Perkara Bypass Teknik Perkara Seksi, Penyidik Hati-Hati Mengusut Perkara Ini

Sumbar.KabarDaerah.com-Pasal 1 ayat ke 3 bab I amandemen ketiga Undang-Undang Dasar 1945 yang menegaskan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum, artinya Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (Rechtstaat) bukan berdasar atas kekuasaan(Machtstaat).

Pemerintahan berdasar sistem konstitusi dan bukan absolutism. tidak benar ketika aparat negara membuat persyaratan yang tidak diatur oleh undang undang.

Sebagai konsekuensi dari pasal 1 ayat 3 amandemen ketiga undang-undang dasar 1945, tiga prinsip dasar harus dilaksanakan yaitu supremasi hukum, kesetaraan dihadapan hukum, penegakan hukum dengan cara yang tidak bertentangan dengan hukum.

Polri sebagai ujung tombak dari penegakan hukum perlu memelihara integritasnya selaku penyidik oleh karenanya penyidikan tindak pidana sebagai salah satu tahap dari penegakan hukum.

Bagaimana kira-kira seorang penegak hukum, mengadakan persyaratan sendiri dalam melapor..?? Jika hanya untuk menghalangi proses hukum.

Masyarakat dengan pengetahuan hukum yang semakin baik, sering mengkritisi langkah-langkah dan tindakan Polri dalam menangani suatu perkara tindak pidana, bahkan ada yang mengajukan gugatan praperadilan, maupun komentar melalui media cetak dan elektronik.

Dalam melakukan penyelidikan, sebelum ditingkatkan ke penyidikan, penyidik Polri terkadang mengalami hambatan dalam menentukan perkara yang ditanganinya. Hambatan pemenuhan unsur pasal yang dipersangkakan. Begitu juga dalam menentukan saksi, penetapan tersangka dan barang bukti. Adanya perbedaan-perbedaan penafsiran hukum antara penyidik dan penasehat hukum maupun penuntut umum.

Selain itu, dalam rangka pengawasan internal kepolisian, untuk meminimalisir tindakan yang bertentangan dengan hukum, serta penyalahgunaan kewenangan (abuse of power) oleh penyidik serta untuk memecahkan masalah atau hambatan penyidikan, yang dilandasi motivasi/landasan filosofi untuk meningkatkan kemampuan teknis professional dalam sistem penyidikan tindak pidana.

Untuk itu Polri mengambil langkah positif dengan membuat terobosan Peraturan Kepolisian tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana serta standar operasional pelaksanaan penyidikan tindak pidana sampai kepada gelar perkara.

Kegiatan penyidikan dilaksanakan secara bertahap meliputi :

  1. Penyelidikan
  2. Pengiriman SPDP
  3. Upaya paksa
  4. Pemeriksaan
  5. Gelar perkara
  6. Penyelesaian berkas perkara ke penuntut umum
  7. Penyerahan tersangka dan barang bukt
  8. Penghentian penyidikan

Penyelidikan

Dalam Pasal 1 angka 5 KUHAP disebutkan Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”

Penyelidikan dilakukan berdasarkan :

  1. Informasi atau laporan yang diterima maupun diketahui langsung oleh penyelidik/penyidik;
  2. Laporan polisi;
  3. Berita Acara pemeriksaan di TKP.

Penyelidikan pada dasarnya bukanlah suatu tindakan yang berdiri sendiri. Oleh karena itu, penyelidikan dapat dikatakan sebagai   bagian dari fungsi penyidikan.

Penyidikan

Pasal 1 angka 2 KUHAP disebutkan  Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.”

