KabarDaerah.com – Ketua LSM KOAD minta dengan segala hormat debat dengan Kapolri, debat yang dimaksud adalah adu argumnetasi hukum Perkara laporan Tindak Pidana Bypass Teknik. yang di hentikan lidik oleh Polsek Kuranji, Polresta Padang, dan tiga laporan yang telah dilakukan ke Polda Sumbar.
Katanya, “Polri dimanfaatkan untuk suatu kepentingan lain, bukan kepentingan hukum”. Gelar perkara di Polda Sumbar mengatakan perdata, ketika mereka terdesak, justru malah meminta keterangan ahli.
Dikatakan ketua LSM KOAD, “Dari satu sisi keterangan ahli adalah salah satu alat bukti disidang pengadilan, sama dengan keterangan terdakwa, keterangan yang diberikan di pengadilan. jadi bukan keterangan yang diberikan di kantor polisi kepada penyidik Polri” katanya.
Jika perkara ini dikatakan perdata oleh penyidik seprti Kapolsek dan Kapolresta Padang. Tentunya Kapolri sebagai pimpinan tertinggi yang membuktikan. perkara ini sudah sampai di Kompolnas dan Ombudsman RI.
Polri harus hati hati mengeluarkan statemen, jika berbohong dalam membuat dokumen, tentunya yang salah adalah institusi Polri. tambahnya lagi.
Lanjut ketua LSM KOAD, “untuk itu kami minta debat dengan Kapolri didepan Kompolnas dan ombudsman RI, pasalnya, sebagian besar anggota Polda Sumbar, Polresta Padang, Polsek Kuranji berpendapat perkara tersebut adalah perkara perdata.
Kami tidak terima alasan tersebut, kami harap Jendral (Pol) Drs Listyo Sigit Prabowo SIK bersedia membuktikan bahwa perkara yang kami laporkan perdata.
Dari awal saya sudah ingin beradu argumentasi secara fair, jangan mentang mentang seorang penyidik Polri, orang beranggapan semua penyidik pintar dan tidak bisa dibantah. terus terang bagi kami tentu tidak demikian, kata ketua LSM KOAD.
FRN berharap, “Bagi kami tidak demikian, berikutnya kami akan buktikan bahwa Polda Sumbar, Polresta Padang dan Polsek Kuranji tidak bisa seenaknya mengatakan tindak pidana yang kami laporkan adalah perbuatan perdata, Bapak Polisi yang terhormat, penegak hukum itu bukan Polri sendiri, jaksa pengacara dan hakim haris dilibatkan, jangan semena-mena”, katanya
Berdasarkan keluhan ketua LSM KOAD melalui surat nomor 02/LP//LSM KOAD/BT/VIII /2023, akhirnya diterima melapor Kompolnas dengan nomor reg 2344/3/RES/VIII/2023. dilanjutkan melalui surat Nomor B-2344.A Kompolnas /11/ 2023, tanggal 6 November 2023 Kompolnas minta klarifikasi ke Kapolda Sumbar yang ditandatangani a/n ketua Kompolnas Dr Bennny Josua Mamoto SH MSi. Kompolnas sangat memahami, bahwa Bypass Teknik jelas ada pidananya, sehingga Kompolnas minta Kapolda Sumbar tanggapi laporan tersebut dan minta ditindaklanjuti dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Begitu juga ketika LSM KOAD melakukan pengaduan ke Ombudsman RI, perkara diproses Ombudsman RI perwakilan Sumbar. ditengah perjalanan petugas sengaja kesampingkan pengaduan dengan memproses penundaan berlarut.
Petugas Ombudsman pura pura lupa bahwa pada tanggal 5 Agustus 2022 telah keluar surat Bidpropam Polda Sumbar yang harus dilaksanakan Bagwassidik. diikuti oleh Surat Telegaram Polda Sumbar tanggal 6 Januari 2023 untuk melakukan proses hukum secara profesional dan proporsioanl.
Dari dua pucuk surat tersebut, baik Polsek Kuranji, Polresta Padang, maupun Polda Sumbar sengaja melakukan penyimpangan dengan melakukan klarifikasi. Artinya Polda Sumbar sebagai induk organisasi sengaja pura pura tidak mengetahui.
