Ketua FRN Fast Respon Nusantara DPW Sumbar: Minta Kapolri Perintahkan Agar Perkara Bypass Teknik Di Proses Sesuai Aturan Hukum

KabarDaerah.com – Ketua LSM KOAD yang juga ketua DPW FRN Fast Respon Counter Polri Sumbar minta dengan segala hormat untuk bisa diskusi secara sehat dengan Kapolri atau Divpropam Polri.

Ketua FRN minta Kapolri dengar argumnetasi hukum terkait Perkara Tindak Pidana Bypass Teknik. Tidak selayaknya perkara yang kami laporkan dihentikan saat penyelidikan, tentunya Polsek Kuranji, Polresta Padang dan dibenarkan oleh Polda Sumbar harus bertanggungjawab.

lanjutnya, Mungkin selama ini belum ada yang menuntut Polri secara keperdataan, dengan mempermainkan perkara yang dilaporkan masyarakat, menimbulkan kerugian secara materi dan non materi. persangkaan mereka hanya cukup sampai gelar perkara atau klarifikasi, semua perkara bisa diredam. yang perlu dipertimbangkan oleh Kapolri dan Kapolda diseluruh propinsi, dengan mengajak pelapor adu argumentasi, memberikan peluang kejahatan terjadi bahkan setiap hari dan berkelanjutan, bukankah itu sangat menyedihkan, sebutnya lagi.

“Selayaknya yang dilakukan oleh Bapak Kapolri, dengan lima belas kebohongan yang dilakukan anggota Polri dari daerah sampai ke mabes Polri, menujukkan program presisi yang dilakukan kapolri dapat dikatakan belum berhasil. Usaha oknum didaerah dalam menghentikan perkara telah gagal”, tambahnya

“Ketum FRN juga mengatakan telah dikirim ke Kapolri untuk di perhatikan”, sebut ketua FRN DPW Sumbar

FRN fast Respon Counter Polri DPW Sumbar minta, “Dengan segala hormat agar Kapolri mengambil-alih penanganan perkara ini. Lebih dari 1 tahun 5 bulan ditangan Kapolda Sumbar Irjend (Pol) Suharyono SH SIK, tidak ada pergerakkan yang berarti, awalnya kami dan berharap akan diproses, ternyata kami juga dipermainkan”, sebutnya.

Katanya lagi, “intitusi Polri dipakai seseorang bukan untuk penegakkan hukum. Gelar perkara, serta klarifikasi di Polda Sumbar hanya kamuflase, ketika terdesak mereka meminta keterangan ahli. Keterangan ahli tersebut juga terpatahkan, pelapor berpendapat bahwa keterangan ahli harus diberikan saat sidang pengadilan.

Lanjutnya , “Dari satu sisi keterangan ahli adalah salah satu alat bukti disidang pengadilan, sama dengan keterangan terdakwa, keterangan yang diberikan di pengadilan. jadi bukan keterangan yang diberikan di kantor polisi kepada penyidik Polri” katanya.

Jika perkara ini dikatakan perdata oleh penyidik seperti Kapolsek Kuranji dan Kapolresta Padang. Tentunya Kapolri sebagai pimpinan tertinggi yang membuktikan. sekaranng perkara bypass teknik sudah sampai di Kompolnas dan Ombudsman RI.

Polri harus hati hati mengeluarkan statemen, jika berbohong dalam menerbitkan dokumen, tentunya yang salah adalah institusi Polri, tambahnya ketua FRN.

Lanjut ketua FRN lagi, “untuk itu kami minta Kapolri perintahkan Polda untuk lakukan proses hukum, pasalnya, sebagian besar anggota Polda Sumbar, Polresta Padang, Polsek Kuranji berpendapat perkara tersebut adalah perkara perdata. 15 kali bohong tidak bisa mempertahankan, semua alasan terpatahkan, jelasnya

Kami tidak terima alasan tersebut, kami harap Jendral (Pol) Drs Listyo Sigit Prabowo SIK bersedia membuktikan bahwa perkara yang kami laporkan perdata.

Dari awal saya sudah ingin beradu argumentasi secara fair, jangan mentang mentang seorang penyidik Polri, orang beranggapan semua penyidik pintar dan tidak bisa dibantah. terus terang bagi kami tentu tidak demikian, kata ketua LSM KOAD.

