Ketika Kegiatan Masyarakat Dibatasi, PPKM Darurat jadi Pilihan Pemerintah

Sumbar.KabarDaerah.com- mengutip dari CNNIndonesia.com dan bisnis.Tempo.com – Kementerian Perhubungan memberlakukan aturan dan syarat perjalanan di era PPKM darurat mulai Senin (5/7) ini.  Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan aturan dan syarat perjalanan ini mengacu pada Surat Edaran Gugus Tugas Covid-19 Nomor 14 Tahun 2021 yang berlaku efektif 3 Juli lalu.

Untuk perjalanan jarak jauh dari/menuju Jawa dan Bali ada beberapa syarat yang harus dipenuhi masyarakat :

Pertama,  harus menunjukkan kartu vaksin minimal dosis pertama.

Kedua, menunjukkan hasil tes PCR 2×24 jam atau antigen 1×24 jam. Syarat perjalanan itu berlaku untuk moda transportasi laut, darat, penyeberangan, dan kereta api jarak jauh.

Penumpang juga diwajibkan mengisi Electronic-Health Alert Card (e-HAC) atau Kartu Kewaspadaan Kesehatan selama melakukan perjalanan saat PPKM darurat.

Meski demikian, sertifikat vaksin tidak menjadi mandatori untuk syarat pergerakan mobilitas di luar Jawa dan Bali. Kemudian, pengecualian juga diberikan bagi mereka yang dikecualikan menerima vaksin karena alasan medis pada periode dilakukan perjalanan.

Selain kebijakan itu, selama PPKM darurat, Kemenhub juga memangkas kapasitas angkut moda transportasi. Rinciannya, untuk angkutan udara, turun dari 100 persen menjadi 70 persen.

Kemudian, darat dari 85 persen menjadi 50 persen, penyeberangan dari 85 persen menjadi 50 persen, laut dari 100 persen menjadi 70 persen.

Kapasitas penumpang angkutan perkeretaapian KRL dipangkas dari 45 persen menjadi 32 persen. Sementara, kapasitas kereta api antarkota dan KA perkotaan non KRL maksimal tetap 70 persen dan 50 persen.

Juru bicara Kemenhub Adita Irawati dalam konferensi pers, Minggu malam, 4 Juli 2021,Dia memaparkan, substansi pokok dari keempat Surat Edaran tersebut adalah pengaturan penyelenggaraan transportasi angkutan umum dan pribadi serta angkutan logistik di semua moda untuk memfasilitasi sektor esensial dan kritikal dengan pembatasan load factor, pembatasan jam operasional, penerapan protokol kesehatan yang lebih ketat serta mengacu pada kriteria perjalanan yang ditetapkan oleh Satuan Tugas Penanganan Covid 19.

Khusus mengenai Kriteria dan Persyaratan Pelaku Perjalanan Dalam Negeri (PPDN) sebagaimana ditetapkan dalam SE Satuan Tugas no 14 tahun 2021, Kementerian

Perhubungan sebagai penyelenggara transportasi fokus untuk mengatur sarana dan prasarana transportasi di tempat asal, selama perjalanan, dan daerah tujuan.

“Pemberlakuan SE ini berlaku secara nasional dengan pengaturan per wilayah yaitu wilayah Jawa dan Bali yang telah diberlakukan PPKM Darurat serta wilayah di luar Jawa dan Bali,” kata dia.

Adita menambahkan, Pengaturan Kriteria dan Syarat Pelaku Perjalanan Dalam Negeri di semua moda. Pertama, pengetatan mobilitas di Jawa dan Bali dilakukan dengan mengharuskan pelaku perjalanan memiliki sertifikat vaksin minimal dosis pertama, hasil RT-PCR 2×24 jam atau tes antigen yang berlaku maksimal 1×24 jam yang berlaku untuk moda laut, darat, penyeberangan, dan kereta api jarak jauh.

Khusus Moda Udara di wilayah Jawa dan Bali, pelaku perjalanan wajib menyampaikan Sertifikat vaksin dan wajib tes RT-PCR, berlaku maksimal 2×24 jam. Menurutnya, sertifikat vaksin tidak menjadi mandatori untuk syarat pergerakan mobilitas di luar Jawa dan Bali, sehingga syarat perjalanan di luar Jawa dan Bali adalah menunjukkan dokumen negatif hasil RT PCR 2×24 jam atau tes antigen 1×24 jam. Penumpang diwajibkan mengisi e-Hac pada perjalanan udara, laut, dan penyeberangan.

