Kunjungan PWKI ke Vatikan, John S.Keban : Indonesia Diharapkan Menjadi Pelopor Perdamaian Dunia

BERITA UTAMA812 Dilihat

JAKARTA,KABARDAERAH.COM-Kunjungan resmi delegasi PWKI (Paguyuban Wartawan Katolik Indonesia) ke Vatikan, dan bertemu langsung dengan Paus Fransiskus usai audiensi umum pertengahan November 2022 yang lalu mendapat respon positif dari berbagai kalangan masyarakat,baik itu tokoh masyarakat, ormas, tokoh agama,serta aktivitas kemasyarakatan.

Adapun, kunjungan tersebut dalam rangka mempromoasikan Perdamaian Dunia yang merupakan amanat Pembukaan UUD 1945 dan Dokumen Abu Dhabi tentang Human Fraternity for World Peace and Living Together – Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama.

Dokumen tersebut ditandatangani langung oleh Paus Fransiskus dan Imam Besar Al Azhar Syekh Ahmed El-Sayyeb di Abu Dhabi pada 4 Februari 2019.

 

John Serang Keban,Ketua Vox Point Indonesia DI.Yogyakarta (Domi Dese Lewuk)

Upaya Jurnalis Indonesia yang tergabung dalam wadah Paguyuabn Wartawan Katolik (PWKI) tersebut dinilai langkah yang tepat oleh Ketua Vox Point Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta, sekaligus Wakil Ketua DPN Vox Point Indonesia Drs. John S. Keban.

“Saya, John S. Keban,Ketua Dewan Pimpinan Daerah Vox Point Indonesia D.I. Yogyakarta,sekaligus wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Vox Point Indonesia Bidang Politik. Menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya terhadap kunjungan para jurnalis yang tergabung dalam wadah Paguyuban Wartawan Katolik Indonesia ke Vatikan yang baru-baru ini,” katanya.

Dia menilai, kunjungan yang dipimpin oleh jurnalis senior, Mayong Suryolaksono sebagai Ketua Delegasi dan didampingi oleh AM Putut Prabantoro, Penasihat dan sekaligus Pendiri PWKI merupakan satu langkah yang tepat.

Dialog Delegasi  PWKI bersama Presiden Dikasteri Dialog Antar Agama Tahta Suci Vatikan : Mayong Suryolaksono,Ketua delegasi, Kardinal Miguel Ayuso, P. Markus Solo Kewuta,SVD, AM.Putut Prabantoro, Penasihat sekaligus Pendiri Paguyuban Wartawan Katolik Indonesia (PWKI). Kredit Foto : Dominikus Dese Lewuk

“Harapan saya setelah pertemuan dengan Bapa Paus Fransiskus dan para petinggi di Tahta Suci Vatikan,dan mendapat penjelasan secara detail latar belakang lahirnya Dokumen Abu Dhabi yang ditanda tangani oleh Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Azhar Ahmad Tayeb (4 Frebuari 2019) sangat dibutuhkan.

Politisi senior partai Golkar DIY itu menegaskan, isi dari pada Dokumen Abu Dhabi itu harus segera difollow up oleh teman-teman Delegasi Jurnalis Katolik Indonesia ke Seluruh rakyat Indonesia,terutama Generasi Muda Bangsa di negeri ini.

Kardinal Miguel Ayuso, Presiden Dikasteri Dialog Antar Agama Tahta Suci Vatikan, (Kredit Foto:Domi Dese Lewuk)

Agar nilai-nilai universal yang tertuang dalam Dokumen Abu Dhabi itu menjadi ‘veliu yang sangat penting untuk membangun kesadaran warga negara bagaimana menjaga keragaman kita sebagai bangsa,untuk menjamin keutuhan kelangsungan hidup bangsa dan negara kita ini. Identitas agama,suku,etnis, kedaerahan, didalam implementasi nilai-nilai dalam kehidupan kita sebagai Bangsa maka semua identitas itu harus melebur sebagai identitas bangsa.

Dengan demikian identitas bangsa ini dapat terjaga dengan baik. Dimana semua anak bangsa dapat merasakan hidup yang damai, tenteram,saling menghargai,menghormati, sebagai sesama anak bangsa.

