Ketua DPW FRN Fast Respon Counter Polri: Polda Sumbar Berikan Klarifikasi Yang Diminta Kompolnas, Jawaban Polda Sumbar Tidak Relevan Dengan Bunyi Pasal 362

KabarDaerah.com – Ketua Fast Respon Nusantara atau Fast Respon Couter Polri DPW Sumatera Barat seperti dipermainkan oleh oknum oknum yang berada di Polda Sumbar. Dalam menjawab surat Kompolnas RI, Polda Sumbar beralasan sama dengan alasan surat ke Itwasum Polri.

Dikatakan ketua Ketua Fast Respon Nusantara atau Fast Respon Couter Polri DPW Sumatera Barat, ” Polda Sumbar pura pura tidak paham kondisi yang sebenarnya terjadi. Pelapor dianggap tidak mengerti tentang hukum. susungguhnya jawaban mereka terlihat asal-asalan, bohong yang dilakukan berulang berkali. Tidak kurang dari sepuluh kali dilakukan alasan penghentian mereka berganti.

Berikutnya ke Kompolnas, juga diberikan jawaban yang sama, jawaban tersebut memperlihatkan ketidak pahaman. dipertotonkan penyidik Polresta dan Polda Polda Sumbar. Contoh jawaban pada poin C.4 bahwa setelah saksi-saksi, terlapor dimintai keterangan, tentunya sudah ada dua alat bukti terkumpul, ditambah dengan surat surat yang dipakai oleh pelapor sebagai alat bukti. Pada kasus ini, justru penyidik sibuk membatalkan seluruh surat surat yang dijadikan pelapor sebagai bukti.

Pimpinan Polresta Padang sepertinya tidak melakukan telaah terhadap jawaban penyidik, surat penghentian perkara yang ditandatangani kasatreskrim Polresta Padang terlihat asal asalan. Barang butki berupa copy surat sudah diserahkan ke penyidik, sementara Kapolresta Kombes(Pol)Imran Amir mengatakan terlapor sudah meninggal dunia. sementara pelaku pencurian tersebut adalah anak anak dan adik Rusdi.

Sebagai contoh kalimat barang sesuatu belum dijelaskan mana barang milik pelapor dan mana barang milik Rusdi, seharusnya proses hukum dilanjutkan kepenyidikan, karena sudah ada tiga alat bukti.

Kata ketua DPW FRN Fast Respon Counter Polri sumbar, bahwa kita masuk ke pasal 362 KUHP yang berbunyi: Barang siapa mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp.900 ribu. Justru dalam pasal ini, tidak disebutkan seluruh sebagian kepunyaan orang lain, sementara penyidik menngaharuskan, bahwa belum jelas mana barang milik pelapor dan mana barang milik Rusdi.

Dengan demikian, penyidik telah mengada ada, agar laporan pelapor bisa dihalangi, sementara 28 item barang bukti sudah diserahkan ke penyidik. Bahkan ada bukti gembok yang dihilangkan dan mesin Pompa air merk Kipor yang disita. Bukankah ketika barang bukti disita, status perkara udah penyidikan ?.

Ketua FRN berharap perkara ini di proses dengan benar, Polri seharusnya menyadari penegak hukum itu bukan hanya Polri. (Red)