“Terdapat pengecualian terhadap orang yang dinyatakan tidak dapat menerima vaksin dikarenakan alasan medis pada periode dilakukan perjalanan,” ujarnya.

Selain itu, lanjut Adita, dalam implementasi PPKM Darurat akan dilakukan pembatasan kapasitas angkut juga jam operasional angkutan umum di semua moda untuk penerapan prinsip jaga jarak dan menghindari kerumunan.

“Pada moda transportasi udara, kapasitas angkut dari sebelumnya 100 persen menjadi 70 persen,” ujarnya.

Kemudian, pada moda transportasi darat (bus dan penyeberangan) kapasitas angkut dari sebelumnya 85 persen menjadi 50 persen; pada moda transportasi laut kapasitas angkut dari sebelumnya 100 persen menjadi 70 persen; pada moda transportasi
perkeretaapian kapasitas angkut kereta api antar kota tetap sama yaitu 70 persen, untuk KRL dari sebelumnya 45 persen menjadi 32 persen, dan untuk kereta api perkotaan non KRL juga tetap sama sebesar 50 persen.

“Jam operasional sarana angkutan seluruh moda transportasi akan disesuaikan dengan jadwal operator transportasi, untuk moda transportasi darat baik itu bus maupun penyeberangan juga akan disesuaikan dengan demand yang ada. Sedangkan untuk jadwal KRL perkotaan akan mengalami perubahan menjadi pukul
04.00 sampai dengan 21.00 WIB,” kata Adita.

Dalam melaksanakan penguatan 3T (Testing, Tracing dan Treatment) serta pelaksanaan SE itu, Adita menyebut, akan dilaksanakan random sampling antigen test Covid-19 di simpul-simpul transportasi, di antaranya terminal dan stasiun KA (khusus wilayah/kawasan aglomerasi).

Pelaksanaan pengawasan secara random ini, dilakukan Kementerian Perhubungan bersinergi dengan TNI/Polri, Pemerintah Daerah dan stakeholder terkait dalam melakukan pengetatan di perbatasan antar wilayah/kawasan aglomerasi dengan melakukan pemeriksaan dokumen kelengkapan syarat perjalanan.

Untuk memberikan layanan kepada calon penumpang dan mendukung program vaksinasi pemerintah, telah dipersiapkan layanan vaksinasi gratis di simpul-simpul keberangkatan seperti bandara, stasiun kereta api, dan segera menyusul di terminal dan pelabuhan. Adapun bandara yang telah menyediakan adalah Bandara Soekarno Hata di terminal 2 dan 3, Bandara Halim Perdanakusuma dan Bandara Sultan Syarif Kasim di Pekanbaru.

Stasiun KA di Stasiun Gambir, Pasar Senen, Bandung, Cirebon, Semarang Tawang, Yogyakarta, Solo Balapan, dan Jember. Dan segera menyusul lokasi-lokasi lain.

Menurut data Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 dilaporkan, hingga Senin, 5 Juli 2021 kemarin total terkonfirmasi virus Corona sudah mencapai 2,31 juta orang dan kasus kematian mencapai 61.140 orang.

Penasehat Menko Bidang Maritim dan Investasi, dr Damar Susilaradeya, M.Res mengatakan, PPKM darurat ini menegaskan kepada masyarakat supaya tetap di rumah saja guna memutus mata rantai penularan Covid-19.

“Sebenarnya untuk PSBB dan PPKM darurat memang tidak jauh berbeda. Namun, memang untuk kali penerapan PPKM Darurat jauh lebih ketat,” jelasnya pada Dialog Produktif yang diselenggarakan KPCPEN dan ditayangkan di FMB9ID_IKP, Selasa, 6 Juli 2021.

Kondisi yang terjadi di Jakarta menjadi salah satu gambaran betapa perlunya kebijakan PPKM darurat ini dijalankan dengan maksimal.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, dr Widyastuti menjelaskan, hingga saat ini jumlah kasus aktif harian di Jakarta lebih tinggi yaitu mencapai 91 ribu kasus per hari, dibanding Februari kemarin yang hanya mencapai 25 ribu kasus aktif per hari.

“Semuanya membutuhkan pertolonganmedis, dan penambahannya juga bukan hanya 2 digit melainkan hingga 4 digit besar,” ujarnya.

