Iman, Islam, Ihsan dengan Ihklas

BERITA UTAMA913 Dilihat

Sumbar.KabarDaerah.com – Manusia Menuju Kesempunaan

Ketahui terlebuh dahulu dasar :

Pada dasarnya setiap manusia, menuju kesempurnaan, mulai dari Nabi ADAM AS beserta seluruh anak cucunya wajib mencapai kesempurnaan.

Oleh sebab itu, oleh sebab itu ALLAH SWT menurunkan Firman NYA sebagai Pedoman dalam menjalani kehidupan di dunia ini.

 

IMAN,ISLAM,IHSAN DAN IHKLAS

Iman, Islam, dan Ihsan, Ikhlas memiliki kaitan yang erat. Untuk memahami hubungannya ketiganya, perlu dipahami terlebih dahulu pengertian dari iman, Islam, dan ihsan.
Pengertian iman, Islam, Ihsan telah dijelaskan dalam hadits Rasulullah SAW kepada Malaikat Jibril yang tengah menyerupai manusia.

Berikut bunyi haditsnya yang tertuang dalam kitab Arba’in an-Nawawiyyah yang dikutip dari buku Belajar Aqidah Akhlak: Sebuah Ulasan Ringkas Tentang Asas Tauhid Dan Akhlak Islamiyah karya Muhammad Asroruddin Al Jumhuri,

عن عمر بن الخطاب رضي الله تعالى قال : بينما نحن جلوس عند رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم ذات يوم إذ طلع علينا رجل شديد بياض الثياب شديد سواد الشعر لا يرى عليه أثر السفر ولا يعرفه منا أحد حتى جلس إلى النبي صلى الله عليه وآله وسلم فأسند ركبتيه إلى ركبتيه ووضع كفيه على فخذيه وقال : يا محمد أخبرني عن الإسلام فقال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم : الإسلام أن تشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله وتقيم الصلاة وتؤتي الزكاة وتصوم رمضان وتحج البيت إن استطعت إليه سبيلا قال : صدقت فعجبنا له يسأله ويصدقه قال : فأخبرني عن الإيمان قال أن تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر وتؤمن بالقدر خيره وشره قال : صدقت قال : فأخبرني عن الإحسان قال أن تعبد الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك … ثم انطلق فلبثت مليا ثم قال يا عمر أتدري من السائل ؟ قلت : الله ورسوله أعلم قال فإنه جبريل أتاكم يعلمكم دينكم

Artinya: Dari Umar RA: “Pada suatu hari kami (Umar RA dan para sahabat RA) duduk-duduk bersama Rasulullah SAW lalu muncul di hadapan kami seorang yang berpakaian sangat putih. Rambutnya sangat hitam dan tidak tampak tanda tanda bekas perjalanan. Tidak seorang pun dari kami yang mengenalnya. Dia langsung duduk menghadap Rasulullah SAW, kedua kakinya menghempit kedua kaki Rasulullah, dari kedua telapak tangannya diletakkan di atas paha Rasulullah SAW seraya berkata.

 

Apa yang Kamu Ketahui Tentang Iman? Ini Penjelasannya dan Rukun Iman
“Ya Muhammad, beritahu aku tentang Islam.” Lalu Rasulullah saw. Menjawab.

“Kini beritahu aku tentang IMAN.” Rasulullah SAW menjawab, “Beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, hari akhir dan beriman kepada Qodar baik dan buruknya.”

“ISLAM ialah bersyahadat bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan mengerjakan haji apabila mampu.” Orang itu lantas berkata, “Benar”. Kemudian dia bertanya lagi.

… Kemudian orang itu pergi menghilang dari pandangan mata. Lalu Rasulullah SAW bertanya kepada Umar, “Hai Umar, tahukah kamu siapa orang yang bertanya tadi?” Lalu aku (Umar) menjawab, “Allah dan rasul Nya lebih mengetahui,” Rasulullah lantas berkata, “Itulah Jibril datang untuk mengajarkan agama kepada kalian,” (HR Muslim).

Berdasarkan hadits di atas dapat diketahui bahwa ketiganya adalah rukun atau kerangka dasar ajaran Islam.

Seperti dilansir dari buku Buku Ajar Pendidikan Agama Islam yang ditulis oleh Dodi Ilham Mustaring, para ulama pun mengembangkannya menjadi tiga konsep kajian.

Pertama, konsep iman melahirkan kajian aqidah, konsep Islam melahirkan konsep kajian syariah, dan konsep ihsan melahirkan konsep kajian Akhlak/Perbuatan.

 

Pengertian Iman, Islam, dan Ihsan

Asas Pokok Keimanan kepada Kitab Allah swt

 

Tahukah kamu apa yang mendasari beriman kepada kitab Allah swt? Dasar yang melandasi iman kepada kitab Allah swt, yaitu dasar keimanan yang benar kepada Allah swt.

 

Iman kepada Allah swt merupakan asas dan pokok akan adanya keimanan kepada kitab-Nya, yakni keyakinan yang pasti bahwa Allah swt adalah Rabb dan pemilik segala sesuatu, Dialah maha pencipta, maha pengatur segala sesuatu, dan Dialah satu-satunya yang berhak disembah, tidak ada sekutu bagi-Nya.

 

Melalui hadits sebelumnya juga dapat menarik pengertian iman, Islam, dan ihsan dan Ikhsan.

 

IMAN adalah dengan berilmu terlebih dahulu, lalu dengan mempelajari kita jadi paham, lalu tumbuh keyakinan, setelah terjadi kita akan percaya, kemudian kita akan membenarkan sesuatu dalam hati, diucapkan oleh lisan, dan dikerjakan dengan amal perbuatan. Itulah AWAL ber IMAN.