Dialog Delegasi  PWKI bersama Presiden Dikasteri Dialog Antar Agama Tahta Suci Vatikan

“Ini menjadi suatu value yang sangat penting dan sejalan dengan nilai-nilai universal yang ada didalam dasar dan idiologi bangsa dan negara kita yakni Pancasila.”

Oleh karena itu 12 poin yang tertuang dalam Dokumen Abu Dhabi itu justru memperkuat nilai-nilai universal yang ada di dalam Pancasila itu. Untuk bagaimana membangun perdamaian,kerukuna atas landasan cinta Kasih yang menjadi jamainan kedamaian hidup kita di tanah Air ini.

“Jadi, nilai-nilai ini (Dokumen Abu Dhabi-red) menjadi penting karena Indonesia sendiri juga berada di seluruh bangsa-bangsa di dunia sehingga kehidupan bersama sebagai sesama umat di muka bumi ini harus kita kedepankan dalam rangka menjaga Perdamaian Dunia ini,” urai John.

Foto bersama Pater Markus Solo Kewuta,SVD, Staf Kasteria Hubungan Antar Agama Tahta Suci Vatikan 

Ini semua (nilai-nilai) ini sangat penting di dalam menghayati keyakinannya yang lebih mendalam,lebih substantif sehingga tidak muda dipengaruhi/dibelokan oleh pengaruh nilai-nilai luar. Terutama dimana belakangan ini kita merasakan akibat dari penetrasi dari gerekan idiologi trans nasional yang telah mendistorsi nilai-nilaicultural keindonesiaan kita sehingga bangsa ini terganggu dengan nilai-nilai luar yang tidak sejalan dengan nilai-nilai Keindonesiaan kita.

Oleh karena itu,selektifitas nilai-nilai yang baru masuk harus dilakukan dengan baik, dengan pemahaman nilai-nilai universal yang termuat di dalam Dokumen Abu Dhabi itu.

Dijelaskan, bahwa selama ini Indonesia telah menjadi rujukan dalam dialog-dialog antar agama di muka bumi ini. Dan, Vatikan selalu menjadi rujukan bagi Indonesia sebagai negara mayoritas umat beragama Islam tapi mau untuk menjaga kebersamaan sebagai anak bangsa,menjamin saudara-saudaranya yang non islam. Semua itu untuk hidup berdampingan,penuh dengan selerasan, dan kedamaian.

“Dan itulah yang sebetulan veliu paling tinggi, ini sejalan dengan Kehendak Tuhan bagi manusia yang memenuhi seluruh muka bumi ini membawa misi Cinta Kasih dalam rangka mewujudkan tata kelola dunia yang penuh dengan kedamaian dan menjaga keharmonisan di muka bumi.

“Saya yakin dan percaya,dengan sosialisasi masif nilai-nilai Dokumen Abu Dhabi ini maka Indonesia akan menjadi Pelopor Harapan dari Perdamaian Dunia,”katanya.

Kardinal Pietro Parolin, Sekretaris Negara Vatikan saat berdialog dengan delegasi PWKI (Dok.PWKI)

“Harapan saya, langkah-langkah konkrit dari kunjungan Delegasi para Jurnalis Indonesia yang tegabung dalam wadah Paguyuban Wartawan Indonesia menjadi Penting dalam membawa MISI PERDAMAIAN DUNIA. Inilah harapan saya sebagai salah satu aktivis Katolik yang memberi suport terhadap Mision tersebut,” kata John S.Keban.

Pada pertengahan November 2022 yang lalu, PWKI mengadakan kunjungan resmi ke Vatikan dalam rangka mempromoasikan perdamaian dunia yang merupakan amanat Pembukaan UUD 1945.

Paus Fransiskus usai pimpin Audiensi Umum dengan ribuan-jutaan umat dari berbagai dunia berkesempatan beraudiensi dengan Delegasi PWKI di sisi kanan mimbar. Menggunakan kursi roda dengan dipandu para Kardinal lainnya, ia menghampiri kelompok asal Indonesia (PWKI) menyalami dan memberkati para anggota delegasi. Tampak raut wajahnya sangat bahagia. Bersamaan dengan itu diberikan secara langsung 5 hadiah khsusu dari Indonesia untuk Paus Fransiskus.