Pada dasarnya penyidikan adalah tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya tindak pidana dalam suatu peristiwa. Ketika diketahui ada tindak pidana terjadi, maka saat itulah penyidikan dapat dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan. Pada tindakan penyelidikan, penekanannya diletakkan pada tindakan “mencari dan menemukan” suatu “peristiwa” yang dianggap atau diduga sebagai tindakan pidana. Sedangkan pada penyidikan titik berat penekanannya diletakkan pada tindakan “mencari serta mengumpulkan bukti”. Penyidikan bertujuan membuat terang tindak pidana yang ditemukan dan juga menentukan pelakunya.

Dalam Pasal 11 Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana, penyelidikan dilakukan jika: belum ditemukan tersangka dan/atau barang bukti; pengembangan perkara; dan/atau belum terpenuhi alat bukti. Dengan begitu, adanya penyelidikan membuat tindak pidana yang telah dilakukan dan yang bertanggung jawab atasnya akan semakin jelas.

Apa itu penyidikan?

Dalam KUHAP, penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Polisi yang diberi wewenang melakukan tugas penyidikan disebut penyidik. Penyidikan merupakan tahap lanjutan dari penyelidikan.

Dalam melakukan penyidikan tindak pidana, polisi diberi kewenangan untuk melakukan upaya paksa demi penyelesaian penyidikan.

Upaya-upaya bersifat memaksa tersebut meliputi: pemanggilan, penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, dan pemeriksaan surat.

Upaya-upaya tersebut dilakukan untuk memenuhi pembuktian yang dianggap cukup untuk kepentingan penuntutan dan persidangan atas perkara tersebut. Jika tindak pidana telah selesai disidik oleh penyidik maka hasil penyidikan diserahkan kepada penuntut umum untuk kemudian dilimpahkan ke pengadilan.

Perbedaan penyelidikan dan penyidikan

Pihak yang melakukannya Penyelidik dan Penyidik ruang lingkup kegiatannya mencari dan menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana mencari dan mengumpulkan bukti untuk membuat terang tindak pidana yang terjadi dan menemukan tersangkanya pelaksanaan dilakukan untuk mencari tahu adanya unsur pidana dalam suatu peristiwa bisa dilakukan jika suatu peristiwa memuat unsur pidana, tingkatan merupakan tahap awal merupakan tahap lanjutan dari penyelidikan.

Jika kita lihat dari proses pelaksanaan, ada laporan terlebih dahulu, baru kemudian dilakukan penyelidikan. kata ketua LSM KOAD.

“Apapun alasan yang dikatakan, terbukti kejahatan sekelas pencurian/maling, belum mampu diungkap Ditreskrimum, bahkan setelah melibatkan Bagwassidik Polda Sumbar perkara bertambah tidak berkejelasan”, kata ketua LSM KOAD.

Lagi lagi keanehan terjadi, bagwassidik minta agar pelapor koordinasi dengan Penasehat Hukum serta ahli hukum.

Setelah saran bagwassidik dilaksanakan pelapor, bahkan sebelum menerima laporan persyaratkan melapor harus minta pendapat ahli, dan keterangan dari pengadilan terlebih dahulu.

Berikut hasil diskusi pelapor dengan Prof DR Ismansyah, SH, MH,  “Dalam pertemuan dengan profesor hukum Ahli hukum tersebut, dikatakannya bahwa perkara.

“Yang perlu diingat”, Kata Prof DR Ismansyah SH, MH,

katanya lagi, “setelah digugat, yang tersebut dalam petitum akan dilakukan sita jamin, hal ini dilakukan atas perintah pengadilan, sehingga barang yang merupakan hak akan aman”, kata Prof DR Ismansyah SH, MH.

Namun terkait perkara pidana yang terjadi Prof DR Ismansyah SH, MH tidak menafikan peristiwa pidana.

Selanjutnya kata Prof DR Ismansyah SH MH, “yang perlu diingat adalah jika perdata dan pidana sama berproses maka, pidana dipending dulu sampai perdata selesai”, katanya.

Tambahnya lagi, “jika kita mau melakukan gugatan perdata, maka semua hak kita akan kembali, berikut seluruh kerugian, dan itu atas perintah pengadilan”, sebutnya.

