Israel Makin Brutal, PPB Semakin Picu  Permusuhan Dunia

DAERAH, TERBARU62 Dilihat

DKI.KABARDAERAH.COM – Rahman Sabon Nama, pengamat politik senior, mengatakan bahwa paska sidang darurat PBB tidak memberikan kepastian hukum bahwa resolusi DK PBB dipatuhi oleh Amerika Serikat dan Israel.

Malahan Israel semakin brutal melakukan agresi bersenjata atas pendudukan wilayah Yerusalem dan membantai dengan kejam rakyat Palestina, sehingga membuat situasi politik dan keamanan 22 negara di kawasan Timur Tengah, serta antara Israel-Palestina semakin tidak menentu.

“Hal demikian harusnya menjadi perhatian PBB, tetapi saya menilai Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) lebih sering menimbulkan kerusakan dari pada menciptakan keamanan dan ketertiban dunia,” ujar Rahman Sabon, kepada kabardaerah.com melalui telepon seluler di Jakarta, Kamis (28/12).

Menurutnya, kini lembaga keamanan dunia itu diuji terkait rongrongan provokasi Israel dan Amerika yang menentang putusan Sidang Darurat Majelis Umum PBB (21/12-2017) lalu. Jelas bahwa Resolusi 298 tahun 1971 dan Resolusi No.465 tahun 1980 untuk menghentikan dan membongkar bangunan pemukiman Yahudi di Yerusalem serta melarang semua tindakan yang dilakukan Israel dan Amerika saat ini untuk mengubah status Yerusalem baik dengan agresi senjata ataupun tidak adalah ilegal.

“Bahwa pengukuhan penetapan resolusi terkait Yerusalem itu semestinya harus dilaksanakan, dan tidak boleh lagi ada kegiatan terulang terkait pengakuan Ibukota Yerusalem oleh Israel dan Amerika pasca Sidang Darurat Dewan Keamanan (DK PBB) Kamis lalu. Apabila PBB tidak punya keberanian dengan membiarkan Amerika dan Israel terus mengkangkangi tidak melaksanakan putusannya, maka kredibitas PBB terancam ambruk,” tegas Rahman.

Ia melanjutkan, kegelisahan merundung umat Islam Indonesia dan umat Islam dunia apabila Sekjen PBB Antonio Guterres tidak tegas membiarkan Menlu Israel Tzipi Hotovely terus memprovokasi dan mempengaruhi negara kecil untuk menentang resolusi hasil Sidang Darurat Dewan Keamanan PBB, menolak klaim sepihak AS dan Israel terkait Yerusalem.

“Inikan menyangkut kepastian hukum internasional melalui DK PBB, yang seharusnya dipatuhi dan dilaksanakan bersama oleh negara manapun,” tutur Rahman Sabon.

Oleh karenanya, Sekjen PBB Antonio Guterres harus menegur dengan memberi peringatan keras. Tidak boleh terus membiarkan Amerika dan Israel melakukan diplomasi ilegal dengan mempengaruhi negara kecil agar menentang resolusi PBB untuk memindahkan kantor kedutaannya ke Yerusalem.

“Seharusnya PBB dapat memberikan sanksi ekonomi atau ancaman sanksi semacam pembekuan sementara keanggotaan di PBB apabila masih menentang resolusi DK PBB,” jelas Rahman.

“Masalah ini saya anggap serius,untuk menjamin kepastian hukum di tanah Palestina. Indonesia harus bisa mengambil peran dan Presiden Joko Widodo dapat meminta pimpinan negara anggota OKI dan Non Blok agar mendesak PBB konsisten menjalankan dan mengamankan putusannya terkait Yerusalem,” ungkap Rahman lagi.

Menurutnya, apabila Amerika dan Israel masih nekat dengan tidak mengindahkan resolusi sidang darurat PBB kemarin, maka merupakan keniscayaan DK PBB untuk dapat memberikan sanksi ekonomi atau membekukan sementara keanggotaannya di PBB bagi AS, Israel juga bagi negara penentang yang memindahkan kantor kedutaannya di Yerusalem.

“Saran saya agar Menlu Retno Marsudi untuk terus melakukan diplomasi dengan OKI dan negara Non Blok untuk bersama mengingatkan PBB. Indonesia harus mengecam tindakan AS dan Israel yg terus ngotot. Dan bila perlu memberikan sanksi ekonomi dan politik diplomatik bagi 9 negara (AS, Israel, Guatemala, Honduras, Nauru, Palau, Togo, Kepulauan Marshal dan Mikronesia) yang mau membuka kantor kedubesnya di Yerusalem, karena ini ilegal melawan hukum internasional,” pungkas Rahman. ***

Penulis: Muhammad Rafal