Adapun, hadiah-hadiah khusus itu berupa Lukisan dan Patung Maria Bunda Segala Suku dari Uskup Agung Jakarta, Ignatius Kardinal Suharyo, Gunungan Wayang Kulit dari Sri Sultan Hamengkubuwono X, Kain Batik Ceplok Mangkara Latar Kawung dari GKBRAy Adipati Paku Alam X, dan Buku Karya Rm. Sandro Peccati SX,seorang misionaris asal Italia yang telah 60 tahun berkarya di Indonesia.

Pastor Markus Solo Kewuta, SVD, yang hadir sebagai penerjemah dan Liasion Officer, menjelaskan Paus Fransiskus sangat berbahagia dengan hadiah yang dipersembahkan.

Kardinal Pietro Parolin, Sekretaris Negara Vatikan (tengah) Ketua Delegasi PWKI, Mayong Suryolaksono dan  Pendiri dan Penasihat PWKI , AM.Putut Prabantori  (Dok.PWKI)

Selain karena merupakan hadiah istimewa, hadiah-hadiah tersebut sangat khusus sifatnya karena terkait dengan tokoh pemberi hadiah. Masing-masing hadiah yang diberikan kepada Paus Fransiskus dijelaskan secara fisik dan filosofis oleh Rm Markus Solo SVD, satu-satunya pejabat Vatikan yang berasal dari Indonesia. Pimpinan tertinggi Gereja Katolik Sedunia itu juga mendapat penjelasan dari mana hadiah tersebut berasal dan pemberinya.

“Paus sangat mengagumi lukisan dan patung Maria Bunda Segala Suku yang berasal dari Kardinal Suharyo. Beliau menyatakan kekaguman filosofi dari Maria Bunda Segala Suku dengan mengatakan, oh… che belo artinya sungguh indahnya,“ ujar Padre Marco, demikian imam Kongregasi Serikat Sabda Allah (SVD) asal Flores, NTT itu disapa.

Foto bersama 5 Hadiah Khusus untuk Paus Fransiskus dari Indonesia di depan Rumah Paus Fransiskus tinggal,Vatikan (Dok/PWKI)

Kekaguman Paus terhadap lukisan Maria Bunda Segala Suku muncul ketika Padre Marco menjelaskan bahwa Maria Bunda Segala Suku adalah Madona ala Indonesia atau Bunda Maria yang merangkul kemajemukan di negara dan bangsa Indonesia. Paus Fransiskus juga memberkati satu lukisan yang sama untuk dikirim ke Mgr Ignatius Kardinal Suharyo untuk ditempatkan di Katedral.

Pemberian patung Maria Bunda Segala Suku, yang merupakan simbol rasa cinta tanah air sudah direncanakan pada 20 Oktober 2018. Gagasan ini menyusul diresmikannya Museum Maria Bunda Segala Suku oleh Uskup Agung Jakarta Mgr I Suharyo di Gedung Marian Center Indonesia (MCI). Nama Maria Bunda Segala Suku digagas oleh AM Putut Prabantoro yang mengatakan bahwa nama MBSS sebenarnya ingin mengajak rakyat Indonesia mencintai bangsa dan Tanah Air yang dikatakan sebagai Per Mariam Ad Patriam – Melalui Bunda Maria Sampai Pada Tanah Air. Oleh Putut Prabantoro dikatakan Maria Bunda Segala Suku sebagai sarana devosi kebangsaan.

Detik-detik mengikuti Audiensi dengan Paus Fransiskus di Lapangan Basilika St.Patrus,Vatikan,Rabu 16 November 2022

Maria Bunda Segala Suku muncul pertama kali sebagai thema perlombaan seni rupa, patung dan fotografi yang diprakarsai Gomas Harun pada Mei 2017 yang diawali pada tahun 2015. Lomba seni rupa, patung dan fotografi itu dimenangi Robert Gunawan, seorang guru lukis anak-anak yang berasal dari Matraman, Jakarta.