FRN berharap, “Bagi kami tidak demikian, berikutnya kami akan buktikan bahwa Polda Sumbar, Polresta Padang dan Polsek Kuranji tidak bisa seenaknya mengatakan tindak pidana yang kami laporkan adalah perbuatan perdata, Bapak Polisi yang terhormat, penegak hukum itu bukan Polri sendiri, jaksa pengacara dan hakim haris dilibatkan, jangan semena-mena”, katanya

Berdasarkan keluhan ketua LSM KOAD melalui surat nomor 02/LP//LSM KOAD/BT/VIII /2023, akhirnya diterima melapor Kompolnas dengan nomor reg  2344/3/RES/VIII/2023. dilanjutkan melalui surat Nomor  B-2344.A Kompolnas /11/ 2023,  tanggal 6 November 2023 Kompolnas minta klarifikasi ke Kapolda Sumbar yang ditandatangani a/n ketua Kompolnas Dr Bennny Josua Mamoto SH MSi. Kompolnas sangat memahami, bahwa Bypass Teknik jelas ada pidananya, sehingga Kompolnas minta Kapolda Sumbar tanggapi laporan tersebut dan minta ditindaklanjuti dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Begitu juga ketika LSM KOAD melakukan pengaduan ke Ombudsman RI, perkara diproses Ombudsman RI perwakilan Sumbar. ditengah perjalanan petugas sengaja kesampingkan pengaduan dengan memproses penundaan berlarut.

Petugas Ombudsman pura pura lupa bahwa pada tanggal 5 Agustus 2022 telah keluar surat Bidpropam Polda Sumbar yang harus dilaksanakan Bagwassidik. diikuti oleh Surat Telegaram Polda Sumbar tanggal 6 Januari 2023 untuk melakukan proses hukum secara profesional dan proporsioanl.

Dari dua pucuk surat tersebut, baik Polsek Kuranji, Polresta Padang, maupun Polda Sumbar sengaja melakukan penyimpangan dengan melakukan klarifikasi. Artinya Polda Sumbar sebagai induk organisasi sengaja pura pura tidak mengetahui.

Tidak patuh dengan kedua surat tersebut yang notabene adalah atasan mereka, hal itu jelas jelas tidak patuh terhadap. bukankah hal ini melanggar Perkapolri nomor 7 tahun 2022.

Berikut Surat ke Divpropam Polri tanggal 14 Juni 2022 yang dilimpahkan ke Polda Sumbar juga demikian. Bidpropam sengaja sembunyikan dua bukti pengaduan, pertama gembok yang dihilangkan Polsek Kuranji dan yang kedua mesin pompa air merk kipor yang telah disita.

Kata ketua LSM KOAD,  ” kami bersedia menjalani semua proses yang diminta Polda Sumbar, demi membuktikan bahwa di Polda Sumbar tidak bisa melapor. sehingga akibat yang dirasakan masyarakat yang tidak punya uang dan tidak punya relasi, tentunya tidak bisa mendapatkan haknya melaporkan tindak pidana”, kata ketua LSM KOAD.

Mengamati kesemua proses yang telah dijalani dari bulan September 2021 sampai dengan November 2023, cukup membuat para oknum pusing menyembunyikan kebijakan mereka yang telah terlanjur mengatakan perdata.

Tapi mereka enggan kembali, betul kata pepatah, “Sasek diujuang jalan babaliak ka Pangka”. oknum yang terlanjur mengatakan perkara perdata seharusnya kembali ke awal, dimana saat dilakukan pelaporan. Artinya tentukan dulu bahwa perbuatan tersebut merupakan tindak pidana atau bukan, tidak perlu keterangan ahli, hanya salah satu alat bukti, kemudian Polri menerima laporan pelapor, katanya lagi

Dengan kejadian ini jangankan presisi, berkeadilan saja tidak kelihatan sama sekali. Ketika Polri menjalankan tugas dan fungsi, seperti taat dan patuh dengan Tribrata dan catur prasetya, UU Kepolisian, KUHAP, KUHP, KUHPredata  sebagai pedoman, tidak diperhatikan sama sekali.

Seharusnya Polri melakukan penyelidikan terkait perbuatan pidana. Bagaimana terpenuhinya unsur pidana pasal yang disangkakan. Keterangan ahli, hanya salah satu alat bukti. Hakimlah memgadili perkara di pengadilan.

Ketika pelapor menyerahkan surat surat sebagai bukti, seharusnya, bukan tanda tangan palsu yang dipermasalah kan. Surat tersebut adalah alat bukti, dalam perkara ini, ketika surat surat dianggap benar. tinggal mencari bukti lain. Untuk itulah dilakukan penyelidikan secara jujur dan benar.

