KPK: Setya Novanto Bisa Masuk DPO

KRIMINAL, TERBARU1812 Dilihat

DKI.KABARDAERAH.COM – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menyambangi kediaman rumah Ketua DPR RI, Setya Novanto di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu malam, 15 November 2017, sekitar pukul 21.38 WIB. Ada informasi, penyidik siap menjemput dan menangkap Novanto.

Penjemputan paksa ini dilakukan, karena Novanto sudah beberapa kali mangkir dalam panggilan KPK, terkait kasus dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).

Novanto mangkir tiga kali sebagai saksi untuk tersangka Anang Sugiana Sudiharjo, yang juga Direktur Utama PT Quadra Solution.

Untuk pemeriksaan perdana sebagai tersangka, pada Rabu 15 November 2017, Novanto juga kembali mangkir.

Mangkirnya Novanto, lantaran beralasan bahwa pemeriksaan terhadapnya mesti ada izin dari Presiden Joko Widodo. Ketentuan Pasal 245 ayat (1) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3) menjadi dalil Novanto untuk mangkir pemeriksaan.

Panen kritikan tak membuat Novanto melunak. Justru, lewat kuasa hukumnya, ia menggugat beberapa pasal Undang-undang Nomor 30 Tahun 2012 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Proses judicial review ke MK ini pula yang membuat Ketua Umum Partai Golkar tersebut, tidak bisa memenuhi pemeriksaan KPK. Novanto beralasan, KPK harus menunggu putusan MK bila ingin memeriksanya.

Surat Perintah Penangkapan

Pihak KPK yang disuarakan Juru Bicara Febri Diansyah menekankan, penjemputan paksa merupakan salah satu opsi yang bisa diterapkan pihaknya. Namun, ia menegaskan, KPK sudah menerbitkan surat penangkapan terhadap Novanto.

Surat penangkapan ini, karena Novanto yang berulang kali mangkir diperiksa sebagai saksi. Alasan pemeriksaan perlu izin Presiden Joko Widodo dan hak imunitas anggota dewan, dinilai tak relevan. Selain itu, KPK sudah mencoba persuasif terhadap Novanto.

“KPK menerbitkan surat perintah penangkapan terhadap saudara SN (Setya Novanto) terkait dugaan tindak pidana korupsi KTP elektronik,” kata Febri di gedung KPK, Kamis dini hari, 16 November 2017.

Lebih dari lima jam, penyidik KPK berada di kediaman Novanto. Beberapa penyidik tampak bolak-balik membawa dokumen hingga tas ransel hingga pukul 02.45 WIB. Namun, sosok Novanto juga belum terlihat dan masih misterius.

Dilaporkan, tim penyidik hanya menemui istri Novanto, Deisti Astriani Tagor dan kuasa hukumnya, Fredrich Yunadi.

Menurut Febri, agar proses hukum berjalan, Novanto diminta koperatif dengan menyerahkan diri ke KPK. “Sampai dengan tengah malam ini, tim masih di lapangan, pencarian masih dilakukan,” ujarnya.

Novanto bisa masuk DPO

Sosok Setya Novanto hingga Kamis dini hari, 16 November 2017, pukul 02.45 WIB, belum juga tampak terlihat di rumahnya. Mengantisipasi Novanto yang belum tertangkap, membuat KPK juga sudah berkoordinasi dengan Polri.

Antisipasi dengan kemungkinan menerbitkan surat daftar pencarian orang (DPO) untuk Novanto. Penerbitan DPO ini sebagai alternatif, bila mantan Ketua Fraksi Golkar itu belum ditemukan, atau belum menyerahkan diri.

“Prinsip, semua orang sama di mata hukum. Perlu dilakukan sesuai aturan yang berlaku. Jadi, belum terlambat untuk menyerahkan diri,” kata Jubir KPK Febri Diansyah.

Terkait upaya penahanan bila Novanto sudah ditangkap, Febri belum bisa bicara. Menurutnya, hal tersebut perlu proses maksimal 1 x 24 jam untuk penentuan status lebih lanjut.

“Sesuai Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, kalau penangkapan dilakukan maksimal 24 jam diperlukan penentuan status,” tutur Febri.

Kemungkinan Novanto kabur ke luar negeri, ia pesimistis. Sebab, KPK sejak awal Oktober 2017, sudah meminta Direktorat Jenderal Imigrasi terkait surat pencegahan ke luar negeri.

Sebelumnya, kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi mengatakan, pemeriksaan kliennya sebagai saksi atau pun tersangka, mesti merujuk regulasi. Ia pun menguraikan pasal yang dimaksud terkait hal ini.

Dijelaskan dia, seperti Pasal 245? dan Pasal 224 ayat 1 sampai 5 UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) sudah diuji materi di MK pada putusan Nomor 76. ***

(Viva/berbagai Sumber)

Tinggalkan Balasan