SPK Rekayasa Mandek, Kenapa ??? Siapa Yang Terlibat

BERITA UTAMA, TERBARU2935 Dilihat

KabarDaerah.com – Sampai hari ini dikabarkan SPK yang diterbitkan Dinas Pasar kepada PT.Syafindo Mutiara Andalas belum terbayarkan. Syafruddin Arifin SH sebagai pihak yang ditipu mengatakan bahwa dasar PT Syafindo Mutiara Andalas jelas, setelah diterbitkan SPK atas beberapa item pekerjaan, kata Syafruddin

Setelah dikonfirmasi kepada Bapak Syafruddin Arifin SH,  “ Laporan ke Polda ditunda dulu, karena saya belum punya uang, laporan ke Polda saya lakukan sudah tergolong lama, jika naiknya perkara ketahap penyidikan tergantung dari kemapuan keuangan saya, sekarang saya belum sanggup ”, pungkasnya.

lanjut Syafruddin Arifin, ” Saya sempat dimintai uang guna melanjutkan perkara ini, saya telah didatangi oleh penyidik “, katanya

Lebih rinci di jelaskan oleh Ketua LSM KOAD, SPK adalah Surat Perintah Kerja yang dikeluarkan untuk memulai suatu pekerjaan, tentu saja SPK tersebut harus diawali dengan Kontrak, Perjanjian kerja sama dan yang tidak kalah penting adalah harus didasari oleh dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun, dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran. Dalam terminologi pengelolaan keuangan daerah disebut DIPA, DIPA ini harus dilaksanakan oleh satuan kerja daerah.”

” PT.Syafindo Mutiara Andalas bersedia menyelesaikan pekerjaan yang diberikan senilai Rp.3.375.176.000,- tapi setelah material di datangkan, sepertinya H Endrizal SE MSi kadis perdaganagan sengaja menghentikan. Material yang dipesan sampai saat ini belum terbayarkan, kami sangat dirugikan”, kata Syafruddin.

Angka Rp.3.375.176.000,- tersebut tertera jelas pada rekapitulasi Bill of Quantity yang ditandatangani oleh H. Endrizal, SE, MSi sebagai Kepala Dinas Pasar Kota Padang. Dengan adanya Bill of Quantity (BQ) tersebut akhirnya saya dibuatkan SPK nomor 800.1588.IX.Ps.2016. Setelah dikonfirmasi kepada H. Syafruddin, dia membenarkannya

LSM KOAD menduga telah terjadi perbuatan melawan hukum dengan menabrak berbagai aturan, mulai kepres tentang pelelangan sampai dengan UU, KUHP.

“Dengan terbitnya SPK yang diduga rekayasa tersebut, saya sangat dirugikan, saya tidak tau, proses terbitnya SPK yang saya terima, masalah prosedur tentunya itu urusan kadis pasar, namun jika terjadi pelanggaran tentunya SPK tetap harus dibayar,”  kata Syafruddin lagi.

Dalam perkara ini, Walikota saat itu Mahyeldi juga sudah berfoto bersama kami, seperti Bapah Mayeldi malah merayakan keberhasilanya, kata Syafruddin Arifin SH .

LSM KOAD meminta agar negara melalui aparat hukum harus segera melakukan penyelidikan dengan benar, lakukan Investigasi, kami rasa tidak perlu menunggu laporan dari pihak yang dirugikan. karena UU yang dilanggar bukan delik aduan.” jelas ketua LSM KOAD.

Lebih lanjut diterangkannya, “jika SPK tersebut terbit dengan tujuan pencairan kredit justru akan lebih berisiko lagi, karena telah terjadi pelanggaran undang undang perbankkan. terkait hal ini tentu saja OJK melalui departemen penyedikan yang harus turun duluan”, kata ketua LSM KOAD.

