Penjelasan Tim Kuasa Hukum Gubernur Papua, Terkait Dugaan Gratifikasi oleh KPK Senilai Rp 1 Miliar

BERITA UTAMA722 Dilihat

JAYAPURA (KABARDAERAH.COM)-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Papua, Lukas Enembe sebagai tersangka atas dugaan gratifikasi proyek senilai Rp 1 miliar.

Penetapan terduga sejak tanggal 5 September 2022 pekan lalu. Selain itu, lembaga antirasuah itu mengaku telah memanggil Lukas Enembe di mako Brimob Kotaraja, Jayapura, Papua,Senin (12/9/2022) pekan ini.

Dilansir laman you tube tribunnews, Dr.Stefanus Roy Rening, SH.,MH, selaku koordinator tim kuasa hukum Gubernur Papua Lukas Enembe membenarkan, kliennya ditetapkan sebagai tersangka serta memanggil terduga (Lukas Enembe-red) di Mako Brimob Kotaraja, Kota Jayapura. Meski demikian kata Roy Rening, kliennya belum memenuhi panggilan dikarenakan alasan kesehatan.

Advokat Peraih Penghargaan sebagai tokoh pemikir Hukum oleh Perkumpulan Wartawan Media Kristiani (PERWAMKI) 2020 itu menyebut, kliennya ditetapkan sebagai tersangka
atas dugaan gratifikasi senilai Rp 1 miliar terkait proyek di Papua.

Penetapan KPK Cacat Hukum

Ahli Novum PK (Peninjauan Kembali) Perkara Pidana itu menjelaskan,penetapan tersangka tersebut cacat hukum. Alasannya, karena tak sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Menurutnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum pernah mengambil keterangan Gubernur Papua Lukas Enembe sebagai saksi dalam kasus tersebut. Sehingga, dirinya mempertanyakan penetapan tersangka terhadap kliennya tersebut.

“Saya mendapat informasi bahwa perkara ini sudah penyidikan, itu artinya sudah ada tersangka. Ada surat dari KPK, 5 September bapak gubernur sudah jadi tersangka, padahal Pak Gubernur sama sekali belum didengar keterangannya,” tegasnya.

Gubernur Provinsi Papua,Lukas Enembe dan Menteri Dalam Negeri,Muhammad Tito Karnavian (Foto: Istimewa)

Lanjut Roy Rening bahwa, dasar seseorang ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana sudah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),
“tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.”

Soal syarat penetapan tersangka diatur dalam KUHAP yang kemudian telah disempurnakan dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, dimana dalam putusan tersebut dijelaskan bahwa penetapan tersangka harus berdasarkan (1) minimal 2 (dua) alat bukti sebagaimana termuat dalam pasal 184 KUHAP dan (2) disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya.

“Kita menyayangkan sikap KPK yang tidak profesional seperti ini. Tim hukum Gubernur Papua, Luaks Enembe telah mendapat keterangan terkait kasus tersebut,” kata Roy Rening di Jayapura.

Dijelaskan Roy, bahwa uang yang diduga gratifikasi sebesar Rp 1 miliar di ke rekening Lukas Enembe itu adalah milik pribadi untuk berobat ke Singapura pada Maret 2020.

“Uang itu dikirim Mei 2020 karena Pak Gubernur mau berobat. Kalau dibilang kriminalisasi, ya kriminalisasi karena memalukan seorang gubernur menerima gratifikasi Rp 1 miliar, gratifikasi kok melalui transfer, memalukan,”katanya.

Roya mengaku aneh, karena atas proses hukum yang disangkan terhadap kliennya. Memang, Lukas pernah dipanggil KPK sebagai saksi tapi dalam kasus berbeda. Namun Lukas Enembe belum dapat memenuhi panggilan tersebut karena alasan kesehatan.

“Panggilan itu ada tapi bukan perkara ini karena deliknya Pasal 3 bukan Pasal 5, 11 dan 12 tentang gratifikasi, tapi itu kaitannya dengan penyelidikan, saat itu Bapak sedang sakit jadi tidak bisa hadir,”jelasnya.

Siapa yang mentransfer uang senilai Rp 1 miliar?

Roy Rening menegaskan bahwa, terkait sosok yang mentransfer uang Rp 1 miliar itu adalah orang dekatnya Gubernur Papua, Lukas Enembe.

“Dia ini orang dalam, orangnya Pak Gubernur di rumah, non-PNS, dia yang bangun rumah pribadinya bapak,” tutupnya dikonfirmasi kabardaerah.com,Rabu (14/9/2022) pagi. **

Editor : Dese Dominikus Lewuk.