Cerita Negeri Para Bandit, Logika Hukum Diputar Balik

OPINI & ARTIKEL76 Dilihat

KabarDaerah.com-Bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa yang terbentuk di atas kompromi-kompromi sejarah. Sejak merdeka setengah abad lalu sampai di penghujung era 1960an, kompromi sejarah dan politik tersebut terbangun mengiringi semangat untuk membentuk dan mewujudkan kebersamaan nusantara.

Di negeri para bandit  benar-benar diterapkan, siapa kuat, dia menang. Dalam orde BANDIT, rakyat dibuat tunduk dengan cara-cara TEROR. Rakyat yang kritis dan tidak mau tunduk diberi cap sebagai ekstrim kanan/kiri.

Persoalan mendesak untuk dipecahkan adalah mencari cara agar para BANDIT ini tidak dapat berkuasa seenaknya perutnya.

Perlu dipikirkan sedini mungkin perangkat-perangkat yang memungkinkan agar para BANDIT ini tidak muncul kembali.

Founding Fathers kita pun merumuskan dasar negara dan nilai-nilai kebangsaan di atas kompromi-kompromi politik yang cukup signifikan, dengan sikap saling menghormati. Tokoh-tokoh besar seperti Soekarno, Hatta, Sjahrir, Agus Salim, Amir Sjarifuddin, M. Natsir, Soepomo, IJ Kasimo, Tan Malaka adalah pihak yang senantiasa berbeda pandangan dalam meletakkan pondasi kehidupan kebangsaan.

Negeri yang kaya akan nilai keindahan dan kekayaan alamnya, alam yang menyediakan sumber kehidupan bagi mereka mengakibatkan pergeseran pemikiran tentang pentingnya pengetahuan, lantas apa yang selalu mereka pikirkan?. Yah, yang ada dibenak mereka hanyalah bagaimana mendapatkan makanan, ini bukanlah hal mudah namun hutan selalu mempermudah apa yang mereka inginkan.

Hutan bukan saja sebagai ladang kehidupan namun hutan juga sebagai rumah bagi mereka. Inilah kekayaan alamiah sehingga pemikiran tentang pendidikan belum begitu diperlukan dalam kehidupan saat ini.

Bagi mereka pendidikan hanyalah alat untuk saling membodohi, alat dimana menjadikan setiap orang sebagai musuh dalam selimut, pendidikan melunturkan apa yang mereka sebut ketenangan dan kenyamanan. Sampai seburuk itu pendangan mereka tentang pendidikan, hal ini sulit untuk di ubah dalam waktu singkat.

Kemiskinan semakin menjadikan mereka terpuruk dalam hal pendidikan, kebanyakan mereka hanya bersekolah tampa berpikir apa yang harus di peroleh di bangku sekolah, kehadiran mereka hanya memenuhi ruang kelas namun pemikirannya berada di luar kelas.

Keadaan ini terus berlanjut hingga ujian akhir ketika ujian akhir itu telah berakhir maka berakhirlah juga pengetahuan mereka, dengan begini mereka hanya bisa menenteng selembar Izasah Sekolah Dasar atau Izasah Sekolah Menengah Atas namun secara pengetahuan masihlah sangat minim.

Namun toh dasar konstitusi dan dasar pandangan berbangsa itu pun terbentuk. Integrasi nasional juga bisa diwujudkan (selain kasus Timor Timur). Dan mereka bisa merumuskan sebuah ideologi yang –meminjam Soekarno– digali dari falsafah bangsa sendiri, Pancasila (sebelum diselewengkan Orba).

Memasuki Orde Baru, berbagai kompromi itu dipaksakan ke dalam sebuah kristalisasi ideologi, yakni pembangunan –sebagai sarana untuk memperkuat posisi negara di atas masyarakat. Yang terjadi bukan lagi kompromi, tapi sentralisasi dan hegemoni penguasa pada yang dikuasai. Pancasila yang susah-susah dibangun oleh Founding Fathers kita itu akhirnya dijadikan alat hegemoni yang paling ampuh untuk memaksa pandangan rakyat tunduk pada penguasa.

Pancasila pun mengalami desakralisasi makna, bahkan ia saat ini dihujat karena sebuah akibat yang pasti, yakni ketertindasan wacana rakyat, bukan karena sebab mengapa Pancasila ada. Akibatnya, struktur masyarakat pun tidak mengalami modifikasi yang cukup kondusif untuk mengembangkan sebuah paham demokrasi yang lebih rasional, melainkan restriksi di sana-sini yang kerap terjadi. Demokrasi pun didefinisikan sebagai sikap yang taat pada titah “Sang Ratu”.

Kita lalu mengalami sebuah orde yang disebut sebagai “reformasi”, di mana momentumnya ditemukan pada 21 Mei 1998. Orde ini mengklaim diri sebagai pembawa demokrasi, sebagai pilihan yang paling mungkin di antara konsep-konsep kepemimpinan yang lain. Namun sampai di awal 2001 ini apakah kita sudah merasakan “demokrasi”? Tunggu dulu. Kita sedang memasuki atau berada di sebuah masa yang diklasifikasikan para pakar ke dalam era transisi. Banyak pakar menyebut sebagai –meminjam O’Donell dan Schimitter– sebagai transisi menuju demokrasi. Tetapi, benarkah proses sejarah ini merupakan sesuatu yang linier seperti “siklus polibios” gaya Plato, di mana otoritarianisme akan digantikan demokrasi secepat kilat?

Kultur korup masih berakar

Akhir-akhir ini perdebatan di antara para elit politik begitu mewarnai wajah media massa. Dari perdebatan-perdebatan itu kita mendapat kesan bahwa merekalah yang paling tahu segala persoalan, bahkan muncul juga kesan bahwa merekalah yang paling jago. Padahal, apa yang mereka bicarakan tidak berkejelasan.