Iman tersebut meliputi enam perkara yang disebut dengan rukun iman. Di antaranya  Percaya kepada Allah, Malaikat, Hari akhir, Kitab-Kitab, Nabi atau Rasul dan takdir yang baik maupun buruk.

Adapun pengertian Islam secara hakikat berarti ketundukan (taslim), kepasrahan, menerima, tidak menolak, tidak membantah, dan tidak membangkang. Artinya, penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah SWT.

Lima poin penting yang membentuk kerangka Islam atau biasa disebut dengan rukun Islam adalah bersyahadat bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad adalah rasulNya, lalu mendirikan sholat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan mengerjakan haji bila mampu.

Sedangkan pengertian IHSAN adalah berbakti dan mengabdikan diri kepada Allah SWT Berbuat kebaikan dilandasi dengan kesadaran dan ke-IKHLAS-an.

Berbakti kepada Allah adalag dengan bertaqwa, dapat dengan berbuat sesuatu yang bermanfaat, baik untuk diri sendiri maupun sesama manusia dan mahkluk lain sesuai dengan perintah Allah SWT.

“Semua perbuatan itu dilakukan semata-mata karena kita harus kembali kepada Allah SWT. Ihsan adalah seolah-olah orang yang melakukan perbuatan itu sedang berhadapan dengan Allah,” IHSAN disebut sebagai proses akhir dari sebuah keimanan dan keislaman seseorang.

Hubungan antara IMAN, ISLAM, dan IHSAN diibaratkan sebagai segitiga sama sisi. Segitiga tersebut tidak akan terbentuk bila ketiga sisinya tidak saling terkait.

Pengertian iman, Islam, dan ihsan juga dapat disebut sebagai suatu bangunan bagi umat muslim. Iman menjadi pondasi diri, Islam yang menjadi tiang-tiangnya, dan ihsan sebagai atapnya. Pondasi (iman) yang kuat akan membantu bangunan (Islam dan ihsan) berdiri tegak dan kokoh.

 

Pemahaman IKHLAS

Ikhlas terlihat mudah diucapkan, namun banyak orang yang kesulitan menerapkannya dalam kehidupan. Setiap manusia yang memiliki penyakit hati sulit untuk bersikap ikhlas.

Namun, bagi orang yang bertakwa, ikhlas tidak sulit diterapkan. Ikhlas adalah ruh dari suatu amal perbuatan.

Apabila amal perbuatan yang kita lakukan tidak disertai dengan rasa ikhlas, maka hal itu bagaikan jasad sebuah tubuh yang tidak memiliki ruh. Seperti halnya hikmah yang disampaikan oleh Ibnu Athaillah As-Sakandari.

الأعمال صور قائمة وأرواحها وجود سر الإخلاص فيها

Tak hanya itu saja, akhlakul karimah yang berupa ikhlas adalah buah dari Ihsan yaitu suatu keyakinan seseorang bahwa yang kita lakukan diketahui dan dilihat oleh Allah SWT.

Jika diartikan secara bahasa, makna Ikhlas memiliki arti membersihkan (jernih, bersih, suci dari pencemaran, suci dari campuran, baik itu berupa materi ataupun tidak).

Selain itu, ikhlas juga bisa diartikan membersihkan hati untuk kembali kepada Allah SWT.

Dengan kata lain, dalam melakukan ibadah, hati kita tidak boleh menuju kepada selain Allah SWT.

Kemudian pengertian ikhlas dapat diartikan menutupi segala sesuatu dari pandangan makhluk lain.

Biasanya, orang yang memiliki hati yang IKHLAS disebut sebagai seorang Mukhlis yaitu seseorang yang ikhlas dan jauh dari sifat riya.

Ikhlas atau lillahitaala adalah beramal hanya semata-mata karena kita harus kembali kepada Allah SWT. Apabila seseorang beramal karena menarik perhatian manusia, maka orang tersebut termasuk orang yang riya.

Sedangkan orang yang beramal karena manusia disebut syirik. Sementara posisi ikhlas berada di antara riya dan syirik.

 

Lalu, ikhlas menurut Imam Nawawi yaitu:

ﺍﻹِﺧْﻼَﺹُ ﺑِﺄَﻥْ ﻃَﻬُﺮَﺕْ ﺣَﻮَﺍﺳُﻪُ ﺍﻟﻈَّﺎﻫِﺮَﺓُ ﻭَ ﺍﻟْﺒَﺎﻃِﻨَﺔُ ﻣِﻦَ ﺍﻷَﺧْﻼَﻕِ ﺍﻟﺬَّﻣِﻴْﻤَﺔِ

Ikhlas adalah membersihkan seluruh panca indranya secara lahir dan batin dari budi pekerti yang tercela.

Beramal adalah salah satu pembuktian makhluk kepada Allah SWT, bahwa mereka adalah seorang hamba yang patuh kepada Sang Pencipta yang sudah menitipkan amanah dan rahmad yang luar biasa. Dimana amal yang dilakukan, suatu pembuktian ketaatan mereka kepada Allah SWT dilakukan dengan menyadari sesadar sadarnya bahwa kita wajib kembali kepada ALLAH SWT.

Jadi apa yang kita amalkan dan apa yang kita lakukan benar-benar hanya karena kita harus kembali kepada Allah SWT.  Perbuatan itu harus bebas dari, sifat munafik, riya dan syirik.