Oleh karena itu, dengan adanya kebijakan PPKM darurat ini diharapkan bisa membatasi pergerakan masyarakat guna menekan angka penyebaran Covid-19 di Jakarta.

Sementara PPKM Darurat itu sendiri menurut ketua LSM KOAD adalah sebuah kebijakan yang relatif sama dengan Lockdown dan UU Karantina kesehatan.

Disini sangat jelas terdapat pelanggaran, apapun namanya, yang jelas disaat UU karantina dan Lockdown diberlakukan maka pemerintah harus bertanggung terhadap akibat aturan yang diberlakukan tersebut, Bukan hanya memberlakukan aturan, pemerintah fikirkan juga tentang kebutuhan masyarakat. masyarakat akan kelaparan dan kesulitan massal, imun akan turun sehingga yang sudah dipaksin bakal sakit massal. disaat itu baru akan terjadi wabah yang sangat dahsyat.

“yang membuat kita berfikir lebih dalam adalah disaat PPKM darurat diberlakukan, justru tenaga kerja China tetap masuk tanpa terbendung”, katanya lagi

SEHARUSNYA :

Dalam rangka pelaksanaan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya diperlukan adanya pelindungan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia yang tersebar di berbagai pulau besar maupun kecil yang terletak pada posisi yang sangat strategis dan berada pada jalur perdagangan internasional, yang berperan penting dalam lalu lintas orang dan barang. Selain itu, kemajuan teknologi transportasi dan era perdagangan bebas dapat berisiko menimbulkan gangguan kesehatan dan penyakit baru atau penyakit lama yang muncul kembali dengan penyebaran yang lebih cepat dan berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat, sehingga menuntut adanya upaya cegah tangkal penyakit dan faktor risiko kesehatan yang komprehensif dan terkoordinasi, serta membutuhkan sumber daya, peran serta masyarakat, dan kerja sama internasional.

Saat ini, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, tuntutan, dan kebutuhan hukum dalam masyarakat, sehingga perlu dicabut dan diganti dengan undang-undang yang baru mengenai kekarantinaan kesehatan. Sehingga, perlu membentuk Undang-Undang tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Dasar Hukum UU ini adalah:

Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28 H ayat (1), Pasal 34 ayat (3) UUD 1945.
Dalam UU ini diatur tentang : ternyata pengaturan oleh UU mencakup

  1. Tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, hak dan kewajiban.
  2. Kedaruratan kesehatan masyarakat, penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan di pintu masuk penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan di wilayah, dokumen karantina kesehatan, sumber daya kekarantinaan kesehatan, informasi kekarantinaan kesehatan, pembinaan dan pengawasan, penyidikan, ketentuan pidana, dan ketentuan penutup.

UU kita boleh dibilang semburna, tapi yang kita ragukan adalah adanya kepentingan terselubung dalam pemberlakuan aturan pembatasan ini.

PPKM Darurat dan Komitmen Serius Redam Covid-19 jangan ditumpangi issue Politik.

Anggota DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, menilai perlu ada definisi jelas dari kebijakan PPKM Darurat. Sebab jika implementasinya sama seperti PPKM mikro, maka hasil di lapangan tak ada perubahan signifikan.

“Tapi apa itu PPKM Darurat, perlu definisi yang jelas karena kalau sama dengan PPKM sebelumnya, hasilnya pun akan sama juga. PPKM sebelumnya telah dinilai tidak berhasil, kalau ada kebijakan baru, ya harus ada aspek yang benar-benar membedakannya dengan kebijakan sebelumnya,” kata Saleh dalam keterangannya di Jakarta. Demikian dikutip dari Antara, Rabu (30/6).

Jika memang harus dilakukan, Saleh juga mempertanyakan mengapa pemerintah tidak mau mencoba kebijakan karantina wilayah atau “lockdown” total. Jika pun tidak bisa, setidaknya “lockdown” akhir pekan.

“Mungkin bisa juga dikombinasikan antara PPKM Darurat dengan ‘lockdown’ akhir pekan, artinya pada hari-hari kerja, diterapkan PPKM darurat, sementara ‘lockdown’ akhir pekan diterapkan di akhir pekan. Kelihatannya, kombinasi ini akan menjadi kebijakan yang bisa cepat menurunkan penyebaran COVID-19,” ujarnya.

Anggota Komisi IX DPR RI itu mengatakan, ada banyak kalangan yang menilai kebijakan yang diambil pemerintah cenderung hanya berganti nama dan istilah namun pada tataran praktis, kebijakan itu tidak mampu menjawab persoalan yang ada.