Tidak patuh dengan kedua surat tersebut yang notabene adalah atasan mereka, hal itu jelas jelas tidak patuh terhadap. bukankah hal ini melanggar Perkapolri nomor 7 tahun 2022.
Berikut Surat ke Divpropam Polri tanggal 14 Juni 2022 yang dilimpahkan ke Polda Sumbar juga demikian. Bidpropam sengaja sembunyikan dua bukti pengaduan, pertama gembok yang dihilangkan Polsek Kuranji dan yang kedua mesin pompa air merk kipor yang telah disita.
Kata ketua LSM KOAD, ” kami bersedia menjalani semua proses yang diminta Polda Sumbar, demi membuktikan bahwa di Polda Sumbar tidak bisa melapor. sehingga akibat yang dirasakan masyarakat yang tidak punya uang dan tidak punya relasi, tentunya tidak bisa mendapatkan haknya melaporkan tindak pidana”, kata ketua LSM KOAD.
Mengamati kesemua proses yang telah dijalani dari bulan September 2021 sampai dengan November 2023, cukup membuat para oknum pusing menyembunyikan kebijakan mereka yang telah terlanjur mengatakan perdata.
Tapi mereka enggan kembali, betul kata pepatah, “Sasek diujuang jalan babaliak ka Pangka”. oknum yang terlanjur mengatakan perkara perdata seharusnya kembali ke awal, dimana saat dilakukan pelaporan. Artinya tentukan dulu bahwa perbuatan tersebut merupakan tindak pidana atau bukan, tidak perlu keterangan ahli, hanya salah satu alat bukti, kemudian Polri menerima laporan pelapor, katanya lagi
Dengan kejadian ini jangankan presisi, berkeadilan saja tidak kelihatan sama sekali. Ketika Polri menjalankan tugas dan fungsi, seperti taat dan patuh dengan Tribrata dan catur prasetya, UU Kepolisian, KUHAP, KUHP, KUHPredata sebagai pedoman, tidak diperhatikan sama sekali.
Seharusnya Polri melakukan penyelidikan terkait perbuatan pidana. Bagaimana terpenuhinya unsur pidana pasal yang disangkakan. Keterangan ahli, hanya salah satu alat bukti. Hakimlah memgadili perkara di pengadilan.
Ketika pelapor menyerahkan surat surat sebagai bukti, seharusnya, bukan tanda tangan palsu yang dipermasalah kan. Surat tersebut adalah alat bukti, dalam perkara ini, ketika surat surat dianggap benar. tinggal mencari bukti lain. Untuk itulah dilakukan penyelidikan secara jujur dan benar.
Pada prinsipnya, perkara tersebut merupakan tindak pidana. ketika dihentikan, maka dapat dipastikan telah terjadi pelanggaran KEPP oleh penyidik Polri.
Melalui penjelasannya ketua LSM KOAD, lebih rinci dijelaskan melalui surat yang dikirim ke Divpropam Polri, pertanyaannya adalah Kenapa anggota Polda Sumbar tidak patuhi perintah Mabes Polri ??
Perkara Bypass Teknik, menurut Itwasum Polri melalui surat nomor B/6933 VIII/WAS.2.4./2023, tanggal 28 Agustus 2023 masih berproses, penyidik Polsek dan polresta Polda sedang mengumpulkan bukti. Sedangkan kenyataanya Polsek Kuranji dan Polresta Padang mengatakan telah dihentikan. Bukankah sikap yang demikian itu kebohoongan?
Surat tersebut benar, tapi sebelum kami melakukan laporan resmi apapun kata Polsek Kuranji dan Polresta Padang, tentunya akan menjadi pertanyaan. Kenapa selama 8 bulan kami dihalangi melapor.?
Berdasarkan surat Itwasda dan dikatakan dalam acara gelar perkara. bahwa perkara tersebut masih berproses, menunggu bukti baru (Novum). jika Polda Sumbar benar dalam perkara ini tentunya tidak akan dihalangi. tinggal kejar bukti baru yang dimaksud. Sangat disayangkan bukti baru yang dimaksud hanya akal akalan Polsek kuranji.