Mereka tidak peduli apakah yang dibicarakan itu merupakan sebuah fakta atau sebuah analisa. Yang penting mereka merasa harus berbicara agar orang tahu bahwa dialah pejuang rakyat. Soal yang diungkapkan berisi atau tidak, tak pernah dipersoalkan.

Kecenderungan para elit politik kita saat ini adalah melemparkan isu dengan cara menyudutkan lawan-lawan politiknya.

Dalam melemparkan isu yang saling menyudutkan ini, mereka memang memakai berbagai alasan yang seolah-olah logis, tetapi di balik semua itu sebenarnya mereka sedang memainkan suatu politik kambing hitam dengan memutarbalikkan fakta. Pertanyaan kita sekarang, mengapa semua ini terjadi?

Kalau kita berani dengan jeli menelusuri fenomena-fenomena tersebut, kita akan mendapatkan suatu kenyataan yang mengejutkan. Ternyata sampai saat ini mentalitas Orde Baru masih memainkan peran yang sangat besar dalam alam dan sistem politik kita.

Bila kita telaah, ternyata sistem Orde baru yang selama puluhan tahun melingkupi bangsa kita dibangun dari beberapa unsur. Unsur-unsur itu di antaranya, pertama, adalah dilestarikannya budaya feodal dan diterapkannya model pemerintahan fasisme. Dalam kebudayaan feodal zaman dulu, rakyat dibuat sedemikian patuh terhadap para penguasa yang terjelma secara nyata dalam diri para priyayi.

Pada zaman sekarang pola-pola semacam itu masih dipertahankan dan bahkan dikembangkan demi kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan pemerintah.

Rakyat dibuat bodoh dan ‘manut’ ketika semua sumberdaya yang mereka miliki, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia, disedot untuk kepentingan pusat. Kalau rakyat menolak maka mereka akan diberi stigma antipembangunan dan bahkan mungkin diberi stigma sebagai gerakan subversive. Kepatuhan rakyat yang demikian itu dipelihara dengan ancaman kekerasan angkatan perang dan polisi rahasia.

Kedua, sistem pemerintahan dan penanganan masyarakat dengan model Jepang. Zaman pendudukan Jepang dengan fasisme dengan bermetode ancaman, teror, penyiksaan, dan ketakutan massal. Ini pun dibarengi dengan pengurasan seluruh kekayaan penduduk yang dilakukan Balatentara Dai Nippon.

Pola-pola semacam itu kini terulang lagi secara lebih sistematis dan canggih dengan ditambah unsur baru yang dibawa oleh sistem Multi-National Corporations (MNC) dengan big industry dan big business mereka. Belum lagi dengan perantara para komprador suatu elite ningrat baru pribumi yang melayani pihak asing dan sistem perekrutannya lebih banyak menggunakan sistem kolusi dan nepotisme.

Dunia sangat mengenal Robin Hood. Tokoh heroik dalam kisah rakyat Inggris abad ke-19. Dia dipersonifikasikan sebagai bangsawan pembela rakyat yang merampas harta para pejabat korup untuk diberikan kepada kaum jelata.

Musuh utamanya, Sheriff Prince John, tipikal penegak hukum arogan dan sewenang- wenang. Sang Robin begitu melegenda, bahkan patungnya dalam aksi memanah diabadikan di sudut Kota Nottingham, Inggris.

Para ahli ilmu sosial menjuluki Robin Hood dan tokoh-tokoh serupa seperti si Pitung dari Betawi sebagai social bandit. Sang bandit sosial. Menurut sejarawan Inggris, EJ Hobsbawn (1972), bandit adalah sosok atau anggota geng yang pekerjaannya menyerang dan merampok dengan menggunakan kekerasan. Khusus bandit sosial, dia merampas dan menebar ancaman bukan untuk dirinya, melainkan untuk kepentingan rakyat yang dizalimi dan membutuhkan sosok pembela.

Kini, pada era modern, banyak juga para bandit. Bukan bandit sosial berhati mulia ala Robin Hood dan si Pitung. Namun, bandit beneran. Hobsbawn menyebutnya ordinary bandit, penjahat sungguhan yang suka membuat onar, merampok, dan melakukan kekerasan untuk kepentingan diri dan gengnya. Bandit yang satu ini tidak melawan para pejabat korup, mereka sendiri justru koruptor kelas berat. Mereka pandai melakukan kriminalisasi. Kebanditannya menyerupai para gangster mafioso yang profesinya membuat huru-hara sejagat.

Kekuasaan bandit Sudah Merajai Negeri Yang Bernama Nusantara ini.

Negeri dan bangsa dimanapun tidak akan hidup normal, aman, damai, maju, dan bemartabat jika dikuasai para bandit.

Bandit sungguhan yang merangkap sebagai koruptor, pejabat sewenang-wenang, dan kriminal kerah putih. Mereka leluasa mengatur, mendikte, dan mengobrak-abrik tatanan negeri.

Para bandit ini rakus dan sangat ambisius. Kekayaan dan rekeningnya miliaran hingga triliunan sehingga mampu membeli apa saja untuk menopang keberadaannya.

Jaringan kekuasaan dan kekuatan uang para bandit ini sangat luas. Jika berkorupsi tidak sendirian, tetapi melibatkan orang lain yang memiliki ber bagai akses di berbagai lingkungan. Ketika suatu saat kejahatannya terancam dibongkar, mereka piawai melakukan serangan balik sistematik. Kroni dan gengnya menyebar di seluruh antero negeri sehingga mampu hidup aman dan nyaman di segala rezim. Ada pengusaha, pengacara, politikus, dan tokoh-tokoh digdaya yang siap pasang badan manakala ada masalah.