Hal tersebut sejalan dengan salah satu ayat yang ada di dalam Al Qur’an di QS. Al Mulk ayat 2:

ۨالَّذِيْ خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيٰوةَ لِيَبْلُوَكُمْ اَيُّكُمْ اَحْسَنُ عَمَلًاۗ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْغَفُوْرُۙ
Terjemahan
Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun.
Tafsir Ringkas Kemenag RI
Salah satu bukti kekuasaan-Nya adalah Dia Yang menciptakan mati dan menentukan ajalnya, dan hidup dengan menentukan kadar-kadarnya, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya dengan seikhlas mungkin. Dan Dia Mahaperkasa tidak ada satu pun yang dapat mengalahkan-Nya, Maha Pengampun dengan menghapus dosa bagi orang-orang yang bertobat.

Fenomena akhir zaman, timbulnya banyak paham keagamaan, dari yang ekstrim sampai yang moderat. Untuk menjembatani paham keagamaan yang beragam itu, perlu kajian tentang pengertian syariat, hukum dan fiqh. Studi tentang syariat, hukum dan fiqh sangat signifikan.

Terminologi ini dikaji secara khusus dalam kajian ilmu ushul fiqh. Kesalahpahaman sebagian orang ketika melihat Islam dari aspek hukum, namun mereka tidak membedakan ketiga istilah ini. Hingga seringkali terjadi kerancuan dalam menetapkan suatu hukum.

 

PENGERTIAN SYARIAT

SYARIAT dalam makna jalan air akan menyehatkan badan, sedangkan syariat dalam arti jalan wahyu akan menyehatkan ruhani.

Syariat menurut ulama adalah,

الشريعة: ما شرعَه الله لعباده من العقائد والأحكام

Syarī’ah adalah apa yang Allah Ta’ala syariatkan kepada hamba-hamba-Nya baik berupa aqidah atau hukum.

Allah Ta’ala berfirman,

ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٍ مِنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ

Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. (QS. al-Jātsiyah [45]: 18)

وقال ابن حزم رحمه الله :” الشريعة هي ما شرعه الله تعالى على لسان نبيه صلى الله عليه وسلم في الديانة ، وعلى ألسنة الأنبياء عليهم السلام قبله.

Dan Ibnu Ḥazm berkata, syariat adalah semua yang Allah syariatkan kepada lisan Nabi-Nya saw tentang agama dan juga yang diturunkan kepada nabi-nabi sebelumnya.

شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّىٰ بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَىٰ ۖ أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ ۚ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ ۚ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ يُنِيبُ

Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang Diin yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nūḥ dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrāhīm, Mūsā dan ‘Isā yaitu:

Tegakkanlah Diin dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya.

Allah menarik kepada Diin itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (Diin-Nya) orang yang kembali (kepada-Nya). (QS. al-Syūrā [42]: 13)

Pengertian hukum
Secara terminologi bahasa hukum adalah menetapkan sesuatu atas sesuatu. sedangkan hukum menurut ilmu ushul fiqh adalah

الحكم هوخطاب الشارع المتعلق بافعال المكلفين طلبا او تخييرا او وضعا

Hukum adalah khitab Syari’ yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf (orang dewasa), baik berupa tuntutan, pilihan atau ketetapan.

Wahbah Zuhaylī mendefinisikan hukum sebagai berikut:

هو خطاب الله تعالى المتعلق بافعال المكلفين بالاقتضاء از التخيير او الوضع

Khitab yang diwahyukan Allah SWT adalah hukum, hukum berkaitan dengan perbuatan mukallaf, baik berupa tuntutan, pilihan atau ketetapan. (Wahbah Zuhaylī, Ushūl al–Fiqh al–Islāmī, jilid, 1, h. 37)

Sebagai contoh;

firman Allah Ta’ala

اقيموا الصلاة

Teks ayat di atas “dirikanlah shalat” adalah hukum menurut ulama ushul fiqh. Pemahaman atau efek dari teks tersebut yakni “shalat itu wajib” adalah pendapat ulama fiqh (Fuqaha).

 

Contoh lain, firman Allah Ta’ala

لا تقربوا الزنا

“Janganlah engkau mendekati zina“.

Teks larangan mendekati zina adalah hukum menurut ulama ushul fiqh.

Berzina itu haram adalah pendapat ulama fiqh (fuqaha).

Dengan demikian, pada tataran hukum menurut ulama ushul fiqh tidak terjadi khilaf atau perbedaan pendapat, namun pemahaman dari teks kemungkinan sepakat, mungkin juga khilaf. Untuk sampai kepada pemahaman komprehensif, diperlukan seperangkat ilmu alat tertentu.

 

PENGERTIAN FIQH

Secara etimologis fiqh artinya pemahaman yang mendalam terhadap sesuatu. Sedangkan fiqh secara terminologis.

أما الفقه اصطلاحاً فهو العلم بالأحكام الشرعية العملية المستنبطة من أدلتها التفصيلية

Adapun fiqh menurut istilah adalah ilmu tentang hukum syariat praktis yang digali dari dalil-dalil yang terperinci. Fiqh adalah ilmu yang diperoleh melalui proses istinbat (pengambilan hukum). Pendek kata, fiqh adalah pemahaman ulama terhadap teks al Qur’an maupun hadis

Dalam literatur klasik ada fiqh Ḥanāfī, Mālikī, Syāfī’ī, Ḥanbālī dan sebagainya. Kumpulan pendapat mereka disebut mazhab.

Perbedaan pendapat dalam bidang fiqh itu sebuah keniscayaan. Mereka yang mengklaim kembali kepada al-Qur’an dan al-Sunnah boleh saja bagi orang tertentu yang sederajat dengan mujtahid.

Adapun orang awam tentu secara rasional tidak dapat kembali kepada al-Qur’an dan al-Sunnah karena untuk dapat merujuk langsung kepada al Qur’an dan as Sunnah dibutuhkan seperangkat ilmu pendukung, seperti ilmu nahwu, sharaf, fiqh, ushul fiqh, hadis, ilmu hadis, tafsir, ilmu tafsir, llmu balaghah, ilmu logika dan sebagainya.