Pada prinsipnya, perkara tersebut merupakan tindak pidana. ketika dihentikan, maka dapat dipastikan telah terjadi pelanggaran KEPP oleh penyidik Polri.

Melalui penjelasannya ketua LSM KOAD, lebih rinci dijelaskan melalui surat yang dikirim ke Divpropam Polri, pertanyaannya adalah Kenapa anggota Polda Sumbar tidak patuhi perintah Mabes Polri ??

Perkara Bypass Teknik, menurut Itwasum Polri melalui surat nomor B/6933 VIII/WAS.2.4./2023, tanggal 28 Agustus 2023 masih berproses, penyidik Polsek dan polresta Polda sedang mengumpulkan bukti. Sedangkan kenyataanya Polsek Kuranji dan Polresta Padang mengatakan telah dihentikan. Bukankah sikap yang demikian itu kebohoongan?

Surat tersebut benar, tapi sebelum kami melakukan laporan resmi apapun kata Polsek Kuranji dan Polresta Padang, tentunya akan menjadi pertanyaan. Kenapa selama 8 bulan kami dihalangi melapor.?

Berdasarkan surat Itwasda dan dikatakan dalam acara gelar perkara. bahwa perkara tersebut masih berproses, menunggu bukti baru (Novum). jika Polda Sumbar benar dalam perkara ini tentunya tidak akan dihalangi. tinggal kejar bukti baru yang dimaksud. Sangat disayangkan bukti baru yang dimaksud hanya akal akalan Polsek kuranji.

Sedangkan laporan/pengaduan di Polresta Padang agak sedikit lebih ringan kerena alasan penhentian perkara belum ada bukti. seperti yang disebut Kasat reskrim Polresta Padang. walau ketika pelapor menunjukkan 28 item barang bukti yang telah diserahkan ke Polda Sumbar, tentunya hal itu terbantahkan, kata ketua LSM KOAD.

Setelah Divpropam Polri melalui surat R/1039/VI/WAS.2.4./2022/Divpropam tanggal 14 Juni 2022 tentang pengaduan DPP SLM KOAD, perihal pelimpahan penanganan dumas ke Polda Sumbar sepertinya tidak ditanggapi serius, Bidpropam terkesan menyembunyikan data bukti bukti gembok yang hilang dan mesin Kipor yang telah disita Polsek Kuranji.

Ternyata bukti yang kami serahkan ke Bidpropam Polda Sumbar sepertinya dihilangkan dari Berita Acara pemeriksaan Subbid Warprof Bidpropam Polda Sumbar. selanjutnya Bidpropam tidak disebutkan dalam laporan hasil penyelidikan yang dikirim ke mabes Polri.

Ketika Laporan diterima Divisi Propam Polri, justru tidak ditemukan pelanggaran KEPP yang dilakukan oleh Kapolsek Kuranji, Kanit Polsek Kuranji, Kasat Reskrim Polresta Padang dan Kapolresta Padang.

Pada hal dalam surat tanggal 5 Agustus 2022 sudah jelas bahwa Kabidpropam Polda Sumbar rekomendasikan ke Kapolda Sumbar melalui Bagwassidik Dirreskrimum Polda Sumbar untuk melakukan Supervisi. Hal ini sengaja diabaikan oleh Bagwassidik Polda Sumbar.

Apakah tidak patuh terhadap perintah atasan bukan pelanggaran KEPP..??

Kata ketua LSM KOAD jelas ini sebuah pelanggaran KEPP, jika Bidpropam mengatakan sebaliknya, tentunya Bidpropam Polda Sumbar melaui suratnya telah mengeluarkan surat yang isinya bohong.

Sementara yang dilakukan Bagwassidik adalah klarifikasi. Klarifikasi atau gelar perkara tersebut tidak dihadiri oleh calon tersangka hanya polisi yang bertugas mencerca pelapor.

Bukankah bagwassidik Polda Sumbar adalah pengawas penyelidikan dan penyidikan ?, jika benar, tentunya bagwassidik harus mengawasi penyidikan.

Sebelumnya, tentu harus menerima melapor terlebih dahulu, kemudian baru melakukan penyelidikan atau penyidikan secara menyeluruh. Melapor secara resmi adalah sesuatu yang harus dilakukan, ketika melapor tidak diterima oleh Polda Sumbar tentunya melanggara UU.

Bagwassidik Polda Sumbar melalui penyidik Polsek Kuranji dan Polresta Padang, berusaha menjegal pelapor berkali kali bahkan terakhir dengan memakai saksi ahli.