Para bandit kerah putih ini piawai menguasai warga agar berada di pihaknya. Sumber daya sosial dan lokal dikuasainya. Ketika diri atau kroninya terancam, dengan serta-merta mampu mengerahkan seluruh jaring an massanya. Di lapas pun bisa bebas keluar dan dibela warga. Bahkan, sebagian warga gampang dipesan untuk demo mendukung takhta dan keberadaannya. Sebagian warga yang rentan sosial ekonomi dan kesadaran kritisnya tidak jarang gampang dimobilisasi untuk menyangga hegemoni kuasanya.

Para bandit itu biasanya bertakhta dalam garda pelindung yang berlapis-lapis. Politikus, hakim, pengacara, dan elite-elite wibawa menyangga keberadaannya. Mereka menjelma menjadi unthouchable-man, sosok-sosok yang tak tersentuh hukum, moral, dan sanksi sosial. Petinggi negeri pun tak berani membuangnya.

Daya cengkeram dan pengaruh kekuasaannya luar biasa menggurita laksana kedigdayaan Cosa Nostra atau mafia Sisilia di Italia pada abad ke-19.

Karena ulah para bandit, negara hukum jadi rusak. Hukum dan penegakan hukum sangat tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas. Negara hukum dengan sangkar besi positivismenya malah menjadi surga bagi para koruptor dan pembikin onar.

Sistem politik pun dapat diperalat, yang berkonspirasi dengan para politikus korup dan pengejar tahta. Kekayaan negara terus di kuras dan para bandit itu menjadi miliuner atau triliuner. Sementara, rakyat tak banyak beranjak nasibnya, tetap melarat dan selalu diperalat.

Negeri al-mutharafun

Ketika suatu negara banyak dipengaruhi, didominasi, didikte, dan dihuni para bandit korup di seluruh struktur pemerintahannya, negeri itu tak ubahnya sebagai negara perbanditan (state banditry).

Mereka menebar kerusakan, kekerasan, dan kekacauan demi pemenuhan keserakahan diri dan kroninya melalui banyak jalur kekuasaan secara terstruktur, sistemik, dan masif.

Persis sebagaimana pemerintahan Firaun Ramses II yang superperkasa, yang berkonspirasi dengan Qarun, sang pengusaha hitam, dan Hammam, sang birokrat korup. Dalam bahasa Al quran, para bandit dan perusak kehidupan disebut al-muthrafun.

Mereka sangat rakus dam zalim melampaui batas sebagaimana firman Allah dalam surah al-Isra ayat 16.

Al-muthrafun memiliki sifat bandit yang membuat segala kegaduhan dan merusak sendi-sendi kehidupan.

Banyak kisah negeri-negeri terdahulu yang hancur karena kekuasaan al-muthrafun dan para bandit. Alquran mengisahkan negeri Saba, kaum `Ad, Tsa mud, Madyan, umat Nabi Nuh, dan Firaun yang hancur binasa karena penduduk dan elitenya melampaui batas. Tingkahnya membuat kerusakan di muka bumi.Mereka diazab dan dibinasakan Tuhan sebagaimana firman-Nya dalam surah Qaf ayat 36.

Dalam khazanah kenabian, kehancuran suatu bangsa juga bisa berkaitan dengan tindakan hukum dan para hakim yang tuna kebenaran dan keadilan. Hukum sekadar alat verbal yang dapat ditafsirkan semaunya sendiri dan diperjualbelikan dengan masif. Nabi bersabda yang artinya, “Wahai manusia, ketahuilah sesungguhnya kehancuran umat terdahulu sebelum kamu disebabkan apabila yang mencuri itu orang yang terpandang mereka tinggalkan hukumnya, sebaliknya jika yang mencuri itu dari kalangan rakyat biasa, mereka tegas menerapkan hukuman.

Demi Allah, jika Fatimah anakku mencuri, pasti kupotong tangannya.” (HR Imam Bukhari).

Maka, jangan pernah merasa aman ketika suatu negeri dikuasai dan cenderung memberi ruang pada praktik perbanditan.

Momentum kehancuran dan azab Tuhan hanya soal waktu, lambat atau cepat. Suatu keadaan yang tidak diinginkan siapa pun. Di sinilah pentingnya pemimpin pemberani yang berdiri tegak di atas kebenaran dan keadilan. Bukan pemimpin lembek, berjarak pandang pendek, dan cenderung toleran pada para pembuat onar negeri.

Manakala para pemimpin suatu negeri tak memiliki karakter kenegarawanan yang kuat dan membiarkan para perusak negara menguasai pemerintahan, dia berada di jurang keambrukan. Suatu kali, Umar bin Khattab ditanya tentang kehancuran negeri. “Suatu negara akan hancur kendati negeri itu makmur, bila para pengkhianat menjadi petinggi negeri dan kekayaan negara dikuasai oleh orang-orang yang fasik,” ujar Amirul Mukminin. (dikutip dari tulisan Haedar Nasir)

Umar Bin Khattab : Suatu Negeri akan Hancur Jika Para Penghianat Jadi Petinggi, dan Harta dikuasai Orang-orang Fasik

Umar bin Khatab Radiyallahu Anhu  adalah Khalifah yang berhasil membangun dan meletakkan dasar-dasar ekonomi kokoh berdasarkan keimanan  dan Tauhid kepada Allah Subhana wa Ta’ala. Beliau adalah orang yang terakhir kali bisa makan dan beristirahat setelah yakin  penduduk sudah  terjamin kesejahteraannya. Beliau  sangat zuhud terhadap keduniawiaan dan itu diberlakukannya pada keluarganya. Umar Radiyallahu anhu sangat terkenal dengan pengawasan terhadap rakyatnya dan ketegasannya terhadap orang-orang yang melakukan penyimpangan, khususnya apabila orang yang melakukan penyimpangan itu adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pekerjaan umum seperti Gubernur, hakim, pemungut zakat.