Sedangkan laporan/pengaduan di Polresta Padang agak sedikit lebih ringan kerena alasan penhentian perkara belum ada bukti. seperti yang disebut Kasat reskrim Polresta Padang. walau ketika pelapor menunjukkan 28 item barang bukti yang telah diserahkan ke Polda Sumbar, tentunya hal itu terbantahkan, kata ketua LSM KOAD.
Setelah Divpropam Polri melalui surat R/1039/VI/WAS.2.4./2022/Divpropam tanggal 14 Juni 2022 tentang pengaduan DPP SLM KOAD, perihal pelimpahan penanganan dumas ke Polda Sumbar sepertinya tidak ditanggapi serius, Bidpropam terkesan menyembunyikan data bukti bukti gembok yang hilang dan mesin Kipor yang telah disita Polsek Kuranji.
Ternyata bukti yang kami serahkan ke Bidpropam Polda Sumbar sepertinya dihilangkan dari Berita Acara pemeriksaan Subbid Warprof Bidpropam Polda Sumbar. selanjutnya Bidpropam tidak disebutkan dalam laporan hasil penyelidikan yang dikirim ke mabes Polri.
Ketika Laporan diterima Divisi Propam Polri, justru tidak ditemukan pelanggaran KEPP yang dilakukan oleh Kapolsek Kuranji, Kanit Polsek Kuranji, Kasat Reskrim Polresta Padang dan Kapolresta Padang.
Pada hal dalam surat tanggal 5 Agustus 2022 sudah jelas bahwa Kabidpropam Polda Sumbar rekomendasikan ke Kapolda Sumbar melalui Bagwassidik Dirreskrimum Polda Sumbar untuk melakukan Supervisi. Hal ini sengaja diabaikan oleh Bagwassidik Polda Sumbar.
Apakah tidak patuh terhadap perintah atasan bukan pelanggaran KEPP..??
Kata ketua LSM KOAD jelas ini sebuah pelanggaran KEPP, jika Bidpropam mengatakan sebaliknya, tentunya Bidpropam Polda Sumbar melaui suratnya telah mengeluarkan surat yang isinya bohong.
Sementara yang dilakukan Bagwassidik adalah klarifikasi. Klarifikasi atau gelar perkara tersebut tidak dihadiri oleh calon tersangka hanya polisi yang bertugas mencerca pelapor.
Bukankah bagwassidik Polda Sumbar adalah pengawas penyelidikan dan penyidikan ?, jika benar, tentunya bagwassidik harus mengawasi penyidikan.
Sebelumnya, tentu harus menerima melapor terlebih dahulu, kemudian baru melakukan penyelidikan atau penyidikan secara menyeluruh. Melapor secara resmi adalah sesuatu yang harus dilakukan, ketika melapor tidak diterima oleh Polda Sumbar tentunya melanggara UU.
Bagwassidik Polda Sumbar melalui penyidik Polsek Kuranji dan Polresta Padang, berusaha menjegal pelapor berkali kali bahkan terakhir dengan memakai saksi ahli.
Dikatakan ketua LSM KOAD, ” semua kebohongan yang dilakukan oleh Polsek Kuranji, Polresta Padang bahkan Polda Sumbar semata mata untuk menggagalkan laporan pelapor”, kata ketua LSM KOAD.
Setelah dimintai konfirmasi kepada Dr Fitriati SH MH ahli yang dipakai Polsek dan Polresta Padang, semua statemen seblumnya terbantahkan. Pembicaraan tersebut direkam oleh pelapor. Pada kesempatan mengadu mabes Polri semua rekaman dapat kami serahkan ke Kapolri.
Melapor secara resmi belum bisa dilakukan. Kami mempertanyakan, tidak bisa melapor di SPKT, mengadu tidak diterima oleh Ditreskrimum Polda Sumbar, setidaknya sampai 10 februari 2023. bukankah itu pelanggaran KEPP.??
