Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo Akui, UUD NRI 1945 Masih Banyak Bolongnya,MPR RI Harus Berani Melakukan Hal Ini

POLITIK201 Dilihat

KABARDAERAH.COM (BANDUNG)Ketua MPR RI, Dr.H. Bambang Soesatyo,S.E.,M.B.A.,membuka kegiatan Media Gathering MPR RI dan Koordinatoriat Wartawan Parlemen dengan tema ‘Peran Media dalam Mewujudkan Rumah Kebangsaan MPR RI’ , di Lembang, Bandung, Jawa Barat, Jumat malam (17/3/2023).

Daalam sambutannya, Bamsoet,demikian politikus partai Golkar itu disapa, mengatakan bahwa hingga sekarang Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia (UUD NRI) RI 1945 masih memiliki banyak bolong-bolongnya atau celah, yakni tidak adanya aturan yang mengatur bila Pemilihan Umum (Pemilu) tidak bisa dilaksanakan tepat waktu.

“Kita kan nggak pernah membayangka, dan saya yakin para pembuat Undang-Udang Dasar, dulu belum bisa membayangkan ke arah itu. Tetapi kalau kita bicara ini pasti orang ramai,” kata dia.

Meski demikian, kata Bamsoet, MPR RI harus berani memasuki wilayah institusi ini untuk jaga-jaga. Kenapa? Karena dalam konstitusi, hanya dibilang masa jabatan presiden atau jabatan-jabatan lainnya, oleh pemilu itu 5 tahun yang berarti berakhir tanggal 20 Oktober setiap 5 tahun sekali.

“Nah, menurut saya, semua pihak harus berani menyiapkan diri dan bicara terbuka tanpa ada rasa marah dengan adanya kenyataan tersebut. Coba bayangkan kalau covid baru mulai hari ini, 2024 dimungkinkan ya dimungkinkan kita menggelar pemilu karena bencana berskala besar pandemi,” ujar politisi Partai Golkar itu lagi.

Kalau skala kecil diatur, ia mengumpamakan, apabila di daerah-daerah yang kena bencana, maka pemilu di wilayah tersebut bisa ditunda. Tetapi kalau seluruhnya yang menyangkut jabatan presiden wakil presiden, jabatan DPR RI dan semua tingkatan itu belum dipikirkan dan belum diatur.

“Karena begitu 5 tahun habis ya sudah, kalaupun terpaksa ditunda judulnya pejabat, PLT (pelaksana tugas). Saya nggak membayangkan pejabat anggota DPR RI Benny K Harman, pejabat presiden, pejabat wapres. Macam mana? Ini juga kita perlu diskusi, siapa yang memiliki kewenangan, ya memang semuanya ujungnya ke MPR RI. Pemilu ditunda atau tidak ditundanya akibat sesuatu dan lain hal, bencana, perang dalam skala besar itu memang MPR RI,” ujar mantan ketua Komisi III DPR RI itu.

Disinggung tentang pengangkatan presiden, karena TAP MPR RI hanya diatur untuk pemberhentian presiden dan pengangkatan presiden dalam masa jabatan. Tetapi, pelantikan presiden di awal jabatan itu tidak ada TAP MPR RI nya, yang ada hanya mengatakan sumpah di depan Parlemen MPR RI, di depan Ketua Mahkamah Agung hanya berita acaranya, dan tidak ada Surat Keputusan atau SK-nya, tidak ada TAP MPR RI-nya, yang ada hanya keputusan KPU.

“Kalau terjadi apa-apa, bagaimana mencabutnya? Jadi ada hal-hal yang memang harus kita bicarakan dari awal sekarang. Memang waktunya belum tepat hari-hari ini, dan pasti selalu dicurigai. Tetapi harus kita bicarakan,” tambahnya.

Menurutnya, keinginan untuk memiliki rencana jangka panjang, ini juga berdasarkan apa yang ia jaring setelah menjadi Ketua MPR RI dari para pihak, mulai kelompok masyarakat, pemuka agama, koordinasi keagamaan pemuda dan lain-lain, termasuk akademisi.

Untuk itu, perlu menghadirkan kembali Pokok-Pokok Haluan Negara/PPHN, agar bangsa ini tidak maju mundur, melainkan ada kesinambungan dan keselarasan antara pusat dan daerah, antara periode yang satu dengan periode selanjutnya.

“Ini juga penting. Tetapi lagi-lagi ini harus melalui amandemen yang harus lebih afdol, karena jangankan lain partai, satu partai saja bisa berbeda. Kita juga harus menetapkan program pusat dengan turunan di bawahnya itu harus selaras,” tegasnya.

Bamsoet juga menyatakan, MPR sangat tergantung kepada apa yang menjadi kehendak para pimpinan partai politik.

“Terkadang, orang salah mengartikan kami pimpinan MPR, kita tidak mempunyai kekuasaan apa-apa sesungguhnya , palu ini akan bisa diketuk, setuju dan tidak setujunya kalau seluruh stakeholder yang ada di parlemen pimpinan partai politik maupun DPD sepakat,” tutup Bamsoet. ** DL.