggal 18 April 2023 dan sudah ditanggapi pihak mabes Polri dengan kembLi melimpahkan ke Polda Sumbar.

Pelapor menjadi bertanya tanya, apa sebab laporannya tidak diproses sesuai aturan hukum.

Sebagai contoh, layaknya ketika yang dilaporkan etika dan profesi, yang diproses tentunya prosesdur yang dilanggar. bukannya memberikan peluang untuk mempertanankan kesalahan atau mencari dalih lain sehingga kesalahan tersebut bukan kesalahan prosesdur, tapi perkara tersebut disepakati bukan perbuatan pidana.

Terlalu banyak keganjilan yang dilakukan, mulai dari gelar perkara yang dilakukan bagwassidik bahkan tanpa kehadiran terlapor atau calon tersangka sampai akhirnya pelapor melapor ke ITWASDA.

Sepertinya para penyidik sudah bertindak benar menurut mereka dengan melindungi perbuatan penyidik reskrim. Dengan demikian menurut versi mereka melindungi korp adalah yang utama.

Contoh lain yang dialami pelapor, ketika melapor dibuat sulit, diminta untuk mengadu, lalu menunggu proses gelar berbulan bulan. lalu dimana letaknya presisi tersebut.

Jauh dari harapan, bahkan sangat jauh sehingga pelayanan yang cepat tidak terpenuhi.

Bahkan bulan November 2022 pelapor sudah diterima melapor oleh Polda Sumbar, pelapor sudah membuat surat ke Kapolda dan sampai saat ini sudah satu tahun, namun perkara masih saja jalan ditempat.

Sebagai pelapor ketua LSM KOAD heran, kenapa Kapoldapun tidak didengar oleh bawahannya.

Terakhir Kapolda Sumbar sudah menyerahkan ke kasubdid Akbp (Pol) Rooy Noor S.iK. Setelah Akbp (Pol) Rooy Noor S.iK menerima malapor barulah laporan diterima SPKT, namun anehnya Dirrreskrim malah melimpahkan ke Polresta Padang.

Ketua LSM KOAD tidak habis fikir, kok instansi sebesar Polda Sumbar masih saja dibuat sebagai mainan, nama baik Polda Sumbar bukan barang mainan, selayaknya setiap pelapor dapatkan hak mereka.

Apakah hal ini disengaja…??.

Kita sebagai masyarakat awam layak mempertanyakan pelayanan yang dilakukan Polri, bahkan Kapolri sendiri sedang menggalakkan slogan presisi, tentunya juga harus dilakukan PJU di Polda Sumbar.

Saat pertemuan dengan penyidik, dikatakannya, “saya tergantung pimpinan”, demikian kata Bripka Dedi.

Disatu sisi penyidik independen, dilain sisi, sepertinya ada campur tangan pimpinanan dalam menentukan arah penyelidikan, kata ketua LSM KOAD.

Salah, jika aparat menghalangi masyarakat untuk melapor, bahkan setelah bisa melapor dilimpahkan lagi ke Polresta yang nyata nyata tidak mampu. memang dituntut ke piawaian Dirrreskrimum dalam melihat permasalahan yang menjadi.

(Sumber Tim khusus LSM KOAD dan KabarDaerah)