Maka slogan kembali kepada al-Qur’an dan al Hadist bagi orang awam adalah kalimat mubadzir.

Fenomena yang menarik sekarang ini, tidak sedikit orang awam hanya bermodalkan sedikit bahasa arab merasa telah menjadi ulama, menyalahkan orang lain bila berbeda pendapat dengannya.

Perbedaan pendapat dalam kajian ushul fiqh adalah ranah ahli ushul fiqh bukan ranah orang awam. Perbedaan diantara ulama dalam menetapkan hukum, tidak boleh diikuti oleh orang awam, atau dengan kata lain, orang awam tidak boleh bertindak sebagaimana tindakan para ulama. Karena yang memahani ilmu ulama hanyalah ulama.

Secara sederhana syariat adalah seluruh aturan yang diturunkan oleh Allah Ta’ala kepada seluruh Nabi-Nya. Hukum adalah teks al-Qur’an maupun al-Sunnah, sedangkan fiqh adalah pemahaman dari teks al-Qur’an dan al Sunnah. Pada tataran syariat dan hukum manusia tidak berbeda pendapat, namun pemahaman terhadap al–Qur’an dan al–Sunnah pasti terjadi perbedaan karena fiqh merupakan produk pemikiran ulama.

Contoh sederhana tentang mengusap kepala saat berwudhu, Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ ۚ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَٰكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. (QS. al-Mā’idah/5: 6)

Menurut ulama Syāfi’īyah mengusap kepala cukup sebagian kepala, demikian juga menurut pendapat mazhab Ḥanāfī, karena menurut mereka huruf ba (ب) pada kata برؤوسكم adalah ba li tab’id yang menunjukkan sebagian kepala.

Sedangkan menurut ulama Mālikī huruf ba (ب) itu bermakna tambahan, sehingga bermakna seluruh kepala. Perbedaan pendapat ulama tentang satu kasus yakni mengusap kepala padahal ayatnya satu, ini mengisyaratkan bahwa pemahaman atau fiqh sangat mungkin terjadi perbedaan pendapat.

Orang yang mengklaim kebenaran terhadap satu pendapat lalu mengecilkan pendapat ulama yang lain adalah tanda tidak berpengetahuan. Apalagi bila ada orang awam yang mengkritik pendapat ulama, itu pasti karena kebodohan yang nyata.

Perbedaan dalam pemahaman keagamaan suatu realitas, dan tidak bisa dipungkiri. Sikap menghargai pendapat ulama dalam perbedaan adalah tanda seorang ulama.

Menjadi Makhluk yang Disukai Allah untuk Meraih Sukses Dunia Akhirat

 

Berikut mari kita pahami tulisan Siti Latifah Mubasiroh, S.Pd., M.Pd.

Dalam menjalani hidup ini, semua manusia pasti ingin menggapai kesuksesan. Manusia dianugerahi oleh Allah swt. naluri yang menjadikannya gemar memperoleh manfaat dan menghindari mudharat.

Beribadah dan melaksanakan tugas sebagai khalifah adalah tujuan penciptaan manusia, sedangkan ibadah tidak dapat terlaksana dengan baik bila kebutuhan manusia tidak tercukupi. Oleh sebab itu, pemenuhan kebutuhan duniawi merupakan sebuah kewajiban. Akan tetapi, pemenuhan kebutuhan dunia untuk mencapai sukses itu dapat dijalankan bersamaan dengan menggapai kesuksesan akhirat.

Kesuksesan hidup tidak hanya diukur oleh capaian duniawi semata, seperti berderetnya gelar akademik, menterengnya karier, atau melimpahnya penghasilan. Kesuksesan sejati diraih jika seluruh capaian itu memberi manfaat bagi orang lain sehingga mengalirkan pahala jariah, dan kelak, saat menutup usia dalam keadaan husnul khatimah. Hal ini penting dipahami agar umur yang Allah berikan kepada manusia tidak sia-sia, tetapi justru memberikan banyak kebermanfaatan bagi diri sendiri dan sesama.

 

Berikut adalah Sifat dan Perilaku yang Disukai Allah

Dalam menjalani hidup, manusia harus menjadikan Allah sebagai tujuan dengan senantiasa mengharap ridha-Nya dan menjadikan surga sebagai cita-cita (Dasuqi, 2008).

Demikian juga hendaknya memandang kesuksesan. Untuk memperoleh kesuksesan dunia dan akhirat, tentu kita harus dengan mengaetahui ilmunya, senantiasa mendekatkan diri pada Allah swt dan menjadi orang yang diridhoi-Nya.

Berikut ini uraian tentang macam sifat atau perilaku manusia yang disukai oleh Allah swt. berdasarkan dalil dalam al-Qur’an.

 

Al-Muhsinin

Kata al-muhsinin adalah bentuk jamak dari kata muhsin yang terambil dari kata ahsana-ihsana. Rasulullah saw. menjelaskan makna ihsan sebagai berikut:

“Engkau menyembah Allah, seakan-akan melihat-Nya dan bila itu tidak tercapai maka yakinlah bahwa Dia melihatmu” (HR Muslim).

Dengan demikian, perintah ihsan bermakna perintah melakukan segala aktivitas positif, seakan-akan Anda melihat Allah atau paling tidak selalu merasa dilihat dan diawasi oleh-Nya.

 

Al-Muttaqin

Taqwa dapat diartikan sebagai perbuatan menghindari ancaman dan siksaan dari Allah swt. dengan cara/jalan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Taqwa selalu menuntun seseorang untuk senantiasa berhati-hati dalam berperilaku. terkait dengan ketakwaan, Allah memberikan dua macam perintah yang tercantum dalam Al-Qur’an, yaitu perintah takwini dan perintah taklifi.