Dikatakan ketua LSM KOAD, ” semua kebohongan yang dilakukan oleh Polsek Kuranji, Polresta Padang bahkan Polda Sumbar semata mata untuk menggagalkan laporan pelapor”, kata ketua LSM KOAD.

Setelah dimintai konfirmasi kepada Dr Fitriati SH MH ahli yang dipakai Polsek dan Polresta Padang, semua statemen seblumnya terbantahkan. Pembicaraan tersebut direkam oleh pelapor. Pada kesempatan mengadu mabes Polri semua rekaman dapat kami serahkan ke Kapolri.

Melapor secara resmi belum bisa dilakukan. Kami mempertanyakan, tidak bisa melapor di SPKT, mengadu tidak diterima oleh Ditreskrimum Polda Sumbar, setidaknya sampai 10 februari 2023. bukankah itu pelanggaran KEPP.??

Mari kita perhatikan bahwa tidak kurang 8 surat telah kami kirim ke mabes Polri, namun Polda Sumbar selalu memberikan jawaban yang tidak masuk akal. Apalagi untuk menahan LP/B/28/II/2023/SPKT Polda Sumbar, penyidik terpaksa minta keterangan ahli. pro

Sebagai ketua LSM KOAD, kami berpendapat berdasarkan UU yang telah diterbitkan oleh Negara, bahwa kami sebagai masyarakat diberikan hak untuk melapor.

UU pasal 108 ayat 1 dan 6 KUHAP sudah mengatur tentang melapor ke Penyidik Polri. Melapor yang dimaksud tentunya melapor secara Resmi. Kami kebingungan karena pendapat Polsek Kuranji dan Polresta Padang bahwa perkara sudah dihentikan.

Sedang menurut mabes Polri kami belum melakukan Laporan Polisi, kami baru melakukan pengaduan masyarakat.

Hal ini dikuatkan oleh surat Bidpropam Polda Sumbar tanggal 5 Agustus 2022. Agar Bagwassidik melakukan supervisi penyidikan yang dilakukan reskrimum, bukannya ikut serta.

Apakah tidak menerima laporan secara resmi bukan merupakan pelanggaran atas UU.??

Bagaimana mungkin bagwaasidik bisa melakukan supprvisi jika melapor belum bisa dilakukan setidaknya (Setelah tanggal 14 Juni 2022 dan sebelum 10 Februari 2023), diantara tanggal tersebut ada kekosongan  9 bulan..?

Jika hal ini benar, maka Bagwassidik tentunya tidak melaksanakan supervisi sesuai rekomendasi Kabidpropam Polda Sumbar tersebut.

Apakah hal ini bukan pelanggaran kode Etika Profesi, yang tertuang dalam Perkapolri nomor 7 tahun 2022 tentang larangan bagi anggota Polri.??

Untuk itu, kami minta kejelasan terkait hal ini. Alasannya, lain yang kami laporkan, lain lagi yang dilaksankan Bagwassidik Ditreskrimum Polda Sumbar.

Mohon penjelasan tertulis, guna menjadi dasar atas laporan kami di Ombudsman RI dan Kompolnas RI.

Sementara LP/B/28 diproses dengan mempersyaratkan saksi ahli. Pada hal untuk memutus perkara dipengadilan, Hakim hanya perlu dua alat bukti yang cukup.

Tugas dan Fungsi Polri jelas jelas dilalaikan, ketika Kapolresta Padang dan Kapolda Sumbar tidak responsif, bahkan Kapolri sudah berulang kali menyurati Polda Sumbar melalui Itwasda, Ditreskrimum bahkan Bidpropam Polda Sumbar. Semua dapat dikatakan sengaja diabaikan, karena kejahatan tetap terjadi ditempat yang sama, pelakunya sama tinggal waktu yang berbeda.

Untuk itu, pelapor menyurati Kompolnas tanggal 25 Agustus 2023, tujuan agar kejahatan berhenti sesegera mungkin.

Polda Sumbar sepertinya sudah kebal terhadap surat surat LSM KOAD, tidak kurang surat 36 surat LSM KOAD telah diterima Polda Sumbar, mulai zaman Kapolda Sumbar Irjend (Pol)Teddy Minahasa SIK.

Selanjutnya mulai 3 November 2023 perkara telah diberitahukan ke Kapolda sumbar yang baru Irjend Pol Suharyono SIK SH.