Mari kita perhatikan bahwa tidak kurang 8 surat telah kami kirim ke mabes Polri, namun Polda Sumbar selalu memberikan jawaban yang tidak masuk akal. Apalagi untuk menahan LP/B/28/II/2023/SPKT Polda Sumbar, penyidik terpaksa minta keterangan ahli.
Sebagai ketua LSM KOAD, kami berpendapat berdasarkan UU yang telah diterbitkan oleh Negara, bahwa kami sebagai masyarakat diberikan hak untuk melapor.
UU pasal 108 ayat 1 dan 6 KUHAP sudah mengatur tentang melapor ke Penyidik Polri. Melapor yang dimaksud tentunya melapor secara Resmi. Kami kebingungan karena pendapat Polsek Kuranji dan Polresta Padang bahwa perkara sudah dihentikan.
Sedang menurut mabes Polri kami belum melakukan Laporan Polisi, kami baru melakukan pengaduan masyarakat.
Hal ini dikuatkan oleh surat Bidpropam Polda Sumbar tanggal 5 Agustus 2022. Agar Bagwassidik melakukan supervisi.
Apakah tidak menerima laporan secara resmi bukan merupakan pelanggaran atas UU.??
Bagaimana mungkin bagwaasidik bisa melakukan supprvisi jika melapor belum bisa dilakukan setidaknya (Setelah tanggal 14 Juni 2022 dan sebelum 10 Februari 2023), diantara tanggal tersebut ada kekosongan 9 bulan..?
Jika hal ini benar, maka Bagwassidik tentunya tidak melaksanakan supervisi sesuai rekomendasi Kabidpropam Polda Sumbar tersebut.
Apakah hal ini bukan pelanggaran kode Etika Profesi, yang tertuang dalam Perkapolri nomor 7 tahun 2022 tentang larangan bagi anggota Polri.??
Untuk itu, kami minta kejelasan terkait hal ini. Alasannya, lain yang kami laporkan, lain lagi yang dilaksankan Bagwassidik Ditreskrimum Polda Sumbar.
Mohon penjelasan tertulis, guna menjadi dasar atas laporan kami di Ombudsman RI dan Kompolnas RI.
Sementara LP/B/28 diproses dengan mempersyaratkan saksi ahli. Pada hal untuk memutus perkara dipengadilan, Hakim hanya perlu dua alat bukti yang cukup.
Tugas dan Fungsi Polri jelas jelas dilalaikan, ketika Kapolresta Padang dan Kapolda Sumbar tidak responsif, bahkan Kapolri sudah berulang kali menyurati Polda Sumbar melalui Itwasda, Ditreskrimum bahkan Bidpropam Polda Sumbar. Semua dapat dikatakan sengaja diabaikan, karena kejahatan tetap terjadi ditempat yang sama, pelakunya sama tinggal waktu yang berbeda.
Untuk itu, pelapor menyurati Kompolnas tanggal 25 Agustus 2023, tujuan agar kejahatan berhenti sesegera mungkin.
Polda Sumbar sepertinya sudah kebal terhadap surat surat LSM KOAD, tidak kurang surat 36 surat LSM KOAD telah diterima Polda Sumbar, mulai zaman Kapolda Sumbar Irjend (Pol)Teddy Minahasa SIK.
Selanjutnya mulai 3 November 2023 perkara telah diberitahukan ke Kapolda sumbar yang baru Irjend Pol Suharyono SIK SH.
Apa hendak dikata, Polri di daerah Sumbar ternyata belum presisi sama sekali. Polri tidak taat dan patuh dengan Tribrata dan Catur Prasetya, UU, KUHAP, KUHP, Perkapolri. Bahkan Polri tidak memahami KUHPerdata yang dijadikan pelapor sebagai
Terus terang, Pelapor sangat kecewa, dengan dibiarkanya kejahatan terjadi setiap hari, bahkan seperti dilindungi, sedangkan Polri malah sibuk mencari alasan pembenaran, bahwa perkara kami adalah perdata.
DPW FRN minta Kapolri tepati kata yang telah diuacapkan untuk “potong kepala” sepertin yang diucapkan di Video Straming yang telah banyak beredar. (Red)