Berdasarkan penjelasan dari Robert Gunawan, sebagaimana dikutip oleh Gomas Harun, dalam lukisan Maria – Bunda Segala Suku ini ada beberapa ciri khusus yakni bendera merah putih, motif lambang Garuda Pancasila, warna emas, mahkota, kerudung, baju kebaya putih, rok panjang warna merah dan suku-suku.

Paus Fransiskus mengenakan selendang batik ceplok dari Yogyakarta

Gunungan dan Batik

Kepada wartawan, Putut Prabantoro yang juga mantan wartawan senior Persda-Kelompok Kompas itu menjelaskan bahwa, Gunungan Wayang Kulit merupakan pemberian dari Sri Sultan Hamengkuwono X dan kain batik Ceplok Mangkara Latar Kawung yang dibuat sendiri oleh GKBRAy Adipati Paku Alam X.

Kedua hadiah ini hadir sebagai hasil diskusi antara Thomas Sukawan Aribowo anggota delegasi dari Yogyakarta dan AM Putut Prabantoro terkait hadiah istimewa dan khusus bagi Paus Fransiskus. Pilihan jatuh untuk menghubungi raja dan adipati dari Yogyakarta tersebut.

Paus Fransiskus Menerima hadiah khusus Gunungan Wayang Kulit merupakan Pemberian dari Sri Sultan Hamengkuwono X dari Pak Putut Prabantoro dan Pak Mayong Suryolaksono (Dok.PWKI)

Melalui cucu Sri Sultan Hamengkubuwono X, RM Gusti Lantika Marrel Suryokusumo, sebuah gunungan dari kulit sapi diberikan Sri Sultan Hamengkubuwono X kepada PWKI. Gunungan memerupakan simbol alam semesta dan manusianya.

Dalam pementasan wayang kulit, gunungan digunakan sebagai pembuka sebuah cerita dan sekaligus juga berfungsi sebagai simbol dari tanda-tanda alam terkait dengan terjadinya sebuah peristiwa besar.

Melalui Margaretha Anggraini Adriani sekretaris pribadi GKBRAy Adipati Paku Alam X, batik tulis yang sangat langka dengan motif Ceplok Mangkara Latar Kawung diberikan kepada PWKI.

AM Putut Prabantoro, Yopie dan Mercy (Kompas TV) menyerahkan Buku Karya Buku Karya Rm. Sandro Peccati SX, Misionaris Asal Italia yang telah 60 tahun berkarya di Indonesia.

Motif ini mengandung filosofi tinggi. Mangkara mengandung makna tentang keberanian, kecerdasan dan kerja keras. Motif kawung mengandung makna akan kesempurnaan dan kemurnian. Gabungan kedua motif ini dapat dimaknai sebagai usaha kerja ini dimaknai sebagai usaha keras untuk mencerdaskan diri, memupuk keberanian agar dapat mencapai kesempurnaan.

Diharapkan pemakai juga sanggup memurnikan diri , pikiran dan hati agar selalu tenteram sehingga bisa selalu menjaga kehidupan dunia menjadi damai.

Selain itu, PWKI juga membawa dua buah buku yang ditulis oleh Pastor Sandro Pecatti SX. Missionaris dari Italia ini pertama kali menginjak Indonesia pada 5 Februari 1961.

Sandro Pecatti yang lahir di Bergamo 27 April 1934 kemudian berkarya di berbagai daerah Indonesia. Ia memiliki hobi kecil yakni melukis Wajah Tuhan di hati orang dan dengan gambar. Sandro Pecatti kemudian menjadi WNI pada tahun 1996.

PWKI berkunjung ke Rumah Rm. Sandro Peccati SX (Tengah) Misionaris asal Italia yang telah 60 tahun berkarya di Indonesia : AM.Putut Prabantoro, Mayong Suryolaksono,Paulus Setyo (Tommy) Domi Dese Lewuk dan Ibu Sinta Nirmalawaty (ISKA).