SPK itu jelas menimbulkan hak bagi PT.Syafindo Mutiara Andalas, untuk itu besar dugaan kami SPK tersebut di rekayasa. Selain dijerat dengan pasal pemalsuan surat, dan pihak yang mengeluarkan uang Bank juga tidak terlepas dari masalah ini. Pihak Bank dapat dijerat dengan pasal memakai surat palsu dengan tuntutan pidananya delapan tahun, karena yang dipalsukan adalah dokumen negara”, jelas ketua LSM KOAD.

Berita ini sebelum dipostkan telah di konfirmasi melalui WA jam 13.18 Wib kepada Walikota Padang(18/3/19), namun entah apa sebabnya bapak Walikota belum memberikan jawaban atas pertanyaan kami, kami dari tim redaksi akan berusaha untuk selalu menghubungi Narasumber terkait berita ini. demikian duktip dari sumbar.KabarDaerah.com dikutip dari sumbar kabardaerah.

Melengkapi Informasi, KabarDaerah melakukan konfirmasi ulang tanggal 9 Januari 2021, jam 7.00 Wib, Kami lakukan konfirmasi, pada H. Syafruddin Arifin, beliau mengatakan, bahwa ” dia sengaja minta SPK untuk urusan kredit di Bank Nagari, saya tidak menyangka sama sekali bahwa SPK tersebut adalah rekayasa. dikutip dari sumbar. kabardaerah.

Justru saya tau dari KabarDaerah melalui berita SPK Rekayasa, sekarang saya yakin bahwa SPK tersebut memang sengaja direkayasa. buktinya sampai 4 tahun lebih masih belum dibayar. Diterangkannya lebih lanjut terkait pelanggaran pasal yang telah dilaporkannya, ” melalui media ini kita mengingatkan, tolonglah dibayar.!!!

walau SPK yang telah diterbitkan diduga kuat hanya rekayasa H Endnrizal SE, MSi tanpa melalui prosedur yang ada.

”Jika tidak segera diselesaikan, dengan sangat meyesal terpaksa, diselesaikan oleh hukum negara pungkas H.Syafruddin Arifin, SH.

Kami menduga H Endrizal SE MSi diduga melanggar pasal 263 dan 264 KUHP dimana hukumannya cukup membuat pusing. Ia sebagai direktur akan melaporkan pasal penipuan dan sudah minta LSM KOAD untuk melaporkan pasal Rekayasa SPK yang diduga masuk pasal pemalsuan surat.
”Kami berharap agar Endrizal SE segera bayar dan jangan permainkan saya,” ungkap Syafruddin Arifin SH.

Terkait pasal pemalsuan surat dijelaskan oleh Indrawan.” Saya yakin, diduga kuat SPK tersebut terbit tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku, hal itu dapat kita lihat : Pertama Nilai proyek yang dikerjakan PT.Syafindo Mutiara Andalas cukup besar, sehingga tidak memungkinkan dilakukan penunjukan.

SPK yang diterbitkan kadis Pasar tahun 2016 masuk kedalam kriteria palsu/rekayasa karena ketika surat perintah kerja yang diterbitkan menimbulkan hak.

Hal ini dikuatkan dengan bukti bahwa Walikota , Setda, Assisten II dan kadis pasar saat itu diduga terkait dengan terbitnya SPK tersebut kata ketua LSM KOAD menjelaskan.

Mari kita perhatikan penjelasan R Soesilo berikut ini :

Tindak pidana berupa pemalsuan suatu surat dapat kita jumpai ketentuannya dalam Pasal 263 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang berbunyi:

(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.

(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Selanjutnya, di dalam Pasal 264 KUHP ditegaskan bahwa:

(1) Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap:

  1. Akta-akta otentik;
  2. Surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum;
  3. Surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai:
  4. Talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu;
  5. Surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan;

(2) Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.

R.Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 195) mengatakan bahwa yang diartikan dengan surat dalam bab ini adalah segala surat, baik yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun ditulis memakai mesin tik, dan lain-lainnya.