Apa hendak dikata, Polri di daerah Sumbar ternyata belum presisi sama sekali. Polri tidak taat dan patuh dengan Tribrata dan Catur Prasetya, UU, KUHAP, KUHP, Perkapolri. Bahkan Polri tidak memahami KUHPerdata yang dijadikan pelapor sebagai

Terus terang, Pelapor sangat kecewa, dengan dibiarkanya kejahatan terjadi setiap hari, bahkan seperti dilindungi, sedangkan Polri malah sibuk mencari alasan pembenaran, bahwa perkara kami adalah perdata.

DPW FRN minta Kapolri tepati kata yang telah diuacapkan untuk “potong kepala” sepertinya yang diucapkan di Video Straming yang telah banyak beredar.

 

Dikirim oleh Ketua PW FRN DPW Sumbar (Fast Respon Counter Polri)

BAHAN UNTUK KARO WASSIDIK MABES POLRI

KRONOLOGIS KERJASAMA USAHA ANTARA RUSDI DAN INDRAWAN

Kronologis Persekutuan modal usaha jual beli mesin bekas Toko Bypass Teknik antara pihak Pertama (Rusdi) dengan pihak kedua (INDRAWAN)

Periode waktu kerjasama 20 April 2018 sampai 20 April 2028

AWAL BERKENALAN DENGAN RUSDI

Pada pertengahan tahun 2017 saya berkenalan dengan Rusdi, saat itu Rusdi dalam keadaan kurang sehat, keadaan Rusdi sedang dalam berhutang kepada suplayer Jakarta Rp.165.000.000,- . Setelah bercerai dengan istri pertamanya di Pariaman Rusdi tinggal di Toko (dalam kotak triplek).

Rusdi minta pertolongan dari saya untuk mengobati dirinya yang sakit, atas persetujuan bersama, saya berusaha mengobati Rusdi. Satu bulan berobat, Alhamdulillah Rusdi perlahan Sehat.
Tanda terimakasih, setelah sehat, Rusdi menawarkan saya masuk kedalam bisnis jual beli mesin bekas yang telah dikelola Rusdi tiga tahun sebelumnya.
Saya tertarik karena keuntungan yang ditawarkan 40% dari keuntungan yang didapat dari setiap penjualan barang yang dibeli dengan modal Indarwan, hanya saja karena Rusdi suka bermain judi Online, saya bergabung secara bertahap sambil mengobati dan membuang penyakit judi Rusdi hilang dari diri Rusdi. Berselang 15 Hari penyakit ingin berjudi Rusdi mulai hilang dan saya mulai membeli berbagai barang bekas dan menyerahkan kepada Rusdi.

Sekitar bulan Desember 2017, Saya ditawari Rusdi untuk ikut serta modal kedalam Bypass Teknik, tawaran Rusdi, 40% keuntungan setiap penjualan adalah bahgian.

Bertempat di Toko Bypass Teknik KM 13 Jalan Bypass Kelurahan Sei Sapih, Kecamatan Kuranji Kota Padang,Sumatera Barat.

Selama periode dari 4 bulan, tanggal 20 Januari 2018 – 20 April 2018, dilakukanlah penghitungan barang-barang milik Rusdi dalam usaha Bypass Teknik. Didapat hasil

Nilai barang yang layak jual Rp 100.000.000,00 dan barang belum layak jual sebesar Rp. 300.000.000,00,-. Barang-barang yang belum layak jual, diperlukan perbaikan sebelum dilakukan penjualan. Dalam keadaan tersebut Rusdi memiliki hutang sekitar Rp.165.000.000,- dengan beberapa suplayer di Jakarta dan Karman di Pariman.

Periode 20 Januari 2018 – 17 April 2018. Setelah melakukan diskusi dan tukar fikiran, guna mengatasi masalah yang sedang dialami Rusdi.

Dimana total aset akhirnya Rusdi pada saat itu berupa, Mobil Luxio (bekas) dari Jakarta dalam kondisi kredit.

