Fungsi Polri ditengah masyarakat, Bagaimana prosedur jika anggota Polri melanggar aturan

BERITA UTAMA633 Dilihat

Sumbar.KabarDaerah.com-Pada Selasa (19/1/2021), calon Kapolri Komjen (Pol) Listyo Sigit Prabowo menjalani uji pembuatan makalah di DPR. Makalah tersebut, antara lain akan mengungkap visi misi Listyo saat menjalankan tugas sebagai kapolri terpilih.

Kapolri adalah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bertanggung jawab sebagai pimpinan Polri atau Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Tugas dan fungsi Polri

Dirangkum dari laman Humas Polri, tugas pokok, wewenang, peran, dan fungsi Polri diatur melalui Undang-Undang No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Dalam UU tersebut menyebutkan bahwa Polri merupakan alat Negara yang berperan dalam pemeliharaan kamtibmas, gakkum, serta memberikan perlindungan,pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya Kamdagri.

Sementara tugas dan fungsi Polri adalah sebagai berikut:

1. Fungsi Polri/ kepolisian

Pasal 2 :” Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan Negara di bidang pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat”.

2. Tugas pokok Polri/ kepolisian

Pasal 13: Tugas Pokok Kepolisian Negara Rrepublik Indonesia dalam UU No.2 tahun 20002 adalah sebagai berikut:

  • Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat
  • Menegakkan hukum
  • Memberikan perlindungan,pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Sementara itu, dalam melaksanakan tugas pokoknya, kepolisian atau Polri bertugas:

1. Tugas Pembinaan masyarakat (Pre-emtif)

Tugas Polri dalam bidang ini adalah Community Policing, dengan melakukan pendekatan kepada masyarakat secara sosial dan hubungan mutualisme.

Namun, konsep dari Community Policing itu sendiri saat ini sudah bias dengan pelaksanaannya di Polres-polres. Konsep Community Policing sudah ada sesuai karakter dan budaya Indonesia ( Jawa) dengan melakukan sistem keamanan lingkungan ( siskamling) dalam komunitas-komunitas desa dan kampong, secara bergantian masyarakat merasa bertangggung jawab atas keamanan wilayahnya masing-masing.

Hal ini juga ditunjang oleh Kegiatan babinkamtibmas yang setiap saat harus selalu mengawasi daerahnya untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan khusus.

2. Tugas di bidang Preventif

Segala usaha dan kegiatan di bidang kepolisian preventif untuk:

  • Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Serta memelihara keselamatan orang, benda dan barang termasuk memberikan perlindungan dan pertolongan, khususnya mencegah terjadinya pelanggaran hukum.
  • Dalam melaksanakan tugas ini diperlukan kemampuan professional tekhnik tersendiri seperti patrolil, penjagaan pengawalan dan pengaturan.

3. Tugas di bidang Represif

Di bidang represif terdapat 2 (dua) jenis Peran dan Fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu represif justisiil dan non justisiil. Bila terjadi tindak pidana, penyidik melakukan kegiatan berupa:

  • Mencari dan menemukan suatu peristiwa yang dianggap sebagai tindak pidana;
  • Menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan;
  • Mencari serta mengumpulkan bukti;
  • Membuat terang tindak pidana yang terjadi;
  • Menemukan tersangka pelaku tindak pidana.

Dalam UU 2 tahun 2002 tentang Polri mencabut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dianggap sudah tidak memadai lagi dan perlu diganti untuk disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan hukum serta ketatanegaraan Republik Indonesia, karena hal tersebut maka diperlukan bentuk Undang-Undang tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang baru.

UU 2 tahun 2002 tentang Polri menyikapi bahwa telah terjadi perubahan paradigma dalam sistem ketatanegaraan yang menegaskan pemisahan kelembagaan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing.

Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia mulai berlaku pada tanggal diundangkannya yaitu 8 Januari 2002.

Pada saat Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dinyatakan tidak berlaku.

UU 2 tahun 2002 tentang Polri akan meningkatkan pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku alat negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) mengatur tentang

  1. Perincian kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia, yaitu melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;
  2. Pembinaan profesi dan kode etik profesi agar tindakan pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat dipertanggungjawabkan, baik secara hukum, moral, maupun secara teknik profesi dan terutama hak asasi manusia;
  3. Kemudian mengenai lembaga kepolisian nasional yang tugasnya memberikan saran kepada Presiden tentang arah kebijakan kepolisian dan pertimbangan dalam pengangkatan dan pemberhentian Kapolri sesuai amanat Ketetapan MPR RI No. VII/MPR/2000, selain terkandung pula fungsi pengawasan fungsional terhadap kinerja Kepolisian Negara Republik Indonesia sehingga kemandirian dan profesionalisme Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat terjamin.
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disahkan di Jakarta oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada tanggal 8 Januari 2002. Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia diundangkan Sekretaris Negara RI Bambang Kesowo pada tanggal 8 Januari 2002 di Jakarta.

 

Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia ditempatkan pada Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168. Agar setiap orang mengetahuinya.

Bagaimana jika dalam penyidikan perbuatan tindakan pidana, dipermainkan oleh oknum anggota Polri.?