Dalam masa sekarang ini dimana negara-negara di dunia terbagi menjadi negara kapitalis, negara sosialis dan lain-lain sesuai dasar sistem ekonomi yang diikuti oleh setiap negara.  Ini menunjukkan begitu kuatnya hubungan antara politik dan ekonomi yang saling mempengaruhi secara timbal balik. Umar Radiyallahu anhu menjelasakan bahwa kerusakan sistem pemerintahan dan dikuasainya berbagai urusan oleh orang-orang yang fasik merupakan sebab kehancuran pilar-pilar umat; dimana beliau mengatakan,” Suatu negeri akan hancur meskipun negeri itu makmur kekayaan alam berlimpah.” Mereka berkata,” Bagaimana suatu negeri hancur sedangkan dia makmur?” Ia menjawab ,” Jika orang-orang yang penghianat menjadi petinggi dan harta dikuasai oleh orang-orang yang fasik.”

Sesungguhnya ekonomi kontemporer mengakui sebab-sebab hancur, kerusakan ekonomi dan bahwasanya itu merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap usaha pengembangan ekonomi khususnya di negara-negara berkembang.

Oleh karena itu , Umar R.a berupaya keras dalam mewujudkan sistem pemerintahan yang baik. Bahkan seringkali beliau bertanya kepada sebahagian sahabatnya agar mereka mengemukakan pendapat mereka untuk mengetahui faktor-faktor kebaikan. Contohnya kepada Muadz bin Jabal ,” Apakah pilar perkara ini ya Muadz?’ Ia berkata,”Islam, karena dia adalah  fitrah; ikhlas , karena dia adalah substansi agama, dan ketaatan karena dia adalah perlindungan.

Dari fikih Ekonomi Umar Radiallah hu anhu. semasa pemerintahannya, ada beberapa point yang menyebutkan kriteria sistem pemerintahan yang baik yaitu :

  1. Pemerintah melaksanakan tugasnya nya yang terpenting yaitu menjaga agama dengan cara menetapkan hukum-hukumnya dan berjihad melawan musuh, menjaga harta kaum muslimin yaitu dengan mengumpulkan dan membagikannya sesuai syariah, menegakkan keadilan dengan meralisasikan kemanan dan ketentraman , berupaya mewujudkan kesejahteraan ummat dengan memperhatikan orang-orang  yang membutuhkan
  2. Melibatkan ummat dengan cara musyawarah ataupun memberikan andil ummat kepada pengawasan terhadap jalannya pemerintah dengan cara menasehati dan meluruskannnya
  3. Ada hak ummat menuntut pemerintah jika pemerintah mengabaikan pelaksanaan apa yang menjadi hak-hak ummat. Dalam hal ini Umar sangat peduli untuk mengetahui pendapat umum dan ia bertanya kepada Malik , sahabat dekatnya di rumah seraya mengatakan ,” wahai Malik , bagaimana keadaaan manusia?” ia menjawab “ Manusia dalam keadaan baik .”. Lalu Umar bertanya lagi “Apakah kamu mendengar sesuatu ?” Malik menjawab “ Aku tidak mendengar melainkan kebaikan”Pertanyaan ini berulang sampai tiga kali. Maka Malik berkata padanya pada hari ketiga”Apa yang kamu khawatirkan dari manusia?” Umar menjawab” Bagaimana kamu ini Malik! Aku khawatir jika Umar mengabaikan sebagian hak kaum muslimin lalu mereka datang kepadanya dengan bendera dan menanyakan hak mereka ?” Dan diantara nasehat Umar kepada para gubernurnya adalah “ Janganlah kamu memukul kaum muslimin, karena dengan itu kamu menistakan mereka. Dan janganlah kamu menghalangi hak mereka, karena dengan itu kamu menjadikan mereka untuk mendurhakai kamu..
  4. Adanya Kestabilan yang tidak mengakibatkan kepada pergolakan dan kegoncangan. Kestabilan politik disini adalah dengan mengharamkan seorang muslim mendurhakai pemimpinnya.
  5. Pengembangan ekonomi ini menuntut adanya sistem manajemen yang memudahkan lajunya roda pengembangan dan menghilangkan rintangan dari jalannya, dimana sebagian bentuk manajemen dan sistem pengawasan yang terdapat dalam fikih ekonomi Umar r.a adalah sbb :
    1. Hisbah dan pengawasan pasar
    2. Pengawasan harta
    3. Pengawasan kerja dan pengaturannya
    4. Perlindungan lingkungan
  6. Menurut Fiqih ekonomi tersebut ,bahwasanya ada korelasi antara pengembangan ekonomi dalam kacamata Islam dengan terwujudnya suatu lingkungan yang islami dalam segala aspek kehidupan. Dan dari dua diantara lima pilar-pilar pengembanganan ekonomi ( sebagaimana dikemukakan dalam disertasi Dr Jaribah bin Ahmad dari tesisnya yang membahas mengenai itu) adalah  
  7. Kesalehan ummat

Sesungguhnya kesalehan ummat adalah dengan mengimani Islam sebagai akidah dan syariah dan aplikasi nya dalam segala aspek kehidupan.

Ketika seorang muslim meyakini bahwa dia sebagai Khalifah di bumi, ini akan mendorongnya melakukan pengembangan ekonomi karena ini merupakan hak dan sarana ummat. Dan jika ini dilakukakannya sepenuh hati karena Allah (ikhlas) maka akan menjadi ibadahnya dihadapan Allah Ta’ala.