“Tentu kesan seperti ini sangat beralasan mengingat banyaknya kebijakan dan istilah yang sudah diterapkan,” katanya.

Epidemiolog Tri Yunis menambahkan, sebenarnya dalam kondisi seperti sekarang ini, penguncian wilayah menjadi solusi paling baik.

Tetapi jika tidak memungkinkan, harus ada pembatasan besar-besaran.

“Jadi bukan PPKM. Kalau PPKM adalah pembatasan kegiatan masyarakat, kalau mau cakupannya besar jangan PPKM mikro dan darurat,” katanya saat dihubungi merdeka.com, Rabu (30/6).

Dia menegaskan, PPKM Mikro atau Darurat tentu konsep yang tidak sama dengan lockdown.

Dia meminta pemerintah tidak bermain dalam istilah, sebab kondisi sudah genting dan banyak masyarakat menjadi korban.

“Pemerintah itu ngumpetnya di istilah tadi,” katanya.

Ditambahkan Epidemiolog Windhu Purnomo, pemerintah jangan lagi mengambil kebijakan tanggung saat kondisi genting. Dia berharap pemerintah membuat satu terobosan terkait pembatasan aktivitas warga saat ini, sehingga efektivitasnya benar-benar dirasakan dalam rangka memutus penyebaran virus Covid-19.

“Jadi jangan suka bermain-main dengan istilah, tapi enggak ada isinya, implementasinya enggak ada. PPKM mikro tinggalkan saja. Itu tidak efektif, Kalau efektif tidak terjadi seperti ini kan,” tutup Windhu.

Ketua LSM KOAD mengatakan, yang kita sangksikan, adalah niat dan kebijakan pemerintah serta perlakuan yang salah dalam melakukan penghentian wabah, contoh dengan adanya PSPB ditambah PPKM Darurat. berapa banyak masyarakat yang kemampuannya menurun. kebijakan yang salah telah menimbulkan kemiskinan ditengah masyarakat, ditambah dengan ketakutan yang berlebihan sehingga akan mengurangi imun tubuh.

Menurut informasi, berdasarkan diskusi eks Mentri Kesehatan Siti Fadilah supari, menyangsikan sebagian penyusup malah mempergunakan kesempatan pemberlakuan vaksinasi masyarakat untuk memasukkan vaksin palsu. yang fungsinya malah kebalikan dari fungsi vaksin sebenarnya.

Ketua LSM KOAD mengatakan bahwa dengan banyaknya orang yang meninggal dirumah sakit, akan terjadi ketakutan dalam masyarakat.

Ditambahkannya, sebagai LSM kita wajib peduli dengan kejadian ini, analisa kami, dengan banyaknya yang meninggal di rumah sakit, tentu banyak obat yang masuk ketubuh, reaksi obat jauh lebih berbahaya dari pada penyakit yang sebenarnya.

Akan terjadi penurunan daya tahan tubuh.

Reaksi kimia yang terjadi antar obat sangat berbahaya. Itu pendapat kami dari LSM KOAD.

Covid itu ada, tapi jangan terlalu dibesarkan, justru yang harus kita waspadai adalah tujuan gelap dibalik kebijakan yang diambil pemerintah.

Rakyat butuh kehidupan yang layak. Untuk itu kewajiban pemerintah untuk merealisikannya.

Jika semua dilarang bagaimana jadinya …?

Apalagi kalau berlangsung lama.

“Jangan salahkan siapa siapa, tidak lama lagi akan terjadi kekacauan ditengah masyarakat, rakyat akan berebut makan, kejahatan akan bertambah, terjadi kekacauan ditengah msyarakat.

Apakah itu yang kita inginkan?”, pungkas ketua LSM KOAD.

“Masyarakat kita sudah banyak yang cerdas.

Yang perlu diantisipasi adalah tujuan tersembunyi dibalik pemberlakuan aturan PPKM darurat ini.

Kita bisa saksikan, masih ada saja tenaga kerja yang masuk ke negara kita.

Seharusnya inilah yang pertama dihentikan.

Jangan rakyat dibatasi, mesjid ditutup tapi TKC di izinkan masuk.

Bagi yang bisa membaca, mari kita amati, kejadian demi kejadian.

Pertama, tentang VAKSIN, mari amati cara melakukannya, jika ada unsur paksaan, dapat diduga ada tujuan atau target terselubung.