Sehari sebelumnya, Delegasi PWKI ke Vatikan dengan difasilitasi oleh Rm Markus Solo SVD dan Lina Yanti Dilliane, Kuasa Usaha Ad Interim KBRI Vatikan, mengadakan kunjungan resmi ke Kardinal Miguel Ayuso, Presiden Dikasteri Dialog Antar Agama, dan Kardinal Pietro Parolin, Sekretaris Negara Vatikan.

Saat menerima delegasi PWKI di kantornya, Kardinal Miguel mendorong jurnalis di seluruh dunia untuk terus menyuarakan perdamaian dunia, membangun jembatan bagi sesama manusia un- tuk bisa berdialog, dan me- wujudkan persaudaraan antar manusia.

Delegasi PWKI bersama Kuasa Usaha ad Interim (KUAI) KBRI Tahta Suci Vatikan, Lina Yanti Dilliane,dan para Misionaris Indonesia di Kota Roma-Italia : Romo Leo Mali,Pr (tengah barisan belakang).

Persaudaraan itu menjadi awal dari perdamaian, seperti yangterungkapdalam”Bahrain Forum for Dialogue: East and West for Human Coexistence”, November2022,yangmenyim- pulkanpentingnyaantar agama untuk mendorong persaudaraan manusia dan perdamaian, yang kini terkoyak oleh konflik dan perang.

Kardinal Parolin mengakui, situasi di Indonesia atau Asia yang beragam memang tidak mudah untuk melahirkan dia- log dan perdamaian. Namun, jembatan persaudaraan itu ha- rus terus dibangun, antara lain melalui peran jurnalis, yang bisa membangun gagasan dalam masyarakat, dan menghasilkan dialog antarwarga.

Jauh sebelum berangkat ke Vatikan, Delegasi PWKI juga bersilaturahmi dengan Uskup Agung Jakarta, Ignatius Suharyo Kardina. Banyak hal yang disampaikan oleh Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) kala itu.

Jurnalis Parlemen yang tergabung di PWKI berfoto bersama Pater Markus Solo Kewuta,SVD. Gendongan sebelum diserahkan kepada Bapa Suci Paus Fransiskus oleh delegasi PWKI. Maria,Ibu Segala Bangsa, Doakanlah Kami.

“Pengaruh Dokumen Abu Dhabi belum seperti yang diharapkan. Oleh karena itu, kalau bapak dan ibu ingin memperjuangkan itu sekarang dengan kunjungan ke Vatikan atau ke tempat- tempat lain dalam forum dunia nanti, kalau pulang perjuangkan di sini juga ya (Indonesia),” tutur Kardinal Suharyo.

Dikatakan, Dokumen Abu Dhabi, perlu terus disosialisasikan karena realitas di lapangan seperti di Negara Asia saja, potensi-potensi konflik besar sekali dengan berbagai macam alasannya, kepentingan kepentingan negara masing masing itu, masalah pengungsi, masalah pangan, masalah lainnya, belum lagi masalah agama.

“Di India ada Hindu yang juga aliran keras, di Pakistan mirip-mirip dengan Indonesia. Di Myanmar ada rezim militer yang kejam betul. Di antara Negara yang hadir di pertemuan sidang para uskup se Asia Tenggara, Myanmar yang paling berat masalahnya. Karena rezim militer dan tidak ada diskusi apapun. Ini keprihatinan kita semua,” imbuh Kardinal Suharyo yang baru saja menghadiri pertemuan Konferensi Para Uskup Se-Asia di Thailand.

Pater Markus Solo Kewuta SVD saat menjelaskan makna dari Batik Ceplok kepada Paus Fransiskus

“Di situasi seperti itu harus ada suara hati demi kemanusiaan. Bagaimana di tengah berbagai konflik dan perselisihan, berbagai kepentingan itu ada yang menyuarakan persaudaraan. Paus Fransiskus dan pemuka-pemuka agama yang lain, lanjut Kardinal, jelas telah berusaha menyuarakan perdamaian. Namun rupanya gema dari Dokumen Abu Dhabi itu belum seperti yang diharapkan. Saya dengar Januari tahun depan Universitas Atma Jaya akan menggelar seminar tentang Dokumen Abu Dhabi. Kalau bisa itu terus digaungkan,” pesan Kardinal Suharyo.