Disisi lain , ketaatan dan kemaksiatan juga berdampak dalam kehidupan ekono mi umat, dimana ketaatan akan menjadi sebab diperolehnya keberkahan dalamn segala sesuatu, sedangkan kemaksiatan berakibat tercerabutnya keberkahan dari segala sesuatu . Allah berfirman dalam QS al A’Raf : 96

“ jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan  bumi, tetapi mereka mendustakan( ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya..”

Umar Radiyallahu anhu mengegaskan dalam pernyataannya ;”… Sesungguhnya dunia adalah kesenangan yang menawan, maka barang siapa mengambilnya dengan cara ayang benar, dia akan mendapatkan keberkahan di dalamnya, dan barang siapa mengambilnya dengan cara tidak benar maka dia seperti orang yang makan dan tidak pernah kenyang.

 2. Kebaikan sistem

Pemerintah adalah perangkat politik dan apa yang muncul darinya terkait  sistem pemerintah. Sebab dengan kebaikan perangkat politik, konsistensi pemahaman politik bagi individu dan kebaikan hubungan antara rakyat dan pemerintah, maka akan meletakkan laju pesatnya pengembangan ekonomi pada jalan yang semestinya.

Contoh sikap Umar sebagai pejabat negara dapat dilihat dari perkataaan antara lain tehadap para gubernurnya “ Sesungguhnya aku tidak menguasakan kepadamu atas urusan arah, harga diri serta harta kaum muslimin, namun aku mengutus kamu untuk menegakkan shalat, membagi fai’ mereka dan menetapkan hukum dengan Adil.

Kepada para komandan pasukan Umar Radiyallahu Anhu mengatakan : “..Perintahkan manusia agar pergi haji dan barangsiapa yang tidak mampu , maka hajikan dia dari harta Allah..”

Perkataan Umar, ” Sungguh aku sangat berupaya agar tidak melihat kebutuhan manusia melainkan aku penuhinya, selama sebagian kita terdapat keleluasaan atas sebagaian yang lain. Tapi jika demikian itu tidak dapat dilakukan, maka kita memberi contoh dalam kehidupan kita sehingga kita sama dalam kecukupan”

Dalam fikih ekonomi Umar radiyallahu anhu kita dapatkan bahwasanya politik ekonomi dijalankan oleh pemerintah merupakan tolok ukur terpenting tentang baik atau tidaknya sistem pemerintah, sekaligus merupakan karekteristik sistem pemerintah itu. Sebagai bukti hal itu bahwa Umar Radiyallahu anhu mengatakan”’ demi Allah.., aku tidak mengerti apakah aku khalifah atau seorang raja. Jika aku Raja maka demikian itu adalah perkara besar!”   Maka seorang berkata,” Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya diantara keduanya terdapat perbedaan.” Ia berkata,” Apakah itu ? Ia menjawab, ’Khalifah tidak mengambil melainkan dengan cara yang benar dan tidak meletakkannya melainkan dalam kebenaran dan Anda alhamdulillah seperti demikian itu.. Sedangkan raja adalah menindas manusia, lalu dia mengambil dari ini dan memberi yang ini.” Maka Umar pun diam.

Bangsa Ini Akan Hancur di Tangan Orang orang Munafik

“Bangsa hancur ditangan para munafik-dokumen pribadi”][/caption]Tertangkapnya M. Sanusi, Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, sekaligus politisi Partai Gerindra dan merupakan adik kandung dari Wakil Ketua DPRD DKI Mohamad Taufik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan tindak pidana dalam kasus perizinan reklamasi pantai Jakarta menunjukkan betapa dahsyatnya budaya korupsi di lingkungan para pejabat pejabat Negara.

KAsus ini sebetulnya tidaklah terlalu mengagetkan karena memang banyak pejabat baik di eksekutif, legislative dan yudikatif sekalipun yang bernasib sama yaitu tertangkap KPK karena korupsi.

Namun hal yang cukup memberatkan adalah KEMUNAFIKAN mereka yang sangat telanjang. Betapa tidak!!! Mereka dengan lantang berteriak “ANTI KORUPSI”, “GANYANG KORUPSI”, dan lain sebagainya, namun ternyata merekalah “PELAKU KORUPSI ITU SENDIRI”. Dalam Islam inilah yang dinamakan “MUNAFIK” yaitu antara perkataan dan perbuatan tidak sejalan.

Saya begitu yakin dengan angka 60%, mayoritas pejabat-pejabat Negara yang memiliki sifat “MUNAFIK” dalam berbagai hal, terutama dalam konteks korupsi. Di seminar dan diskusi-diskusi mereka berteriak lantang “ANTi KORUPSI”, namun sesungguhnya merekalah pelaku korupsi. Tentunya dengan kelihaian mereka berbicara dan berpenampilan bersih. Tapi ternyata Tuhan tidak pernah SARE, sampai akhirnya Tuhan tunjukkan kebenaran yang hakiki melalui tangan-tangan KPK. Jadi siapapun yang merasa melakukan KORUPSI, TOBATLAH karena perilaku anda akan ketahuan juga, cepat atau lambat!!!

Saya membayangkan, bagaimana jadinya negeri ini bila dipimpin oleh “GEROMBOLAN PARA MUNAFIK”??? Semua bisa diatur dan dikondisikan. Asal ada “UANG” dan “Kekuasaaan” yang di dapat. Saya yakin praktik korupsi, kolusi dan nepotisme, dikriminasi, ketidakadilan dan akhirnya kehancuran akan menjadi taruhannya. Mereka akan gunakan segala cara untuk membenarkan setiap langkah mereka.  Karena yang terpenting bagi mereka adalah “UANG dan KEKUASAAN”. Bila para “MUNAFIK” ini berkuasa maka negara ini pelan tapi pasti akan hancur, demi kepentingan sesaat mereka.

