Senator PFM Perjelas Soal Pengertian OAP,Simak Baik-Baik

SORONG,KABARDAERAH.COM-Rakyat Provinsi Papua Barat Daya (PBD),Papua Selatan, Papua Pegunungan dan Papua Tengah untuk pertama kalinya akan mengikuti Pilkada Serentak yang akan digelar KPU pada 27 November 2024 mendatang setelah pemekaran wilayah dari 2 provinsi Papua dan Papua Barat sebagai provinsi induk.

Provinsi Papua Barat Daya terdiri dari 5 kabupaten, 1 kotamadya, 132 distrik, 74 kelurahan, dan 939 kampung. Pada tahun 2020, jumlah penduduknya diperkirakan mencapai 591.069 jiwa dengan total luas wilayah 38.820,49 km².

Terkait pelaksanaan pemilihan calon Kepala Daerah baik Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/ Wakil Bupati,Wali Kota/Wakil Wali Kota di seluruh wilayah Tanah Papua memiliki kekhususan.

Soal hak pemilih dan dipilih bagi calon kepala daerah bagi wilayah Otonomi Khusus Papua memiliki kekhususan dimana atas perintah Undang-Undang Otsus Papua memiliki kriteria khusus dalam pelaksanaan Pilkada baik calon Gubernur dan calon Wakil,calon Bupati dan calon Wakil Bupati, dan calon Wali Kota dan calon Wakil Wali Kota sesuai dengan Undang-Undang Otsus tentang calon Kepala Daerah yang dimaksud. Intinya, para kandidat harus putera-puteri daerah Orang Asli Papua (OAP).

Berikut adalah peryataan tegas Mananwir Paul Finsen Mayor,S.I.P.,CM.NNLP, Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD.RI) dari daerah pemilihan Provinsi papua Barat Daya (PBD) dalam keterangan kepad awak media di Sorong.

Ia mengatakan, Pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) yang menyisakan waktu sekitar 7 bulan lebih ke depan telah memberikan ruang kepada para calon kandidat yang akan turut serta bertanding dalam ajang tersebut.

Nah, menyikapi para calon kandidat yang berada di wilayah Papua Barat Daya (PBD), Ketua Dewan Adat Wilayah III Doberay Paul Finsen Mayor (PFM) yang juga adalah anggota DPD RI terpilih periode 2024 – 2029 turut menyatakan sikapnya,mengenai pengertian Orang Asli Papua (OAP) dan Non OAP.

“Otsus kita inikan syariat adat, jadi dalam hukum adat itu hak kesulungan itu hanya ada di laki-laki tidak di perempuan. Saya pikir adat-adat yang lain juga rata-rata sama cuma beberapa marga mungkin di Minang atau di mana lagi itu yang beda. Jadi hanya ada di laki-laki. Jadi kalau perempuan tidak bisa,” kata Paul Finsen Mayor kepada wartawan  di Sorong, Rabu (17/4/2024).

PFM  mencontohkan bahwa, perempuan di Papua tidak memiliki hak dalam pembagian tanah. Mereka hanya punya hak makan saja dan itupun harus atas izin dari laki-laki.

“Jadi kalau yang mama Papua, Bapa pendatang itu tidak bisa. Jangan paksa rebut hak keseluruhan saudaramu, itu bahaya, bisa kena kutuk dan nanti bisa mati. Jadi itu tidak masuk kategori OAP,” urai Senator RI terpilih 2024-2029 itu.

Ia menegaskan, bahwa yang masuk kategori OAP itu adalah Bapak Papua dan Mama Papua serta Bapak Papua dan Mama Non Papua. Paul Finsen juga mengklaim hal itu berdasarkan klasifikasi Orang Papua.

Lalu bagaimana soal kriteria Bapa Non Papua dan Mama Papua? Paul Finsen Mayor menegaskan bahawa itu tidak ada.

“Coba buka di pasal mana ayat mana yang kriteria itu, hanya digiring-giring saja, itu isu. Dengar harus dari Dewan Adat Papua di rumah adat,” tegasnya.

PFM kemudian mengeluarkan statemen keras kaitannya dengan momen politik 2024.

“Karena ini tahun politik, maka Dewan Adat Papua menyatakan tidak akan memberikan status anak adat kepada siapapun. Karena 2024 ini tahun politik. Jadi kalau ada yang mau mengklaim yang buat prosesi adat, itu pasti kelompok dalam tanda kutip, kelompok mencari,” kata Finsen mempertegas.

Oleh karena itu, Paul Finsen Mayor memastikan bahwa sampai struktur DAP paling bawah pun tidak ada yang mau berbuat demikian.

“Itu kelompok yang tidak tahu adat dan tidak punya urat malu, tidak tahu diri mau jual hak kesulungan. Karena kalau hak kesulungan itu tidak bisa dan orang yang suka jalan cari-cari atau klaim-klaim minta pengakuan maka fix dia orang pendatang. Orang Papua tidak punya adat dan budaya seperti itu. Jadi harus tahu adat dan punya urat malu. Kalau bukan asli Papua, jangan paksa maju, itu memalukan,” tegasnya kembali.

Lalu,bagaimana soal MRP sebagai lembaga kultur adat?

“Sebenarnya orang selalu bilang MRP-MRP, memang itu lembaga kultur tapi ingat ini hidup di Papua. Orang Papua itu hatinya hidup, jangan buat orang Papua tersakiti dengan kamu rampas hak kesulungannya. Ini bukan soal MRP. Apabila orang Papua sudah tolak, ya sudah, kamu jangan maju, jangan paksa rebut nanti bisa ribut,” ujar PFM,demikian ia disapa.

Paul Finsen Mayor juga menanggapi serius soal tokoh-tokoh yang sebelumnya sudah punya gelar adat.

“Siapa yang kasih gelar adat? Catat baik ya, pemberian gelar adat tidak berdasarkan kepentingan politik dan upeti, tidak ada itu,” tegasnya menutup pernyataan tegasnya soal OAP dan Non OAP menjelang helatan Pilkada serentak di Papua Barat Daya. ** Domi Lewuk.