Sebagai pelapor yang juga ketua LSM KOAD, hormat dan salut dengan  Prof DR Ismansyah SH, MH, bahwa sebagai seorang ahli hukum pidana sekaligus guru besar di Universitas Andalas, jelas-jelas beliau mengetahui dan punya kewenangan menyatakan bahwa suatu perkara adalah perbuatan pidana atau tidak.

Yang bisa kita cermati dari kata beliau sebagai seorang Profesor adalah, beliau tidak mengatakan secara jelas bahwa perkara yang kami laporkan adalah perkara perdata. Karena memang dalam kronologis disebutkan seluruh pasal yang akan disangkakan, semuanya delik biasa.

Polda Sumbar bertugas melakukan proses hukum, selama ini oknum di Polda sumbar baru bisa berwacana. sedangkan Polri punya kewajiban menerima laporan masyarakat, dan punya kewenangan melakukan penyelidikan dan penyidikan. Polri tidak boleh mengambil alih kewenangan pengadilan. dan itu belum dilakukan.

Selayaknya Polda jangan mengada-ada terkait proses melaporkan peristiwa pidana di Polda Sumbar, karena akan berakibat kepada nama baik Polda Sumbar dan institusi Polri pada umumnya.

Lanjut ketua LSM KOAD, “jangan permainkan nasib orang, Polri sebagai penegak hukum tetunya harus taat dengan aturan hukum. Polri jangan melakukan pelanggaran aturan hukum. Polri punya kewajiban melakukan proses hukum sesuai aturan, jangan ambil alih tugas pengadilan”, sebutnya lagi.

Dan yang terpenting, kata ketua LSM KOAD, ” Irjen (Pol) Suharyono adalah seorang Polisi yang bijaksana, beliau sangat paham dengan peristiwa yang sedang terjadi. beliau tentu mengetahui apa kebijakan yang akan diambil, tambahnya.

Kami sebagai LSM meyakini, beliau adalah pimpinan yang bijaksana dan amanah. Tidak ada salahnya jika kita saling mengingatkan, bahwa perkara Bypass Teknik ini sudah menjadi attensi berbagai pihak terutama kapolda sumbar”, kata ketua LSM KOAD mengakhiri komentarnya.

Suatu peristiwa terjadi lagi, saat perintah sudah diberikan Kapolda Sumbar kepada Kombes(Pol)Andry Kurniawan S.iK.

Sangat jelas terlihat kebingungan. Pertemuan pertama Kombes (Pol) Andry Kurniawan bersedia melayani pelapor dengan minta kronologis kejadian. Tapi pada pertemuan kedua beliau tidak lagi bersedia ditemui. Sedangkan saat menunggu untuk pertemuan ketiga, pelapor sampai tiga jam berada diruang tunggu.

Kombes (Pol) Andry Kurniawan sebagai Dirreskrimum tidak bersedia menerima pelapor walaupun atas saran Kapolda Sumbar.

Melalui bagwassidik (Akbp Hendri Yahya), Kombes Andry (Pol) Kurniawan berpesan mempesilahkan melapor di SPKT, dan minta disposisi kapolda sumbar, kata ketua LSM KOAD.

Selanjutnya kata ketua LSM KOAD, sebagai pelapor kami berterimakasih karena dipersilahkan untuk membuat laporan.

Ternyata memang bukan isapan jempol bahwa melapor di Polda Sumbar tidak mudah, semua laporan dialihkan ke pengaduan. Walau sudah dipersilahkan melapor, kami yakin laporan yang akan dilakukan tetap dihalangi dengan cara klasik. Hal tersebut terbukti tanggal 31 Januari 2023, Reskrim menugaskan beberapa penyidik andalan yang tangguh untuk kembali menggagalkan laporan kami, kata ketua LSM KOAD.

