Tegas, Kuasa Hukum PFW Beberkan Kecurangan Terencana KPU Raja Ampat Untuk Menangkan AFU-ORI

POLITIK245 Dilihat

JAKARTA,KABARDAERAH.COM-Babak lanjutan PILKADA Raja Ampat bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK). Pada Kamis (28/1/2021) MK menggelar sidang sengketa PILKADA Raja Ampat nomor 17/PHP.BUP-XIX/2021 dengan agenda pembacaan permohonan pemohon dan pengesahan alat bukti pemohon.

Adapun, bertindak sebagai pemohon adalah Richard Charles Tawaru sebagai Pjs Ketua Lembaga Pemantau Papua Forest Watch yang berkedudukan sebagai pemantau pemilihan mewakili kolom (Kotak) kosong melawan Pasangan Calon Tunggal Abdul Faris Umlati- Oridek Iriano Burdam (AFU-ORI).

Dalam persidangan yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Aswanto dengan anggota Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh, kuasa hukum pemohon Muhammad Rullyandi, S.H., M.H. memaparkan dengan sempurna dalil-dalil permohonan pemohon.

Rullyandi membeberkan kecurangan yang disebutnya sebagai kecurangan terencana dan sistematis dilakukan oleh termohon (KPU Kabupaten Raja Ampat) untuk memenangkan Pasangan Calon AFU-ORI.

Menurutnya, kecurangan tersebut dilakukan dalam bentuk dengan sengaja men-TSMkan pemohon dan tidak memberikan sertifikat akreditasi sebagai pemantau pemilihan. Padahal pemohon telah terdaftar berdasarkan akta notaris nomor 582 tahun 2018 dan Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI nomor AHU.00963AH0107 tahun 2018 tentang pengesahan pendirian Badan Hukum Perkumpulan Papua Forest Watch.

“Bahwa pemohon telah terdaftar sebagaimana berdasarkan akta notaris nomor 582 tahun 2018 dan Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI nomor AHU00963AH0107 tahun 2018 tentang pengesahan pendirian Badan Hukum Perkumpulan Papua Forest Watch” tegas Rullyandi dalam keterangan tertulis kepada wartawan di Jakarta, Jumat (29/1/2021).

Rullyandi yang merupakan Tim Hukum Jokowi-Ma’ruf pada Pilres 2019 menegaskan bahwa, Keputusan KPU Kabupaten Raja Ampat nomor: 366/PP.042-SD/9205/KPU.Kab/XII/2020 perihal penyampaian Hasil Verifikasi syarat dokumen Tim Pemantau Dalam Negeri Papua Forest Watch yang menyatakan pemohon dan seluruh Pemantau yang mendaftarkan diri di KPU Kabupaten Raja Ampat dinyatakan tidak memenuhi syarat.

Hal tersebut tidak didasari oleh Peraturan KPU nomor 8 tahun 2017 Jo keputusan KPU Nomor 296/PP.06-Kpt/06/KPU/VI/2020 tentang pedoman teknis pendaftaran pemantau pemilihan dan lembaga survei atau Jajak Pendapat dan penghitungan cepat hasil pemilihan Gubernur dan wakil gubernur dan Bupati Walikota sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada. Dengan demikian, sehingga menurutnya, pemohon memiliki keudukan hukum untuk mengajukan pembatalan Keputusan KPU nomor 75 seterusnya.

“Hasil perolehan suara pilkada Raja Ampat bertentangan dengan asas pemilu Luber dan Jurdil. Hasil perolehan suara yang didapatkan oleh pasangan AFU-ORI merupakan hasil kerja keras termohon untuk mengganjal pemohon sebagai pemantau pemilihan dalam pemilihan dengan satu pasangan calon”tegas Advokat pemecah rekor MURI sebagai saksi ahli termuda dan terbanyak di usia masih 27 tahun saat masih bergabung dengan Lawyer senior OC Kaligis itu.

Rangkaian kecurangan menTSMkan pemohon, beber Rullyandi dimulai dari tanggal 9 November 2020 saat Pemohon menyerahkan berkas kelengkapan sebagai pemantau pemilihan yang oleh Muslimin Saifudin divisi hukum KPU Raja Ampat secara lisan menyatakan PFW lolos verifikasi.

“Sejak 9 November sampai dengan pada tanggal 23 November 2020 termohon tidak pernah mengeluarkan surat resmi apapun terkait syarat pendaftaran pemohon. Hingga pada tanggal 27 November 2020 Natalis Mambraku mewakili pemohon aktif menghubungi sekretariat termohon melalui Sdri. Irfawati. Ia menyampaikan kabar kepada pemohon bahwa dokumen tersebut perlu diperbaiki karena ada anggota dari lembaga pemohon yang terlibat aktif parpol,” urainya.

Selanjutnya, pada tanggal 27 November 2020 pemohon menyerahkan kepada termohon perbaikan pendaftaran pemohon dengan menyesuaikan personil dan jumlah TPS.

Kemudian kata Muhammad Rullyandi, S.H., M.H, pada tanggal 1 Desember 2020 melalui Muslimin Saifudin menyampaikan kepada pemohon bahwa, hasil verifikasi akan di plenokan pada tanggal 2 Desember 2020. Namun, pemohon mendapatkan informasi lisan dari termohon yang menyarankan perbaikan dokumen tersebut diserahkan kembali karena penyerahan dokumen oleh Natalis Mambraku dianggap masih berhubungan dengan parpol.

Dengan demikian, maka pada tanggal 2 Desember 2020 pemohon menyerahkan kembali perbaikan dokumen pendaftaran dengan menyesuaikan personil dan jumlah TPS.

“Pada akhirnya, setelah lewat batas waktu pendaftaran termohon baru menyerahkan hasil keputusan verifikasi pemohon tanggal 3 Desember dengan sudah lewat waktu tanpa adanya upaya untuk memberikan waktu yang cukup kepada pemohon dalam memperbaiki dokumen. Sehingga pemohon sangat dirugikan atas sikap termohon yang sangat berdampak luas dalam pelaksanan pilkada tanpa adanya pemantau pemilu” beber Rullyandi.

Karenanya dalam petitum, pemohon meminta kepada Mahkamah Konstitusi untuk Membatalkan Keputusan KPU Kabupaten Raja Ampat Nomor 75/HK.03.1-Kpt/9205/KPU-Kab/XII/2020 tentang Penetapan Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Raja Ampat tahun 2020, tanggal 15 Desember 2020, memerintahkan kepada KPU Kab. Raja Ampat untuk melaksanakan PSU di seluruh TPS di 24 Distrik di Kabupaten Raja Ampat dengan mengikutkan Pemohon sebagai Pemantau Pemilihan dalam pemilihan dengan 1 pasangan calon.

Dalam sidang tersebut juga disahkan bukti Pemohon yang diberi kode P-1 sampai dengan P-33, sedangkan sidang selanjutnya akan digelar pada tanggal 5 Februari 2020 dengan agenda mendengarkan jawaban termohon KPU Kabupaten Raja Ampat.

Sekedar diketahui, Muhammad Rullyandi, S.H., M.H adalah seorang advokat, pemecah dua kali memecahkan rekor MURI sebagai Ahli termuda dan terbanyak dalam usia muda sebagai saksi ahli Hukum Tata Negara dalam sidang di Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi pada usia 27 Tahun saat masih bergabung dengan lawyer senior OC Kaligis. ** (Rls).