Maka dari itu, saya menghimbau kepada siapapun, “JANGAN PERNAH GADAIKAN NEGERI TERCINTA INI KEPADA PARA MUNAFIK KARENA KEHANCURAN AKAN MENJADI MASA DEPAN BANGSA INI”. kita harus tegakkan Undang Undang,  pemimpin yang jauh dari kata “MUNAFIK” demi masa depan Indonesia yang lebih cerah lagi. Semoga bermanfaat.(sumber Kompasiana)

Kejamnya Milisi Cina Indonesia ‘Po An Tui’ Terhadap Kaum Pribumi, seharusnya jagan dilupakan

Orang-orang Cina mereka sudah menguasai hampir seluruh asset ekonomi Indonesia. Bahkan, boleh dikatakan orang-orang Cina sudah menguasai Indonesia dari Sabang sampai Marauke.

Mereka sejak zamannya Soeharto hingga SBY selalu banyak mendapat kemudahan dari perbankan, dan akhirnya memeras rakyak dengan cara menaikan harga dagangannya, demi mendapatkan keuntungan berlipat-lipat, sehingga membuat rakyat bangkrut dan menjadi kere.

Bahkan, orang-orang Cina mendapatkan “berkah”, saat Indonesia dibawah Presiden Abdurrahman Wahid. Di mana eksistensi orang-orang Cina mendapatkan pengakuan secara politik dengan dilegalkannya agama Kong Huchu menjadi agama resmi di Indonesia.

Kebobrokan dan kehancuran moral  dan sosialpun selalu dimulai oleh orang-orang Cina. Seperti misalnya kebiasaan menyuap dan menyogok pejabat pemerintah, minum minuman keras, narkoba, sex bebas, ini bagian dari pola hidup mereka. Banyak para ‘cukong’ narkoba yang tertangkap, tak lain,  orang Cina. Mereka yang ditangkap dan dipenjara masih bisa mengendalikan bisnis narkobanya di balik jeruji besi.

Saat ini sudah banyak orang Cina yang menjadi pegawai negeri, dan mereka selalu melakukan kecurangan dan mementingkan kelompoknya, biasanya mereka menjadi pegawai negeri karena memiliki keahlian tertentu misalnya dokter, tenaga teknis, dan lainnya.

Setelah seluruh lini strategis terkuasai berikutnya mereka akan melakukan percepatan masuk ke dunia politik. Dimulai dengan melakukan dukungan materi kepada para kandidiat legislative, menjadi cukong pejabat yang masih aktif ataupun mencoba menjadi Kepala Daerah.

Contoh di dalam dunia politik adalah Ahok, lulusan jurusan Geologi universitas Trisakti, (Universitas yg sempat di dominasi orang Cina), kemudian menjadi anggota legislatif dan bupati di daerah mayoritas Cina (Bangka Belitung). Termasuk di Kalimantan Barat, gubernunya juga orang Cina.

Saat ini kekuatan Cina internasional mendorong agar tokoh mereka (Ahok) menjadi gubernur DKI Jakarta, sesudah Jokowi didorong menjadi calon presiden. Skenario ‘cukong’ Cina ini dengan menggunakan media seperti Kompas, dan sekuler lainnya, tujuannya DKI Jakarta yang menjadi ibukota dan pusat ekonomi, jatuh ke tangan orang-orang Cina. Nantinya, akan disulap menjadi Singapura.

Strategi politik jangka panjang berikutnya adalah bila  Ahok dapat menjadi wakil gubernur di DKI, dan Joko widodo disingkirkan di tahun 2014. Dengan kata lain pada tahun 2014 Ahok sudah menjadi Gubernur orang-orang Cina yang menguasai  Ibu kota Negara Indonesia.

Sekarang para cukong Cina yang dahulunya mendukung rezim Soeharto seperti Hary Tanoe sudah menjadi calon presiden melalui Hanura yang dipimpin Jendral Wiranto, orang kepercayaan Soeharto.

Bahkan, sebuah informasi yang sifatnya ‘inside’ pernah rapat kabinet di Cikeas, membahas “Pembangunan Indonesia Timur dan Papua”, ternyata yang memberikan arahan bukan Presiden SBY, dan yang keluar dari ruang dalam Cikeas, adalah Tomy Winata, dan memberikan pengarahan dan presentasi di depan para menteri dan pejabat setingkat menteri. Betapa para “cukong” Cina sudah masuk sampai ke Istana.

Begitu pula bos Lion Air, Rusdi Kirana, sudah “mentake over” PKB dari tangan Muhaimin Iskandar, dan didudukan sebagai Wakil Ketua Umum. Dua orang Cina Hary Tanoe dan Rusdi Kirana, sudah masuk ke ranah politik.

Sesudah sukses menggenggam 80 persen asset ekonomi Indonesia, sekarang mereka masuk ke ranah  politik, sebagai bagian akhir pengusaaan terhadap Indonesia. Tujuannya menjadikan bangsa Indonesia atau kaum pribumi, sebagai “kuli dan jongos” di negerinya sendiri.