Setelah melakukan tanya jawab beberapa saat, piket reskrim tetap mengatakan bahwa laporan kami adalah perkara perdata, walau sudah dijelaskan pasal perbuatan yang dilakukan adalah pidana. kalau perjanjian memang perkara perdata, tapi yang dilaporkan ke Polda Sumbar adalah dugaan perbuatan yang dilakukan, bukan oleh Rusdi tapi oleh pihak lain. silakan lihat kita simak pasal 1340 kata ketua LSM KOAD lagi.

Piket Reskrim tetap tidak mau untuk memahami cerita laporan kami, bahkan bundelan yang sengaja diberikan kepada piket reskrim tidak dibaca, mereka tetap bersikukuh harus memperjelas tentang hak pelapor ke pengadilan.

Untuk menghakhiri perdebatan, maka pelapor yang juga ketua LSM KOAD mengajukan pertanyaan terkait unsur pidana, mari kita simak Pasal 362 “Barang siapa mengambil barang sesuatu yang seluruh atau sebagaiannya kepunyaan orang lain”

Pertanyaanya, Siapa yang seharusnya yang membuktikan kepemilikan barang sesuatu tersebut..?,

orang lain ataukah terduga pelaku tindak pidana..? kata ketua LSM KOAD.

dengan sangat yakin dijawab oleh salah satu piket Reskrimum ….

orang lain” katanya yakin.

“wah gawat jika demikian” kata ketua LSM KOAD

Kalau begitu, semua orang lain yang harus membuktikan kepemilikan tersebut,

kalau begitu, bisa bisa semua orang yang berada di Padang ini yang harus membuktikan kepemilikan akan barang dicuri pelaku, kata ketua LSM KOAD.

Sambil berlalu, ketua LSM KOAD permisi dan menyalami piket reskrim seraya ucapkan terima kasih, karena sudah dilayani, walau tidak di izinkan melapor, walau diluar ketentuan, serta tidak sesuai dengan perundang-undangan.

piket Reskrim tersebut terlihat raut muka seperti menyesal memberikan jawaban yang demikian, bahwa jawabannya dianggap salah oleh pihak yang bertanya, jelasnya.

selanjutnya, kata ketua LSM KOAD lagi, seharusnya piket Reskrim memahami terlebih dulu, biar tidak keteteran menjawab pertanyaan pelapor.

Pada hal Kapolda Sumbar dengan sangat mudahnya menyelesaikan perkara yang kami laporkan, bahkan yang sudah ditangan Divpropam Polripun, dapat dikatakan telah selesai asalkan perkara berproses.

Pelapor sudah tidak mempermasalahkan kejadian yang telah lalu. hanya dengan mengatakan,

“Jangan kemana mana, perkara ini kita proses, sekarang saya kapoldanya, Polisinya disini, pelakunya disini, kejadiannya disini, ibarat permainan catur, saya adalah rajanya, tentunya yang jalan dulu adalah bidak, kuda dan yang lain”, kata Kapolda Sumbar.

Saat ditanya ketua LSM KOAD,”dimana perkara ini diproses pak.. ??

Jawab Kapolda Sumbar, ” kita proses di Polda Sumbar, saya ingin perkara ini selesai dengan adil dan saya akan awasi langsung, jika perlu saya yang awasi sendiri”, kata Kapolda Sumbar.

Terus terang, tidak jarang seorang Kapolda seperti Irjen Pol Suharyono SH, MH bersedia ditemui pelapor, kata Ketua LSM KOAD.

tutup ketua LSM KOAD, “disisi lain bawahannya harus pandai pandai membawakan diri, biasanya orang seperti beliau memiliki sifat santun dan peduli. dibalik itu beliau juga pantang di tantang, jika anggota/bawahannya tidak paham dengan tugasnya, biasanya akan dicukein, kata ketua LSM KOAD.

(sumber: Tim liputan khusus KabarDaerah dan LSM KOAD)