Perintah takwini, yakni perintah Allah terhadap objek agar menjadi sesuai dengan apa yang diperintahkan-Nya. Ia biasa digambarkan oleh firman-Nya dengan “Kun fayakun”. Hal ini tercantum dalam beberapa dalil dalam al-Qur’an, antara lain QS. Fushshilat:11 dan QS. Al-Anbiya’:69. Kedua dalil tersebut menunjukkan betapa kuasa Allah atas apa pun yang Ia kehendaki akan terjadi dengan segera.

Kedua, perintah taklifi, yaitu perintah Allah terhadap makhluk yang dibebani tugas keagamaan (manusia dewasa dan jin) untuk melakukan hal-hal tertentu. Hal ini dapat berupa ibadah murni, seperti shalat, puasa, maupun aktivitas lainnya yang bukan berbentuk ibadah murni, seperti bekerja untuk mencari nafkah, menikah, dan lain-lain (Shihab, 2013).

Dalam konteks berinteraksi dengan sesama manusia, terdapat sebuah pepatah terkenal, yaitu “Sebanyak Anda menerima, sebanyak itu pula hendaknya Anda memberi.” Namun demikian, Allah tidak menuntut hal tersebut. Allah, Sang Maha Pemurah menurunkan firman-Nya dalam QS. At-Taghabun:16 yang artinya

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah rezki yang baik untuk dirimu, dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.”

 

Jika kita hendak membicarakan ketaqwaan.

Dapat diasumsikan dengan ilustrasi berikut ini: prioritas ketakwaan bagi penguasa adalah berlaku adil; bagi pengusaha adalah jujur; bagi guru/dosen adalah ketulusan mengajar dan meneliti; bagi si kaya adalah ketulusan bersedekah dan membantu; bagi si miskin adalah kesungguhan bekerja dan menghindari minta-minta. Mereka yang bertakwa itulah yang memperoleh janji-Nya dalam QS. At-thalaq:2-3 yang menjelaskan bahwa Allah akan memberikan rezeki dan jalan keluar atas setiap permasalahan bagi hamba-Nya yang bertakwa dan tawakal kepada-Nya.

 

Al-Muqsithin

Kata al-Muqsithin adalah bentuk jamak dari kata muqsith, yang diambil dari kata awasatha yang biasa dipersamakan maknanya dengan berlaku adil.

Menariknya, tidak ditemukan bunyi pernyataan Al-Qur’an yang menyatakan bahwa Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil dengan kata ‘adl/adil, tetapi ditemukan perintah menegakkan al-qisth, yakni dalam beberapa firman-Nya: QS. Al-Maidah:8; QS. An-Nisa’:3; QS. AL-Hujurat:9.

“Dan apabila ada dua golongan orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat zhalim terhadap (golongan) yang lain, maka perangilah (golongan) yang berbuat zhalim itu, sehingga golongan itu kembali kepada perintah

 

Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlakulah adil. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil”.

 

Al-Mutathahhirin

Kata al-mutathahhirin dapat diartikan sebagai kesucian dan terhindar dari kotoran/noda. Salah satu pernyataan al-Qur’an bahwa Allah menyukai al-mutathahhirin ditemukan dalam QS. Al-Baqarah:222 yang menjelaskan tentang larangan seorang suami mencampuri istri yang sedang haid. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyucikan diri.

 

At-Tawwabin

At-tawwabin berarti kembali ke posisi semula. Manusia dilahirkan dalam keadaan suci. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, setan akan terus berusaha merayu manusia. Oleh sebab itu, hendaknya manusia yang berdosa segera bertaubat agar kembali suci. Allah swt., Sang Maha Pengampun sangat menyukai hamba-Nya yang bertaubat atas kesalahan-kesalahannya dan tidak mempersulit. Dalil yang menjelaskan tentang at-tawwabin tercantum dalam firman Allah swt., di antaranya QS. Al-Baqarah:37, QS. An-Nisa’:31, QS. An-Nisa’:17.

 

Ash-Shabirin

As-shabirin berarti sabar. Seorang yang sabar akan menahan diri, untuk itu memerlukan kekukuhan jiwa agar dapat mencapai kesempurnaa.

Sabar dapat juga diartikan berusaha keras untuk mencapai tujuan, menahan diri dari rasa malas dan lelah. Banyak firman Allah dalam al-Qur’an yang berisi perintah kepada manusia untuk bersabar.

Berdasarkan kajian yang telah dilakukan oleh Shihab (2013), dua kali al-Qur’an berpesan agar menjadikan shalat/permohonan kepada Allah dan sabar sebagai sarana untuk memperoleh segala yang dikehendaki (QS. Al-Baqarah:45, 153). Sabar selalu pahit awalnya, tapi manis akhirnya (QS. Ali Imran:186). Dengan kesabaran dan ketakwaan akan turun bantuan Ilahi guna menghadapi segala macam tantangan (QS. Ali Imran:120). Allah memerintahkan sabar dalam menghadapi yang tidak disenangi maupun yang disenangi.

 

Al-Mutawakkilin

Al-mutawakilin dapat diartikan mewakilkan. Perintah tawakal kepada Allah dalam al-Qur’an ditemukan sebanyak sebelas kali (Shihab, 2013). Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa dalam setiap aktivitas kehidupan kita, seorang Muslim dituntut untuk berusaha dan berdoa, setelah itu ia dituntut untuk berserah diri kepada Allah. Ketika manusia telah berusaha keras kemudian menyerahkan semuanya pada Allah, manusia harus yakin bahwa apa pun ketetapan Allah merupakan pilihan terbaik untuknya, sesuai dengan firman-Nya dalam QS. Al-Baqarah:216.

Dalam berusaha dan berserah kepada Allah, tentu manusia tidak boleh hanya duduk diam menunggu jawaban ataupun keajaiban. Manusia perlu terus berdoa mendekatkan diri kepada Allah swt. agar benar-benar diberikan yang baik menurut kita (sesuai keinginan) dan baik menurut Allah swt. Anshor (2017) menyampaikan hal-hal yang bisa dilakukan untuk meminta kepada Allah, yaitu (a) memperbanyak shadaqah, (b) bangun untuk shalat tahajud, dan (c) memperbanyak silaturahmi. Selain tiga daya pengungkit rezeki tersebut, tentu masih banyak amalan lainnya. Jika dikerjakan secara istiqamah, insya Allah, Allah akan mempermudah segala urusan dan pencapaian cita-cita makhluk-Nya.

 

Dalam QS. Ash-Shaf:4, Allah berfirman yang artinya,

“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.”

 

Ayat di atas menunjukkan perlunya kebersamaan. Ciri khas ajaran Islam adalah kebersamaan dalam segala aktivitas positif, baik dalam melaksanakan ibadah ritual maupun dalam melaksanakan aneka aktivitas, itu sebabnya, Sholat berjamaahn lebih diutamakan daripada shalat sendirian. Di sisi lain, kebersamaan itu tidak harus menjadikan semua pihak melakukan satu pekerjaan yang sama, melainkan perlu pembagian kerja yang diatur dalam satu network yang baik (Anshor, 2017).

 

Akhlak Mulia

Berdasarkan kajian, dinyatakan bahwa ada empat sifat khusus yang disebut oleh QS. Al-Maidah:54 yang menjadi sebab tercurahnya cinta Allah kepada manusia, yaitu (a) bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin, (b) mulia/memiliki harga diri dan bersikap tegas terhadap yang kafir, (c) berjihad di jalan Allah, dan (d) tidak takut kepada celaan pencela.

 

Al-Ittiba’

Ali Imran: 31 dan 32 memberi gambaran yang sangat umum menyangkut siapa atau perbuatan apa yang paling disukai Allah (Shihab, 2013), yakni perintah untuk mentaati Allah dan Rasul-Nya. 

Al-ittiba’ berarti meneladani, mengikuti secara sungguh-sungguh. Cinta Allah yang luar biasa akan diraih oleh mereka yang bersungguh-sungguh mengikuti Nabi Muhammad saw. Al-ittiba’ yang dimaksud ini dijelaskan oleh sabda Rasul saw. yang berbunyi, “yakni atas dasar kebajikan, takwa, dan rendah hati” (HR at-Tirmidzi, Abu Nu’aim, dan Ibnu ‘Asakir melalui sahabat Nabi, Abu ad-Darda).

 

Dapat kita simpulkan, bahwa kunci sukses adalah iman. Iman adalah dasar atau fondasi dalam beramal shalih, Allah hanya akan menerima amal shalih makhluk yang beriman kepada-Nya. Kemampuan beramal shalih inilah yang dapat dikatakan sebagai kesuksesan dunia dan akhirat.

Hadis Nabi Muhammad saw yang banyak dikenal umat Muslim, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia”

Merupakan landasan pokok bagi manusia untuk menyikapi kesuksesan yang telah dimiliki. Sejatinya, semakin tinggi kesuksesan yang diraih, semakin besar pula tanggung jawab dan kebermanfaatan yang dilakukan.

Semakin tinggi gelar pendidikan yang dan ilmu yang diperoleh, semakin besar amanah untuk menyampaikannya kepada orang lain. Semakin banyak kekayaan yang didapat, semakin banyak zakat mal dan shadaqah yang harus dikeluarkan untuk orang lain.

Semakin tinggi jabatan, semakin besar tanggung jawab dan amanah untuk membantu dan menyejahterakan rakyatnya.

Daftar rujukan :

Ad-Dasuqi, K. ‘. (2008). Reasons of Happiness: Tips Menjadi Manusia Paling Bahagia Dunia Akhirat. Solo: Wacana Ilmiah Press.

Anshor, S. (2017). Journey to Success. Solo: Tinta Medina.

Mustaqim, A. (2013). Akhlak Tasawuf: Lelaku Suci Menuju Revolusi Hati. Yogyakarta: Kaukaba DIpantara.

Shihab, M. Q. (2013). Berbisnis Sukses Dunia Akhirat. Tangerang: Lentera Hati.

Shihab, M. Q. (2014). Mutiara Hati: Mengenal Hakikat Iman, Islam, dan Ihsan. Tangerang: Lentera Hati.

 

“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majelis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu.

Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi Ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Mahamengetahui apa yang kamu kerjakan..”

Sementara itu, dalam Sunan Ad Darimi, diriwayatkan sejumlah hadits terkait dengan keutamaan orang-orang yang berilmu. Di antaranya adalah sebagai berikut:

Pertama, keutamaan orang berilmu seperti keutamaan rasulullah SAW dalam konteks transfer ilmu.

حَدَّثَنَا مَكْحُولٌ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِي عَلَى أَدْنَاكُمْ ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ { إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ } إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ وَأَهْلَ سَمَاوَاتِهِ وَأَرَضِيهِ وَالنُّونَ فِي الْبَحْرِ يُصَلُّونَ عَلَى الَّذِينَ يُعَلِّمُونَ النَّاسَ الْخَيْرَ

Makhul berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Keutamaan seorang yang berilmu dari seorang ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas orang-orang yang paling rendah diantara kalian, kemudian beliau membaca surat Fathir ayat 28, “innama yakhsyallaha min ‘ibadihil ‘ulama`” (bahwa yang takut kepada Allah dari hamba-hambaNya adalah para ulama).

Sesungguhnya Allah, para malaikat, penduduk langit dan bumi, serta ikan di lautan (selalu) bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan

 

PENTINGNYA ILMU PENGETAHUAN DAN PEMAHAMAN YANG DALAM

Peranan ilmu pengetahuan, yang didukung oleh kemampuan akal, dalam memajukan segala aspek kehidupan manusia adalah sangat dominan.

Secara duniawi kedudukan mereka yang berilmu tersebut lebih terhormat, sedang secara ukhrawi, derajat merekapun dihadapan Allah ditinggikan beberapa derajat, sebagaimana firman Allah:

يرفع   الله   الذين  آمنوا  منكم   والذين  أوتوا  العلم  درجات (المجادلة:11)

Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat (QS Al-Mujaadalah:11).

Selanjutnya, dengan ilmu pengetahuan pula manusia yang diciptakan Allah swt sebagai khalifah di muka bumi ini mampu membuka tabir tanda-tanda zaman dan mampu memanfaatkan serta mengolah segala apa yang ada di bumi ini bagi kemakmuran dan kesejahteraan bersama. Dan dengan ilmu pengetahuan pulalah manusia dapat membuat sesuatu sulit menjadi mudah. Misalnya, kalau zaman dahulu kaum muslimin Indonesia yang pergi menunaikan ibadah haji memerlukan waktu yang berminggu-minggu bahkan berbilang bulan, tapi sekarang dengan ditemukannya pesawat udara, para calon haji bisa sampai ke tanah Arab hanya beberapa jam saja.

Kita perlu berilmu untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT dengan beribadah kepadaNya serta bermuamalah dengan sesama makhluknya, Bagaimana seorang muslim dapat melaksanakan ibadah haji, kalau dia tidak mempunyai ilmu, atau paling tidak, tahu tata cara menunaikan ibadah haji ?. Berapa banyak   kita menyaksikan kaum yang lemah yang tidak bisa mengubah nasibnya karena tidak berilmu ?. Disinilah letak perbedaan. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman :

هل  يستوى  الذين يعلمون  والذين  لايعلمون (الزمر:9)

Katakanlah, adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yangk tidak mengetahui (QS Az-Zumar : 9).

Ini adalah sebuah kisah nyata seorang pemuda muslim yang tinggal di Amerika. Kisah ini terjadi pada tanggal 22 Februari 2006.  Semoga Allah memberikan kita kekuatan dakwah seperti pemuda ini.

Ada seorang pemuda Arab yang baru saja menyelesaikan bangku kuliahnya di Amerika.

Pemuda ini merupakan salah seorang manusia yang diberi nikmat oleh Alloh berupa ilmu tentang Islam, bahkan ia mampu mendalaminya.

Selain sebagai seorang pelajar, ia juga seorang juru dakwah Islam.  Ketika berada di Amerika, ia berkenalan dengan salah seorang Nasrani.  Hubungan mereka akrab.  Keakraban pemuda Arab itu dengan seorang Nasrani dilandasi harapan semoga Allah SWT memberinya hidayah untuk masuk Islam.

Pada suatu hari mereka berdua berjalan-jalan di sebuah perkampungan di Amerika, dan melintas di depan sebuah gereja yang terdapat di kampung tersebut.  Si Nasrani akan memasuki gereja tersebut, dan meminta agar pemuda Arab itu turut masuk ke dalam gereja.  Semula pemuda Arab tersebut keberatan dengan permintaan temannya itu, namun karena ia terus didesak, akhirnya pemuda itu pun memenuhi permintaan si Nasrani itu.

Lalu masuklah ia ke dalam gereja dan duduk di salah satu bangku dengan hening, sebagaimana kebiasaan mereka.

Ketika pendeta geraja itu masuk, para hadirin serentak berdiri untuk memberi penghormatan. Di saat itu si pendeta agak terbelalak ketika memandang para hadirin.

Ia pun berkata: “Di tengah kita ada seorang muslim. Aku berharap ia keluar dari sini”.

Pemuda Arab itu tidak bergeming dari tempatnya. Pendeta tersebut mengucapkan perkataan itu berkali-kali, namun ia tetap tidak bergeming dari tempatnya.

Hingga akhirnya pendeta itu berkata: “Aku minta ia keluar dari sini dan aku akan menjamin keselamatannya”.

Barulah pemuda Arab itu beranjak keluar. Di ambang pintu, ia bertanya kepada si Pendeta. “Bagaimana anda tahu bahwa saya seorang muslim?”.

Pendeta itu menjawab, “Dari tanda yang terdapat di wajahmu”.

Kemudian ia hendak beranjak keluar. Namun si Pendeta ingin memanfaatkan keberadaan pemuda ini, yaitu dengan mengajukan beberapa pertanyaan. Tujuannya untuk memojokkan dan mempermalukan pemuda tersebut, sekaligus mengokohkan agama dan gerejanya.

Si Pendeta berkata, “Aku akan membiarkan anda keluar dari tempat suci ini setelah aku mengajukan kepada anda 22 pertanyaan, dan anda harus menjawabnya dengan tepat”.

Sang Pemuda Arab tersebut tersenyum dan berkata, “Silahkan!”.

Sang Pendeta pun mulai bertanya dengan pertanyaan yang tidak masuk akal:

Pertanyaan yang aneh dan dibuat-buat tersebut pemuda itu pun tersenyum degan senyuman mengandug keyakinan kepada Allah. Setelah membaca bismillah ia berkata:

Satu yang tidak mungkin ada duanya ialah Allah.

Dua yang tidak mungkin ada tiganya ialah malam dan siang. Allah berfirman : QS. 17-Al Isra’ : 12

وَجَعَلۡنَا ٱلَّيۡلَ وَٱلنَّهَارَ ءَايَتَيۡنِۖ فَمَحَوۡنَآ ءَايَةَ ٱلَّيۡلِ وَجَعَلۡنَآ ءَايَةَ ٱلنَّهَارِ مُبۡصِرَةٗ لِّتَبۡتَغُواْ فَضۡلٗا مِّن رَّبِّكُمۡ وَلِتَعۡلَمُواْ عَدَدَ ٱلسِّنِينَ وَٱلۡحِسَابَۚ وَكُلَّ شَيۡءٖ فَصَّلۡنَٰهُ تَفۡصِيلٗا ١٢

Artinya : “Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas

Tiga yang tidak mungkin ada empatnya adalah kekhilafan yang dilakukan Nabi Musa as ketika Khidir menenggelamkan perahu, membunuh seorang anak kecil, dan ketika menegakkan kembali dinding yang hampir roboh. QS. 18-Al Kahfi : 72 – 82

Artinya : “Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr melobanginya. Musa berkata: “Mengapa kamu melobangi perahu itu akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?” Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.

  1. 72. Dia (Khidhr) berkata: “Bukankah aku telah berkata: “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku”.
  2. 73. Musa berkata: “Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku”.
  3. 74. Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: “Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar”.
  4. 75. Khidhr berkata: “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?. 76. Musa berkata: “Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku”.
  5. 77. Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu oleh penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: “Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu”.
  6. 78. Khidhr berkata: “Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; kelak akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.
  7. 79. Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.
  8. 80. Dan adapun anak muda itu, maka keduanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.
  9. 81. Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).
  10. 82. Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya”

Empat yang tidak mungkin ada limanya adalah empat kitab samawi: Taurat, Injil, Zabur dan Al Quran.

Lima yang tidak mungkin ada enamnya ialah shalat lima waktu.

Enam yang tidak mungkin ada tujuhnya ialah jumlah hari ketika Allah menciptakan makhluk.

Tujuh yang tidak mungkin ada delapannya ialah langit yang berjumlah tujuh lapisan Allah berfirman dalam QS. 67-Al Mulk : 3

ٱلَّذِي خَلَقَ سَبۡعَ سَمَٰوَٰتٖ طِبَاقٗاۖ مَّا تَرَىٰ فِي خَلۡقِ ٱلرَّحۡمَٰنِ مِن تَفَٰوُتٖۖ فَٱرۡجِعِ ٱلۡبَصَرَ هَلۡ تَرَىٰ مِن فُطُورٖ ٣

Artinya : “Yang telah menciptakan tujuh langit. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang

Kuburan yang membawa isinya adalah ikan yang menelan Nabi Yunus as.

Makhluk yang diciptakan dari api adalah iblis, yang diadzab dengan api adalah Abu Jahal dan yang terpelihara dari api adalah Nabi Ibrahim as, Allah berfirman QS. Al Anbiyah : “Wahai api dinginlah dan selamatkan Ibrahim”.

Makhluk yang terbuat dari batu adalah unta Nabi Shalih, yang diadzab dengan batu adalah tentara bergajah dan yang terpelihara dari batu adalah Ash-Habul Kahfi (penghuni gua).

Adapun pohon yang memiliki 12 ranting, mempunyai 30 daun, setiap daun mempunyai 5 buah, 3 di bawah teduhan dan 2 di bawah sinaran matahari maknanya : pohon adalah tahun, ranting adalah bulan, daun adalah hari dan buahnya adalah shalat lima waktu, tiga dekerjakan di malam hari dan dua di siang hari.

Pendeta dan para hadirin pun merasa takjub mendengar jawaban pemuda muslim tersebut. Kemudian pemuda itu pun pamit ketika semua sedang terbuai dalam kekaguman terhadap jawabannya. Namun sebelum pergi, pemuda itu meminta si Pendeta agar menjawab satu pertanyaan saja. Permintaan ini disetujui oleh Pendeta.

Pemuda itu berkata: “Apakah kunci surga itu?” Mendengar pertanyaan itu lidah si Pendeta menjadi keluh, hatinya diselimuti keraguan dan rona wajahnya pun berubah. Ia berusaha menyembunyikan kekhawatirannya namun hasilnya nihil. Orang-orang yang hadir di gereja itu terus mendesaknya agar menjawab pertanyaan tsbt, namun ia berusaha mengelak.

Mereka berkata: “Anda telah melontarkan 22 pertanyaan ngawur kepadanya dan pemuda itu mampu menjawab semuanya. Sementara ia hanya memberimu satu pertanyaan masuk akal. Namun anda tidak mampu menjawabnya!”.

Pendeta berkata: “Sungguh aku mengetahui jawaban dari pertanyaan tsbt namun aku takut kalian marah.”

Mereka menjawab: “Kami akan menjamin keselamatan  anda. Sang pendeta pun berkata: “Jawabannya ialah Asyahadu Allah Ilaaha Illallaah wa Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah”.

Lantas si Pendeta orang-orang yang hadir di gereja itu pun memeluk agama Islam. sungguh Allah telah menganugrahkan kebaikan dan menjaga mereka dengan Islam melalui tangan seorag pemuda muslim yang bertaqwa.

Orang yang berakal (termasuk para Pendeta). Sebenarnya telah mengetahui bahwa Islam adalah agama yg diturunkan kepada Nabi Muhammad dan akan menjaga manusia dalam kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat.

Namun apa yang menyebabkan hati para Pendeta itu masih  tertutup, bahkan cenderung mereka sendiri yg menutup rapat jiwanya. Semoga Allah memberi hidayah kepeda mereka yang mau berpikir.

Itulah salah satu, pentingnya ILMU dalam ISLAM..kita akan dapat dengan mudah terlepas dari masalah dunia. (Tim)