Secara faktual orang-orang Cina sudah melakukan penjajahan ekonomi bangsa Indonesia. Hal ini tergambar dengan adanya fakta-fakta dibawah ini :

  • Semua Mal-mal di setiap kota di Indonesia hampir 100 persen milik orang Cina.
  • Importir barang barang kebutuhan pokok (Beras, Gula, Daging, Kedelai) juga orang Cina.
  • Eksportir hasil bumi keluar negeri adalah orang Cina.
  • Pemilik toko dan tengkulak di desa desa juga orang Cina.
  • Pemilik pabrik pabrik dan pengusaha besar orang Cina.
  • Pendukung semua presiden sejak Zaman Suharrto, Habibie,Gusdur,Megawati dan Sulsilo  Bambang Yudhoyono dibelakangnya pengusaha cina yang menjadi dalang ekonominya.
  • Media cetak dan elektronik (TV) yang besar besar milik orang Cina.
  • Artis dan pembawa acara di televisipun sudah banyak orang Cina.
  • Koruptor kelas kakap yang tertangkap KPK umumnya Cina yang menyuap para pejabat.
  • Menteri dan pengamat politikpun juga sudah mulai bermuculan dari orang Cina seperti Marie Elka Pangestu.
  • Pengemplang BLBI Rp 650 triliun, yang lari ke Singapura juga orang Cina.
  • Daerah daerah di Jakarta seperti, Jakarta Barat, Jakarta Utara dan sebagian Jakarta Pusat saat ini sudah di kuasai orang Cina, warga pribumi, termasuk Betawi, sudah tersingkir ke daerah daerah Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Depok dan Tanggerang.
  • Perkantoran di gedung gedung  mayoritas di Jalan Thamrin, Sudirman, Kuningan, juga miliki Cina dan karyawannyapun cina.
  • Toko toko Elektronik, onderdil motor dan bengkel, toko  Matrial bangunan dan Distributor bahan pokok juga umumnya orang Cina.
  • Banyak warga cina yang memiliki senjata api.

Fakta-fakta diatas adalah gambaran yang bisa dituliskan dengan panjang, dan masih banyak lainnya yang belum dimasukkan, oleh karena itu kepada seluruh warga Negara Indonesia untuk dapat memulai dan melakukan gerakan melawan kekuatan Cina yang sedang menjajah Indonesia yang suatu saat kelak akan memproklamirkan sebagai bagian dari Cina internasional di perantauan.

Kekuatan Cina baru ini akan menyerap semua kemampuan ekonomi rakyat Indonesia dan sumber daya alam yang akan diarahkan ke Cina sebagai sumber alam yang mendukung bangsa Cina menguasai dunia.

Seperti halnya, Singapura dahululnya mayoritas Melayu, tapi sekarang menjadi mayorita Cina. Termasuk Malaysia sekarang orang-orang Cina sudah sangat mapan, dan jumlah sudah mencapai 40 persen. Mereka juga menguasai ekonomi Malaysia.

Negara Indonesia dan bangsa Indonesia sudah berada di tangan orang-orang Cina. Pemerintahannya sudah  tidak berdaya menghadapi ekspansi orang-orang Cina, dan mereka masuk ke dunia politik dengan menunggangi partai politik, seperti Hanura dan PKB. Bahkan, nanti orang Cina, bukan hanya menjadi presiden, tapi gubernur, bupati, dan walikota.[edy baskom/mash/voa-islam.com] Jum’at, 18 Rabiul Awwal 1435 H / 17 Januari 2014 15:16 wib

  • Bukti nyata Cina Indonesia antek penjajah
  • Sekarang, para anak keturunan dan anak cucu laskar PO AN TUI telah berkuasa dan menguasai Indonesia, kemudian memperbudak dan menjadikan kaum pribumi sebagai kuli di negerinya sendiri. Kejahatan mereka tidak kalah hebatnya, saat zaman penjajahan Belanda terhadap pribumi. Asset pribumi Indonesia sudah digenggam anak keturunan laskar PO AN TUI.

Milisi Cina Indonesia yang dikenal sebagai ‘Po An Tui’ yang dibentuk oleh Administrasi Belanda untuk membantu mereka melawan Pejuang Indonesia. Beberapa unit (seperti di Jawa Tengah) Laskar Cina Indonesia  ini terlibat dalam Agresi, dan beberapa dugaan mereka melakukan kejahatan perang dengan membunuh POW (tawanan perang) di Temanggung./ militaryphotos.net/forums

Laskar PO AN TUI, adalah satuan bersenjata orang-orang Cina di Indonesia yang loyal kepada Belanda.. Inilah fakta sejarah tak pernah terungkap selama ini dikalangan pribumi.

Tugas laskar Po An Tui selain menjadi mata-mata juga untuk meneror pejuang pribumi. Kehadiran serta sepak terjangnya yang terkenal kejam menjadi salah satu penyebab pejuang Islam sangat membenci etnis Cina, dan sebaliknya etnis Cinapun antipati terhadap para pejuang Islam. hal itu sudah berlangsung sejak lama.

Aksi Po An Tui itu tergolong kejam bahkan lebih kejam dibanding dengan tentara Belanda. Sayangnya, dalam penulisan sejarah, keberadaan dan kejahatan serta tindak-tanduk laskar Po An Tui cenderung diabaikan. Ada upaya sistematis untuk menghilangkan fakta sejarah ini.

Mengapa Westerling setelah menebar teror di Bandung dan berniat membunuh Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengku Buwono IX berhasil kabur ke Singapura?

Jenderal TNI (Purn) Abdul Haris Nasution yang kala itu menjabat KSAD (Kepala Staf Angkatan Darat) dalam bukunya “Memenuhi Panggilan Tugas,” mengisahkan bahwa, setelah menebar teror di Bandung, dan jadi buronan pasukan Siliwangi Westerling berhasil lolos ke Jakarta.

Tapi persembunyiannya di Jakarta (Tanjung Priok) akhirnya berhasil diendus oleh satuan CPM dari KMKBDR (Komando Militer Kota Besar Djakarta Raja), khususnya sub KMK Tanjung Priok.

Westerling pun tertangkap. Namun, saat hendak digelandang ke KMK, secara tiba-tiba Westerling dan ajudannya memberondong satuan CPM, dan melarikan diri ke aeah Zandvoort (pantai Sampur).