Surat yang dipalsukan itu harus surat yang:

  1. Dapat menimbulkan sesuatu hak (misalnya, ijazah, karcis tanda masuk, surat andil, dan lain-lain);
  2. Dapat menerbitkan suatu perjanjian (misalnya surat perjanjian piutang, perjanjian jual beli, perjanjian sewa, dan sebagainya);
  3. Dapat menerbitkan suatu pembebasan hutang (kuitansi atau surat semacam itu); atau
  4. Surat yang digunakan sebagai keterangan bagi suatu perbuatan atau peristiwa (misalnya surat tanda kelahiran, buku tabungan pos, buku kas, buku harian kapal, surat angkutan, obligasi, dan lain-lain).

Adapun bentuk-bentuk pemalsuan surat itu menurut Soesilo dilakukan dengan cara:

  1. Membuat surat palsu: membuat isinya bukan semestinya (tidak benar).
  2. Memalsu surat: mengubah surat sedemikian rupa sehingga isinya menjadi lain dari isi yang asli. Caranya bermacam-macam, tidak senantiasa surat itu diganti dengan yang lain, dapat pula dengan cara mengurangkan, menambah atau merubah sesuatu dari surat itu.
  3. Memalsu tanda tangan juga termasuk pengertian memalsu surat.
  4. Penempelan foto orang lain dari pemegang yang berhak (misalnya foto dalam ijazah sekolah).

Unsur-unsur pidana dari tindak pidana pemalsuan surat selain yang disebut di atas adalah: (Ibid, hal. 196)

  1. Pada waktu memalsukan surat itu harus dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat itu seolah-olah asli dan tidak dipalsukan. dalam hal ini kredit dari Bank Nagari keluar atas dukungan SPK tersebut.
  2. Penggunaannya harus dapat mendatangkan kerugian. Kata “dapat” maksudnya tidak perlu kerugian itu betul-betul ada, baru kemungkinan saja akan adanya kerugian itu sudah cukup;
  3. Yang dihukum menurut pasal ini tidak saja yang memalsukan, tetapi juga sengaja menggunakan surat palsu. Sengaja maksudnya bahwa orang yang menggunakan itu harus mengetahui benar-benar bahwa surat yang ia gunakan itu palsu. Jika ia tidak tahu akan hal itu, ia tidak dihukum. Sudah dianggap “mempergunakan” misalnya menyerahkan surat itu kepada orang lain yang harus mempergunakan lebih lanjut atau menyerahkan surat itu di tempat dimana surat tersebut harus dibutuhkan.
  4. Dalam hal menggunakan surat palsu harus pula dibuktikan bahwa orang itu bertindak seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, demikian pula perbuatan itu harus dapat mendatangkan kerugian.

Lebih lanjut, menurut Pasal 264 ayat (1) angka 1 KUHP, bahwa tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana Pasal 263 KUHP lebih berat ancaman hukumannya, apabila surat yang dipalsukan tersebut adalah surat-surat otentik. Surat otentik, Menurut Soesilo adalah surat yang dibuat menurut bentuk dan syarat-syarat yang ditetapkan undang-undang, oleh pegawai umum seperti notaris (hal. 197).

Kami LSM KOAD akan melaporkan perbuatan terkait rekayasa Surat Perintah Kerja tersebut ditambah dengan mempergunakannya untuk kredit Bank Nagari, perbuatan tersebut merupakan tindak Pidana Murni. Pasal pemalsuan dan mempergunakan surat palsu dapat menjerat pelaku, kami sudah siapkan segala sesuatu untuk membantu Syafruddin Arifin SH dan kami meminta Polda jangan permainkan perkara ini ”, kata ketua LSM KOAD pada tim media ini. Namun ketika ditanya oleh redaksi, Syafruddin Arifin mengatakan saya belum punya uang, kita lihat saja kedepan tindakan yang diambil oleh Polda Sumbar, agar perkara ini tidak berlanjut penyidik dipindahkan dan perkara di Peti es kan “, imbuhnya (Red)