Pelanggaran Kode Etik Profesi Polri

Kode etik kode etik kepolisian diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Perkapolri 14/2011”) yang ruang lingkupnya terdiri dari:

  1. Etika Kenegaraan;
  2. Etika Kelembagaan;
  3. Etika Kemasyarakatan; dan
  4. Etika Kepribadian.

Dari keempat etika di atas, berkaitan dengan perilaku polisi berada di hiburan malam dan dalam keadaan mabuk kemudian ia memukul warga sipil adalah Etika Kemasyarakatan dan Etika Kepribadian

Etika Kemasyarakatan adalah sikap moral Anggota Polri yang senantiasa memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum serta melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat dengan mengindahkan kearifan lokal dalam budaya Indonesia.

Etika Kemasyarakatan memuat pedoman berperilaku Anggota Polri dalam hubungan:

  1. pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas);
  2. penegakan hukum;
  3. pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat; dan
  4. kearifan lokal, antara lain gotong royong, kesetiakawanan, dan toleransi.

Etika Kepribadian adalah sikap perilaku perseorangan Anggota Polri dalam kehidupan beragama, kepatuhan, ketaatan, dan sopan santun dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Etika Kepribadian memuat pedoman berperilaku anggota Polri dalam hubungan:

  1. kehidupan beragama;
  2. kepatuhan dan ketaatan terhadap hukum; dan
  3. sopan santun dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Jadi, dalam hal polisi berada di hiburan malam dan dalam keadaan mabuk kemudian ia memukul warga sipil sedangkan ia tidak sedang bertugas, maka atas tindakan tersebut dapat dikategorikan telah melanggar etika profesi Polri. Karena sudah seharusnya polisi menghindarkan diri dari perbuatan tercela yakni mabuk dan memukul warga sipil. Terhadap pelanggaran etika profesi tersebut dapat dilaporkan ke Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) pada kantor polisi terdekat, sedangkan untuk proses pelanggaran kode etik yang diduga dilakukan, akan ditindaklanjuti secara terpisah oleh Divpropam Polri.

berikut adalah sketsa perosedur pelaporan:

Sebuah Contoh Kasus :

Dalam hal ini LSM KOAD telah melaporkan pelanggaran tindak pidana ke Polda Sumbar, namun sampai saat ini laporan tersebut sepertinya tidak di proses.

Pada hal, Kapolda Sumbar sudah men-disposisi surat laporan tersebut untuk dilakukan proses hukum. demikian kata Indra

Berikut ditambahkannya :

Pada awal Gelar perkara yang diadakan pada tanggal 14 Oktober 2020, terlihat para penyidik sedikit gundah.

Perkara LP/232 terkait LP direktur Bank Nagari ternyata sudah di hentikan, tanpa mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan.

Awalnya penyidik mengatakan bahwa perkara yang dilaporkan masih dalam proses lidik, jadi tidak perlu SP3 kata Akbp Erlis SE.

Pernyataan Erlis tersebut di perkuat oleh Kompol Asril, dia mengatakan bahwa proses hukum laporan LP/232 memang masih lidik.

“jadi kami hanya terbitkan surat SPPHP”, kata kompol Asril

Saat gelar kedua Indrawan menyampaikan bahwa proses LP/232 sudah dalam penyidikan,

” Jika laporan yang dimaksud memang sudah dihentikan, tolong keluarkan SP3 nya “, kata Indrawan

Kompol Asril terlihat agak kebingungan, mengetahui bahwa LP/232 memang sudah ditahap Penyidikan.

Tanggapan LSM KOAD:

“Jika memang demikian, dari awal sudah disampaikan jika kasus ini memang sudah SP3 tolong keluarkan Surat bahwa Perkara memang sudah dihentikan”, kata Indrawan menceritakan kepada redaksi.

Kompol Asril berdalih, membuat kepercayaan terhadap kebijakan penghentian penyidikan 6 LP jadi hilang.

LSM KOAD tidak puas dengan keterangan Kompol Asril. dan langsung menyurati Kaolda Sumbar tanggal April 2021.

terdapat keganjilan dalam penghentian perkara

  1. Alasannya kurang tepat, terkesan mengada-ada, kasus sudah disidik, alasan bukan tindak pidana.
  2. SP3 tidak ada yang diterbitkan, bahkan saling lempar tanggung jawab.
  3. Saksi yang ditampilkan dalam penhentian penyidikan hanya tiga saksi, sebenarnya 14 saksi

Enam Laporan Polisi, bahkan ada yang sudah 9 tahun, bisa-bisanya Penyidik Polda Sumbar mengatakan bahwa bukan tidak pidana.

Memang kebohongan tidak pernah ada yang sempurna, jika benar telah disidik, seharusnya alasan yang tepat adalah laporan yang dilaporkan, bukan tindak pidana, tetapi akan lebih tepat ketika bukti tidak cukup dijadikan alasan.

Saya sebagai ketua LSM menyampaikan melalui KabarDaeah.com, ” Tolong hati-hati jika berbuat curang, tidak semua orang bodoh”, kata Indrawan kepada redaksi.

Semoga tulisan ini dapat membuat masyarakat paham, jika ada polisi melanggar aturan.(TIM)