Simak, 10 Poin Penting Pesan Para Uskup Se-Indonesia dalam Sonodal 2023,Jelang Tahun Politik

JAKARTA, KABARDAERAH.COM-Ketua Presidium KWI (Konferensi Waligereja Indonesia) Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC, menegaskan, Sinodal para Uskup Indonesia dalam sidang tahunan 2023 ini sangat penting.

“Sinodal kali ini berdekatan dengan tiga peristiwa penting, yakni Pemilu 2024, Seabad Kantor KWI, dan Sinode para uskup di Roma. Sidang ini dapat berjalan lancar karena dukungan dari berbagai pihak,” kata Uskup Bandung itu.

Sementara itu, dalam sambutannya, Duta Besar Vatikan untuk Indonesia, Mgr. Piero Pippo mengajak para uskup untuk mensyukuri 100 tahun berdirinya KWI. Ia melihat, berdirinya KWI adalah berdasar keinginan luhur yang ditujukan Tuhan kepada Gerejanya di Indonesia.

“Syukur atas perkembangan besar yang telah dibuat Gereja katolik di sini. Semoga Tuhan memberikan kepada kita keberanian baru, untuk mengobarkan api misi, untuk mewartaka Yesus Kristus, dan mengobarkan sukacita untuk mengobarkan dialog dan misi,” ujar Mgr. Pioppo.

Mgr. Pioppo berterima kasih atas persaudaraan dan kerja sama dengan Nunsiatura. Ia mendorong para uskup untuk melayani dengan setia umat dan Gereja di Indonesia. Ia berharap, para imam di Indonesia semakin memancarkan hidup yang menampilkan cinta kasih Yesus. Hanya dengan cara ini, seperti Mazmur 133, Tuhan akan memberikan berkat dan kehidupan untuk selama-lamanya.

“Saya menjamin bahwa Bapa Suci menyemangati anda, dia bergembira bersama anda dan saya berterima kasih atas perhatian anda yang selalu ramah, selamat bekerja saudara- saudari terkasih,” pesannya.

Foto Sidang Tahunan Konferensi Waligereja Indonesia-KWI 2023 (dok.istimewa)

Berikut adalah 10 Poin Pesan dari Sidang Sinodal KWI 2023 :

1. Tahun 2024 akan menjadi tahun yang suhu politiknya tinggi, khususnya yang terkait pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, pemilihan anggota legislatif baik pusat maupun daerah dan pemilihan kepala daerah (Gubernur, Bupati dan Walikota), cenderung menunjukkan turunnya kualitas demokrasi.

“Bahwa, tingginya suhu Politik tersebut rentan terhadap ancaman konflik horisontal yang dipicu oleh kepentingan politik sesaat dan diperparah oleh penyalahgunaan media informasi untuk menyebar kobohongan, fitnah, bahkan permusuhan. ”

Para uskup mengingatkan akan bahaya politik identitas berdasarkan Suku, Agama, Ras dan Antar-golongan (SARA) yang rawan dimanfaatkan oleh para kontestan politik.

2. Para Uskup juga mengajak semua pihak untuk memberi perhatian pada masalah-masalah lama namun penting yaitu kemiskinan, ketidakadilan, KKN, ketimpangan sosial dan diskriminasi. Masalah intoleransi, radikalisme dan terorisme yang naik-turun berdinamika di jalannya sendiri, juga masih sering dijumpai di dalam negeri ini.
Bahwasanya, kita dituntut memberi perhatian serius bukan hanya pada masalah-masalah tersebut tetapi juga pada oknum bangsa yang sampai hati mengeksploitasinya demi keuntungan pribadi ataupun golongan.

3. Perdamaian dunia sedang tidak baik-baik saja. Kondisi perkonomian dan sosial dunia belum sepenuhnya pulih akibat pandemi COVID-19, kini diganggu oleh perang yang menyengsarakan rakyat.

Perang antara Rusia dengan Ukraina belum berakhir, kini perang di Palestina antara dua kelompok yang sama-sama mengaku keturunan Bapa Abraham atau Nabi Ibrahim terjadi. Situasi ini membuat rasa kemanusiaan kita seakan terkoyak-koyak. Keprihatinan itu semakin terasa menyesakkan hati karena kita tidak berdaya menghentikan perang tersebut.

“Kita hanya bisa ikut memberi bantuan kemanusiaan untuk meringankan penderitaan korban peperangan. Kita menyadari sepenuhnya bahwa kita tidak bisa mencampuri urusan internal negara lain dan hanya bisa berharap dan berdoa bahwa para pemimpin negara-negara yang sedang bertikai segera mengambil keputusan untuk menghentikan perang demi menghormati martabat manusia dan kesejahteraan rakyatnya. