Rekomendasi Propam Polda Sumbar Diabaikan, Bagwassidik Polda Sumbar Belum Maksimal Lakukan Supervisi Tiga Perkara di Polresta Padang dan Polsek Kuranji

Sumbar, KabarDaerah – Perkara TOKO BY PASS TEKNIK bisa disebut perkara aneh, karena sebelum dilaporkan sudah dikatakan bukan tindak pidana.
Ketua LSM KOAD., Indrawan mengatakan, bahwa keganjilan yang terjadi terkait perkara Bypass Teknik sangat jelas tidak berkeadilan, ditambah lagi tiga orang anggota LSM yang sengaja ikut campur dalam perkara ini.
Seharusnya, saat masih dalam proses penyelidikan, alasan menghentikan penyelidikan tentunya Tidak ditemukan Perbuatan Pidana, bukan belum ada alat bukti seperti alasan Kasat Reskrim Polresta Padang dan bukan juga karena tidak terpenuhi unsur pengelapan atau terkait dengan perjanjian kerjasama seperti alasan Kapolsek kuranji dan yang harus dipastikan adalah bukan karena perintah atasan.
“Jika hal itu yang terjadi, peristiwa kolaborasi menghalangi penyidikan ‘ala sambo’ tentunya akan terulang, pada hal, Kapolri hari ini sedang berbenah, memperbaiki nama baik institusi kepolisian, seharusnya tidak terjadi di institusi Polda Sumbar, jika aparat yang sudah digaji dengan uang pajak ini sadar” jelas ketua LSM KOAD.
Perkara ini harus selesai dengan adil, lanjut Indrawan, karena terkait dengan hak orang sudah meninggal dunia, terkait harta anak yatim dan terkait dengan penegakkan hukum di wilayah Polda Sumbar, sehingga tidak sepantasnya diulur, terlebih lagi yang dilaporkan adalah Pengaduan terkait barang titipan.
“Tidak terpenuhi unsur pidana, sesuai aturan perundang undangan tentunya setelah dilakukan penyidikan. Apalagi Polsek Kuranji dan Polresta Padang belum melakukan penyelidikan olah TKP dan proses penyelidikan lainnya. Sehingga, indikasi bahwa penghentian perkara yang dilaporkakn ke Divpropam Polri tidak melalui mekanisme gelar perkara,” ujar Indrawan.
Indrawan menerangkan, bahwa pihak Penyidik Polresta Padang dan Polsek Kuranji baru melakukan permintaan keterangan, hanya saja permintaan keterangan kepada MULYADI (bakal calon tersangka) diabaikan. Sesuai dengan SPPHP tanggal 28 Februari 2022, penyidik baru meminta keterangan 8 orang saksi, seperti Indawan, Rini Eka Gustia, Muhammad Zaki Arasy, Faisal Ferdian, Bayu Andeska, Ario Fernanda, dan Nalyadi.
“Diperkuat lagi dengan, laporan pengaduan baru dalam tahap penyelidikan, seharusnya hasil akhir Penyelidikan bermuara pada ditemukan atau diduga kuat terjadinya peristiwa pidana atau tidak ditemukan peristiwa pidana,” kata Indrawan.
Ketika perkara sudah ditahap penyidikan. Keputusan menetapkan bahwa perkara yang dilaporkan tindak pidana atau bukan tindak pidana, seharusnya melalui mekanisme gelar perkara yang dihadiri oleh Jaksa.
“Dalam hal ini Polresta Padang belum menerima Laporan Polisi dari pelapor, lalu penghentian perkara dilakukan dengan dasar laporan informasi, artinya Polresta Padang belum melakukan tugas sebagai penyidik sesuai aturan penyelidikan dan peyidikan, yang di atur dalam KUHAP dan Perkapolri,” ulas Indrawan.
Indrawan melanjutkan, Kesalahan fatal yang dilakukan penyidik yang ditugaskan untuk melakukan penegakkan hukum adalah mempersulit masyarakat melaporkan pidana, mengalihkan ke pengaduan masyarakat, tidak melakukan proses penyelidikan sesuai aturan perundang-undanganmenghentikan perkara tanpa melewati alur yang ditetapkan UU.
“Berdasarkan UU KUHAP, Polisi wajib menerima laporan terjadinya tindak pidana, dan wajib memberikan STTL bagi pelapor. Ternyata sama saja, mulai dari Polsek, Polres sampai ke Polda Sumbar, untuk melaporkan pidana sangatlah sulit,” tutur Indrawan.
Yang membuat kita miris, kata Indrawan, semua unsur pidana sudah terpenuhi, bukti awal ada, tetapi, mulai dari Polsek Kuranji, Polresta Padang bahkan sampai setingkat Polda pun enggan melakukan proses hukum sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Buktinya, ketika dilaporkan ke SPKT Polda Sumbar, mulai Mei 2022, sampai akhirnya menyurati Kapolda Sumbar bahkan sampai 30 September 2022, Wassidik belum merekomensasikan untuk melakukan penyelidikan serta olah TKP. Ada apa dengan perkara TOKO BYPASS TEKNIK ???,” kata Indrawan.
Indrawan sebagai ketua LSM KOAD mempertanyakan, Ada apa?? dan kenapa???,  mulai dari Polsek, Polresta, sampai ke Polda Sumbar, Penyidik berani bermain dengan perkara yang jelas-jelas buktinya banyak, bahkan ketika yang dilaporkan barang titipan pun dibuat sulit. Setiap kali akan melapor saya diarahkan melakukan pengaduan, bukan laporan Polisi atau LP.
“Pada hal, pasal sangkaan yang dapat diterapkan adalah pasal 262, dan pasal ini bukan delik aduan, ini yang seharusnya dipahami dan dilaksanakan oleh penyidik, tidak semua perkara dilakukan pengaduan, baru kemudian dilakukan proses hukum, Polri Presisi yang dimaksud Jendral Sigit, sepertinya bukan yang sekarang saya alami,” imbuhnya.
lebih lanjut ketua LSM ini menambahkan, sulit diterima akal sehat kita, karena saya adalah pelapor, tetapi diminta mencari siapa yang membeli dan mendapatkan bukti kwitansi dari pembeli tersebut. bukankan itu tugas penegak hukum ??, sebutnya
“Ditambah lagi harus membuktikan kepemilikan barang tersebut yang tidak kalah lucunya, tidak cukup dengan bukti pembelian, serah terima barang surat pernyataan, bahkan harus dilakukan BAP terhadap orang yang menjual kepada saya, sementara laporan pidana yang telah dilaporkan dibiarkan terjadi perampokan setiap hari” kata Indrawan sambil ketawa kecil.
“Hentikanlah membodohi masyarakat, jangan dikira semua orang buta hukum”, sebutnya lagi.
Dalam hal ini Penyidik, diduga kuat telah keluar dari aturan penegakkan hukum yang seharusnya dilakukan. dimana Polisi dalam bekerja, harus sesuai dengan aturan dan perundang undangan, ketika masyarakat tidak boleh melaporkan tindak pidana, setelah dilakukan pengaduanpun, penyidik tidak melakukan proses sesuai dengan aturan hukum, bahkan sampai tiga pengaduan dihentikan.
Ketua LSM KOAD menduga, telah terjadi pelanggaran ETIKA PROFESI mulai dari Polsek Kuranji dan Polresta Padang, bahkan yang terjadi adalah dugaan Obtruction of Justice, dimana membuat laporan dihalangi, ketika diperbolehkan membuat pengaduan, itupun dipermainkan. melaporkan ke Propam tidak ditanggapi, dengan benar. Bahkan laporan pengaduan masyarakat yang sudah dilakukan ke Propam mabes Polripun masih saja di selewengkan. lain yang dilaporkan lain lagi hasilnya, imbuhnya
Penyidik Kepolisian harus prediktif, responsif, transparan dan berkeadilan seperti slogan yang selalu didengungkan pimpinan Polri.
Pertanyaan saya adalah, Bukankah tugas Polisi mengungkap tindak pidana, lalau kenapa , mulai dari Polda, Polresta bahkan sampai ke Polsek menghindar…???,
Polisi harusn menyadari, jangan berfikiran picik, dan yang penting jangan ngambek, Polisi ditugaskan oleh negara untuk pekerjaan tersebut, untuk itulah Polisi dilengkapi dengan berbagai aturan yang harus mereka patuhi. dan diberikan gaji, jangan jadikan Instirusi Polri sebagai sapi perahan. pungkas ketua LSM ini.
“Hari ini, nilai-nilai tersebut sudah hilang, aturan sepertinya sudah tidak dipatuhi oleh pelanggar aturan perundang-undangan, terkesan mereka sepertinya sudah sepakat, bahkan tidak main main, pengaduan yang dilakukan ke mabes Polri pun di lakukan tarik ulur,” kata ketua LSM KOAD ini kepada media ini.
ungkapnya lagi, jika dilihat dari kejadian yang saya alami, menghalang halangi proses hukum, terjadi selama proses dilakukan di Kepolisian, khususnya Polsek Kuranji, Polresta Padang bahkan sampai ke Polda Sumbar sekalipun. menyedihkan, tidak salah jika keadaan kacau balau seperti yang terjadi terhadap kasus sambo.
“dengan adanya keadaan ini, Polsek Kuranji, Polresta Padang bahkan Polda Sumbar harus segera berubah, untuk serius menanggapi pelimpahan perkara pengaduan masyarakat dari Divisi Propam mabes Polri”, dijelaskan pelapor yang juga ketua LSM KOAD itu.
Saya sudah melengkapi bukti-bukti, setelah bukti diserahkan ke anggota Bagwassidik Polda, saya masih diminta untuk menulis surat lagi ke Kapolda Sumbar, sehingga sampai saat ini sudah 8 surat yang terkirim ke Polda Sumbar, sebutnya.
“Saya tidak habis fikir, Apakah Polisi sudah tidak peduli dengan Tribrata Polri, KUHAP, Perkapolri serta Polri Presisi yang digaungkan jenderal Sigit Prabowo, kata ketua LSM KOAD ini. “Sehingga tanpa beban dalam menghentikan perkara yang dikadukan masyarakat,” pungkas Indrawan.
“Delapan surat laporan pidana di Polda dan Polresta Padang sampai saat ini sepertinya belum diproses sesuai aturan oleh penyidik,” tutur Indrawan.

Berikut Dijelaskan Tentang Unsur pidana Pasal 362 Pasal Pencurian

Barang siapa yang mengambil barang sesuatu, atau yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah.
“Delik pasal 362 adalah delik biasa, artinya tidak perlu pengaduan untuk melakukan proses hukum. Ketika penyidik sudah menerima laporan pemberitahuan atas terjadinya kejahatan, Penyidik seharusnya langsung melakukan tugas sebagai penyidik, yang diawali dengan melakukan penyelidikan hingga ditemukan peristiwa atau memang tidak ditemukan peristiwa pidana, terang Ketua LSM KOAD.
Sebagai pelapor, saya sudah menyediakan bukti-bukti dan saksi-saksi bahkan mecoba, untuk memberikan masukan dan menyamakan persepsi bahwa terkait perkara yang saya laporkan tidak tergantung keputusan pengadilan, setidak-tidaknya buat pelapor. Karena sebenarnya yang memerlukan keputusan pengadilan adalah pihak telapor, sebagai Ahli waris Rusdi (alm), dalam hal ini penyidik harus jeli dan jangan mengada ada. sehingga terkesan menghalangi proses hukum. sebut ketua LSM KOAD lagi.
“ Disadari atau tidak, bahwa dengan menghalangi melaporkan tindak pidana sesungguhnya adalah perbuatan menghalangi proses hukum, apalagi sampai 3 perkara tidak di proses sesuai aturan, hal demikian di alami mulai dari melapor ke Kapolsek, Kapolres, sampai ke melapor ke Kapolda,  Polisi harus menjaga nama institusi Polri.
jangan rusak nama baik institusi gegara hal yang remeh temeh, karena yang menaggung akibat sebagai lembaga yang tidak dipercaya masyarakat adalah institusi Polri. Jika tidak mampu mengungkap perkara yang dapat diklasifikasikan perkara mudah ini berarti tidak punya kemampuan,
Kewenangan Penyidik adalah pemenuhan unsur perbuatan pidananya saja, jangan jadikan perdata sebagai alasan ketidak mampuan,” pungkas ketua LSM KOAD Pada media ini.
Peristiwa ini tentunya membuat kita miris, jangan jadikan alasan tumpukan perkara sebagai alasan tidak menerima laporan masyarakat.
Begitu sulitnya melaporkan pidana terjadi mulai dari Polsek, Polresta bahkan sampai ke Polda Sumbar, saya sebagai LSM sengaja mencari tau, sejauh mana kebenaran informasi yang dilaporkan oleh masyarakat. ternyata bukan isapan jempol belaka, larangan membuat laporan polisi memang sudah menjadi tradisi di kepolisian. sehingga baru baru ini kita baca di dunia maya, ada tagar percuma lapor Polisi.
“Saya mengalami sendiri kejadian ini, sampai-sampai perwira setingkat AKBP pun tidak bersedia menandatangani surat serah terima bukti yang diminta utusan pelapor (Rini Eka Gustia),” ujar Indrawan.
Sempat diadakakn gelar perkara, oleh wassidik Polda, dari awal saya sudah menduga, bahwa hal ini dilakukan agar perkara yang saya adukan bisa kembali dimentahkan. dengan sangarnya para penyidik mencerca saya dengan pertanyaan pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu dilakukan.
Dengan diadakannya acara Klarifikasi yang dikemas seperti Gelar Perkara, diduga semata mata hanya agar keputusan diambil adalah keputusan bersama. Hebat bukan, Polri kita saat ini memang sulit dipercaya, jika kita tidak tau apa-apa, dan tidak punya kekuatan apapun, kita tidak akan bisa melaporkan pidana, pungkas Indrawan ketua LSM KOAD itu kepada media ini.
“Saya tidak yakin, hal ini merupakan perintah Kapolda Sumbar Irjen (Pol) Teddy Minahasa. Seorang Perwira Tinggi Polisi berpangkat inspektur Jenderal melarang melapor, hanya saja, ketika Dirreskrim Polda Sumbar tidak melakuka proses hukum tentunya Direskrim harus bertanggung jawab, ketika perkara ini sampai ke mabes Polri nantinya”, katanya.
Lanjutnya lagi, “seandainya tiga perkara yang ditangani Divisi Propam yang telah dilimpahkan ke Subbid Paminal melalui pelimpahan perkara nomor RND-1276-b/VI/WAS.2.4./2022/Bagyanduan tertanggal 9 Juni 2022 kembali harus berproses sesuai hukum yang berlaku, saya yakin akan membuat terlapor sesak nafas.
Dimana, ketika terlapor dibantu tiga anggota Lembaga Swadaya Masyarakat, saya yakin tak akan sanggup mengulur waktu proses penyidikan”, katanya lagi
Lanjut pelapor yang juga ketua LSM KAOD itu, “bukan masalah besar, namun ketika terlapor menguasai sepihak objek persekutuan modal Indrawan dan Rusdi, sehingga barang yang menjadi objek perjanjian dikuasai terlapor bahkan telah banyak yang dijual, jelas mereka harus pertanggungjawabkan.
Masalah besar dikemudian hari bagi Polsek, Polresta dan Polda Sumbar, ketika Polisi membiarkan kejahatan terjadi berulang setiap hari di TKP yang sama. Logika apa yang dipakai sehingga membuat aparat penegak hukum berfikir bahwa harus diperdatakan terlebih dahulu. sementara kejadian tidak pidana terjadi setiap hari bahkan sudah berlangsung satu tahun, kelakuan oknum penyidik cara yang salah dalam Penegakan hukum, katanya
Oleh sebab itu, Saya jadi berkeinginan untuk memperjuangkan hak saya, walau sampai ke mabes Polri sekalipun, kata indrawan kepada media ini.
“Kita tunggu apa yang akan terjadi jika laporan Etika Profesi yang telah dilakukan pelapor ke Divisi Propam mabes Polri benar benar ditindak lanjuti sesuai aturan,” kata ketua LSM KOAD.
“Sebagai ketua LSM KOAD saya belum yakin Polda Sumbar berubah seperti yang dikatakan Kapolri, bahwa beliau akan mencopot setiap ada laporan tentang pelanggaran anggota kepolisian ke Mabes Polri,” ungkapnya sambil memgakhiri.