Di pantai itu telah menunggu sebuah pesawat Catalina yang kemudian membawa Westerling kabur ke Singapura. Mudahnya Westerling kabur ke Singapura, karena ia memiliki hubungan istimewa dengan Laskar PO AN TUI. Dimasa Perang Kemerdekaan laskar ini mendapat pasokan senjata dari Singapura.

Laskar PO AN TUI, adalah satuan bersenjata orang-orang Cina di Indonesia yang loyal kepada Belanda. 

Tugas laskar Po An Tui selain menjadi mata-mata juga untuk meneror pejuang pribumi. Kehadiran serta sepak terjangnya yang terkenal kejam menjadi salah satu penyebab pejuang membenci etnis Cina dan etnis Cina pun antipati terhadap para pejuang.

Sebagai mata-mata, anggota laskar Po An Tui selalu mengamat-amati kegiatan para pejuang. Akibatnya gerak-gerik dan markas pejuang dapat diketahui. Setelah markas para pejuang diketahui, Belanda melakukan serangan gabungan dengan Inggris terhadap markas para pejuang.

Laskar Po An Tui tidak hanya terdapat di Jakarta, tapi juga di Medan, Surabaya dan kota-kota lainnya. Aksi Po An Tui itu tergolong kejam bahkan lebih kejam dibanding dengan tentara Belanda.

Di Bandung, laskar Po An Tui aktif membantu NICA (Nederland Indische Civil Administration) menebar teror terhadap para pejuang, seperti pembunuhan, penculikan, pemerkosaan, dan penjarahan. Teror itu bertujuan agar pribumi segera pindah ke Bandung Selatan dan tidak mendukung RI.

Sayangnya, dalam penulisan sejarah, keberadaan dan tindak tanduk laskar Po An Tui cenderung diabaikan. Ada upaya sistematis untuk menghilangkan fakta sejarah ini. Mungkin tujuannya agar bangsa ini tidak mengetahui sejarah. Tapi para pejuang yang pernah menderita kekejamannya tentu tidak dapat melupakannya.

Menurut salah seorang putera pejuang kemerdekaan RI, masalah kekejaman Po An Tui sempat disinggung dalam persidangan Konstituante di tahun 1950-an. Ia menulis salinan penggalan pidato seorang pejuang yang menjadi anggota Konstituante.

Pidato yang disampaikan oleh Mado Miharna (organisasi Persatuan Rakyat Desa) di hadapan Sidang Pleno Konstituante tahun 1959 adalah sebagai berikut:

Saudara Ketua dan Madjelis Konstituante jang terhormat, dalam rangka pemandangan umum;

Saudara Ketua, bagi seluruh pedjuang bangsa Indonesia jang mengikuti dan mengalami pahit-getirnja perdjuangan sedjak Proklamasi 1945, lebih-lebih tentunja bagi perintis-perintis kemerdekaan bangsa, melihat keadaan dan penderitaan masjarakat dewasa ini, pasti akan sedih, sedih karena ini bukanlah tudjuan kita, bukan masjarakat sematjam sekarang jang kita idam-idamkan.

Seluruh lapisan masjarakat telah berdjuang tetapi baru beberapa gelintir orang-orang sadja jang senang. Beribu-ribu pedjuang kita dibunuh, tetapi golongan pembunuh jang menikmati keuntungan.

Para pedjuang kita ditangkap dan disiksa, tetapi hasilnja golongan jang menangkapi dan menyiksa para pedjuang masih berkuasa.

Pao An Tui sementara dari golongan Tionghoa jang membantu aktif tentara Belanda jang telah membunuh, membakar, menangkapi anak-anak buah kami, sampai sekarang masih bergelandangan, bukan sadja masih bergelandangan, tetapi berkuasa dan menguasai segala sektor penghidupan rakjat.

Golongan Po An Tui jang telah dengan kedjamnja membunuh dan membakar para pedjuang kemerdekaan termasuk anak-anak buah kami, karena mereka tidak mengungsi dan terus berada di kota bersama Belanda, mendadak menjadi kaja, sesudah Belanda tidak ada mereka menduduki bekas tempat Belanda.

“Inilah bukan bajangan, bukan impian, tetapi kenjataan, lihatlah sadja di Bandung” …. (Pidato yang disampaikan oleh Mado Miharna –organisasi Persatuan Rakyat Desa– di hadapan Sidang Pleno Konstituante, waktu itu (1959).

Sekarang, para anak keturunan dan anak cucu laskar PO AN TUI telah berkuasa dan menguasai Indonesia, kemudian memperbudak dan menjadikan kaum pribumi sebagai kuli di negerinya sendiri. Kejahatan mereka tidak kalah hebatnya, saat di zaman Belanda terhadap pribumi. Asset ekonomi Indonesia sudah digenggam anak keturunan laskar PO AN TUI.

Anak keturunan laskar PO AN TUI sudah masuk di ranah politik, seperti sekarang Hary Tanoe yang menjadi Cawapres Partai Hanura, di Kalimantan Barat menjadi Gubernur, di DKI ada Ahok, dan sangat arogan. Padahal, mereka dahulunya kaki tangan penjajah Belanda dan Jepang.  Sadarlah wahai kaum pribumi.  voa-islam.com /mh/nahimunkar. Selasa, 19 Rabiul Awwal 1435 H / 17 Desember 2013 08:49 wib (dikutip dari Nahimungkar)

Sekarang kitalah yang menentukan nasib Indonesia, mau kemana Indonesia akan kita bawa, jangan biarkan penghianat mengasai negeri ini. Pribumi harus bangkit untuk membela haknya.(Red)

(sumber Sumbartoday.net 20 Sept 2020)