Dalam pertemuan itu,kata Mayong, bahwa kunjungan resmi ke Vatikan ini merupakan yang pertama setelah paguyuban ini didirikan pada tahun 2005. Tema yang diusung dalam kunjungan resmi ini adalah Journalists and Human Fraternity-Wartawan dan Persaudaraan Sesama Manusia.

Bersama Kardinal Suharyo sebelum berangkat ke Vatikan

“Wartawan atau media memiliki kekuatan untuk membangun dan mewujudkan perdamaian. Tugas pokok media atau jurnalis adalah memberitakan kebenaran, keadilan dan kemanusiaan. Tidak peduli apapun latar belakangnya, itu tugas pokok wartawan, jurnalis dan media. Kami meyakini bahwa promosi yang lebih baik dan lebih luas atas pesan yang termuat dalam dokumen tersebut akan mewujudkan perdamaian sejati dan harmoni di bumi ini secara nyata. Dibutuhkan banyak sukarelawan pecinta damai untuk membangun semangat persaudaraan sejati. Dokumen Abu Dhabi membutuhkan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari,” beber pemimpin redaksi majalah Intisari itu.

Sedangkan terkait krisis global yang sekarang melanda dunia, Putut Prabantoro menjelaskan, dunia harus bahu membahu untuk mengatasi krisis global terutama pangan dan energi. Sekalipun dirasa sulit, dunia tidak boleh merasa lelah dan harus mengupayakan perdamaian dan menyelesaikan konflik antara Ukraina dan Rusia. Sesuai dengan amanat Pembukaan UUD 1945, warga negara Indonesia harus terlibat aktif dalam perwujudan perdamaian dunia.

“Dampak dari perang ini membuat dunia menderita. Kita semua prihatin atas apa yang terjadi antara Ukraina dan Rusia, Indonesia harus berupaya menghindarkan perang yang lebih luas dan lebih besar lagi” tambah AM Putut Prabantoro yang juga Taprof Bid. Ideologi dan Sostd Lemhannas RI, dengan mengutip peribahasa Latin, Pax Melior Est Quam lustissimum Bellum- Perdamaian itu lebih baik daripada perang seadil apapun.

Sekembali dari kunjungan resminya di Vatikan, Delegasi PWKI didampingi mantan Dubes RI untuk Vatikan L Amrih Jinangkung bertemu dengan
Dubes Vatikan untuk Indonesia Mgr Piero Pioppo di Jakarta

Bangsa Indonesia Harus Bersyukur atas Tiga Anugerah besar dari Tuhan

Sekembali dari kunjungan resminya di Vatikan, Delegasi PWKI didampingi mantan Dubes RI untuk Vatikan L Amrih Jinangkung bertemu dengan Dubes Vatikan untuk Indonesia Mgr Piero Pioppo di Jakarta.

Setelah mendapat laporan perjalanan delegasi PWKI ke dan dari Vatikan, Mgr Piero Pioppo mengatakan, bangsa Indonesia harus bersyukur karena mendapat tiga anugerah besar dari Tuhan. Adapun, Tiga kekayaan yang merupakan anugerah Tuhan itu adalah kerendahan hati, kebaikan, dan kelemahlembutan.

” Ketiga anugerah itu merupakan modal dalam membangun bangsa dan memelihara semangat persaudaraan, termasuk persaudaraan di antara negara-negara tetangga,” kata Mgr Piero Pioppo saat menerima kunjungan delegasi Paguyuban Wartawan Katolik Indonesia (PWKI) di Kedubes Vatikan Jakarta, beberapa waktu lalu.

Menurut Putut, Mgr Piero Pioppo menekankan, Gereja Katolik dan semua gembalanya, memiliki pelayanan berharga dan penting demi kebaikan bersama di Indonesia.

“Jadi, secara khusus, Kardinal Suharyo dan Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) saat ini, Mgr Antonius Subianto Bunjamin, selalu bekerja sama dalam persekutuan dengan pemerintah untuk memelihara perdamaian dan kesejahteraan bangsa,”.

** Domi Dese Lewuk.