Kedua, mari kita PAHAMI POLITIK global. Ketahui tentang populasi, pertahanan keamanan, hasil bumi dan pertambangan, kekuasaan dan lain lain.

Ketiga adalah, amati AKIBAT yang terjadi, ketika tubuh kita di vaksin akan terjadi reaksi.

Tubuh akan menolak, ditandai oleh badan panas, deman dan lain lain, berikut mari kita teliti berapa orang meninggal dunia setelah di vaksin, berapa banyak yang meninggal dirumah dan berapa yang meninggal di rumah sakit.

Sehingga dengan adanya data tentang hal tersebut dapat dipertanyakan ada apa di rumah sakit..?

Keempat, mari kita cari data dan pengetahuan tentang vaksin yang beredar, bagaimana cara memperolehnya.

Lalu, kenapa seakan akan di paksa, cara-cara yang dilakukan dapat memberi pentunjuk kepada kita yang mau berfikir. Rakyat, boleh ikut atau menentang kebijakan yang dibuat pemerintah, sudah jelas salah kenapa di ikuti?

Hanya saja, sadarilah bahwa pemerintah adalah pelaksana/operator agar negara ini teratur, Pemerintah tidak boleh dalam posisi memaksa rakyatnya, kita memiliki UUD 1945 dan UU yang tidak boleh dilanggar.

Kita sudah sepakat bahwa adil dan makmur adalah tujuan berdirinya NKRI, mana mungkin rakyat akan sejahtera, jika kegiatan dibatasi tanpa bantuan kebutuhan pokok, bahkan yang ada hanya kemiskinan yang merata. Jangan jadikan rakyat sebagai objek, rakyat adalah subjek.

KEJADIAN DI MALANG SEBUAH IRONI
Selang 5 hari sejak diberlakukan masa PPKM Darurat, Kota Malang masih dinilai gagal oleh Menko Marves Luhut B. Pandjaitan. Kota Malang telah ditetapkan sebagai 20 daftar wilayah beresiko tinggi penyebaran virus COVID-19 alias zona merah.
Berdasar data dari Satgas COVID-19 Kota Malang masih menunjukkan grafik peningkatan. Per 7 Juli 2021, angka konfirmasi positif sudah mencapai 7.313 jiwa, dari seminggu lalu yang masih 7.066 jiwa. Diantara jumlah itu, 6.295 sembuh dan 680 jiwa meninggal.
Saat ini, lini gugus terdepan penanganan COVID-19, sudah mulai kewalahan. Semua penanganan kasus yang ditangani di RS rujukan, RS Darurat Lapangan dan Safe House diketahui sudah krodit dan kewalahan merawat pasien yang terus berdatangan.
Situasi Kota Malang saat ini, kata Wali Kota Sutiaji, sudah menunjukkan gawat darurat. Sebab itu, warga diimbau memahami apa niat di balik tujuan diberlakukannya PPKM Darurat. Jangan sampai malah Malang jadi zona hitam.
”Saya harap masyarakat paham dan benar-benar mematuhi PPKM Darurat, sementara saja, hanya sampai 2 minggu saja. Semoga dengan cara ini bisa memutus rantai penularan virusnya,” ungkap dia, usai patroli keliling Malang, Rabu (7/7/2021) malam.

AKIBAT NYATA PEMBATASAN

Akibat Pembatasan yang diberlakukan seperti PSPB dan PPKB, ekonomi Masyarakat akan turun drastis, sebab mereka tidak bekerja, orang berjualan dilarang melayani makan ditempat. hal itu jelas akan menurunkan tingkat penjualan. pemasukan akan berkurang, bahkan bisa merugi. kita bisa bayangkan jika hal ini berkelanjutan.

Akibat Covid, kemungkinan meninggal hanya berkisar 20% tapi kemiskinan adalah akibat pasti, sekarang siapa yang akan bertanggung jawab akan hal tersebut.

Pemerintah..? tidak mungkin pemerintah bisa.

Yang jelas selagi bisa, hutang akan naik terus, suatu saat hutangpun akan berhenti.

Masayarakat harus cerdas, kita harus paham apa saja yang ada dibalik kebijakan ini.

Kita bukan masyarakat bodoh yang kerjanya hanya bermimpi dan membuat cerita bohong”, demikian kata ketua LSM KOAD dalam sesi tanya jawab dengan redaksi KabarDaerah.com.