Total hutang hutang Luxio di Lysing Rp.99.000.000,- @ Rp. 3.000.000,-Perbulan selama 33 bulan uang lisyng ini dipakai oleh Rusdi bersama Jek Pasaman. Hutang dagang ke Suplayer barang di Jakarta dan Karman di Pariaman, Total hutang dagang 165.000.000,-. Sedangkan barang bekas layak jual lebih kurang bernilai 100.000.000,-, Barang tidak layak jual yang butuh diservice terlebih dulu, dengan kodisi mulai dari yang rusak ringan sampai rusak berat, Total nilai barang tidak layak jual Rp.300.000.000,-. Total Aset Rusdi saat memulai kerjasama tanggal 20 Januari 2018 adalah [(Rp.400.000.000,-(Rp.165.000.000,+ Rp.99.000.000,-)] = 146.000.000,-

Melalui janji secara lisan, kami sepakat bekerjasama melakukan usaha jual beli mesin-mesin bekas. Saya mulai membeli barang mesin-mesin sebagai objek kerjasama kami yang ditawarkan oleh Rusdi untuk dibayar mulai dari Januari 2018. Dibuktikan dengan dengan ditandatangani tabel penyertaan modal.

Pada bulan April 2018 barang barang tersebut dibuatkan tabel pembelian sebanyak 27 item dengan Nilai Rp.72.500.000,-. Dijadikan sebagai bukti Penyerahan modal berupa barang yang disahkan/ditandatangani oleh Rusdi dan Indrawan melalui satu lembar tabel bukti melakukan persekutuan modal dalam usaha TOKO BYPASS TEKNIK. Pada tanggal 20 April 2018, kami buatkan perjanjian tertulis, dan kami tanda tangani bersama.

Yang perlu diperhatikan pada saat terjadi kerjasama antara Rusdi dan Indrawan, Rusdi tidak punya istri, (istri tua sudah bercerai istri muda belum ada).

Pada tanggal 20 April 2018 kami sepakati untuk membuat surat perjanjian kerjasama secara tertulis, antara pihak I (Rusdi) dan Pihak II (Indrawan). dengan kesepakatan seperti yang tertulis dalam surat perjanjian, masa berlaku surat perjanjian 10 tahun (1 Maret 2018 s/d April 2028).

Pada bulan 24 Februari 2020 seluruh alat alat kontruksi dirumah saya dibawa ke toko Bypass Teknik dengan nilai lebih kurang Rp.118.450.000,-. alasan ditiitipkan di Toko Bypass Teknik atas permintaan Rusdi, karena dikediaman saya terkena hujan dan panas, sedangkan gudang yang baru kami bangun dengan uang hasil kerjasama masih kosong.

Barang kontruksi tersebut hanya dititip di toko Bypass Teknik, jika ada yang menyewa, akan disewakan. Dan Rusdi akan memberitahukan kepada pemilik.

Ternyata setelah Rusdi sakit barang titipan tersebut diduga dijual (yang menguasai toko saat itu.

Periode 3 Agustus 2021 s/d 8 November 2021 Mulyadi, Faisal Ferdian dan Sulaiman Surya Alam). diperkirakan telah terjadi penjualan dengan nilai 280 juta –Rp.350 juta, uangnya diambil oleh masing masing penjual, mereka menganggap yang mereka jual adalah milik Rusdi sendiri.

Setelah meninggal dunia tanggal 8 November sampai hari ini berlanjut terjadi penjualan oleh anak Rusdi, jika satu hari Rp 4.600.000,- kita bisa hitung barang bukti yang telah dihilangkan.

Hubungan kerjasama ini berlangsung 10 tahun, terhitung April 2028 dan sekarang sudah berjalan hampr lima tahun.

Selama bekerjasama, habungan Kerjasama bisnis antara Rusdi dan Indrawan, usaha jual beli mesin bekas berjalan baik tanpa cacat. Usaha semakin hari semakin maju, Kami bisa menyewa tanah dan kami buat gudang disamping Toko Bypass Teknik, dengan kontrak selama 6 tahun, bahkan sampai berkembang ke Kabupaten 50 Kota.

Sekitar bulan Juni 2019, kami berdua sebagai pemilik modal bersepakat mengembangkan usaha ke Kabupaten 50 Kota. Ditunjuklah oleh Rusdi dan saya setujui yang menjadi pimpinan cabang kabupaten 50 kota adalah Yenita Istri muda Rusdi, istri Rusdi Yenita serta Bayu, ujang panik adik Yenita, didampingi oleh Faisal Ferdian (anak Rusdi) bersama Mashendri sebagai mekanik.

Usaha Bypass Teknik cabang kab 50 kota, selama satu tahun tidak ada perkembangan, sering terjadi pertengkaran antara istri dan anak (Yenita dan Faisal). Akhirnya usaha tersebut ditutup.

Kemudian Ujang Panik (Adik Yenita) menyewa toko dengan Yenita, Yenita digantikan oleh Rusdi, sedangkan barang-barang yang dijual di toko tersebut dipindah ke toko milik Yenita. (Red)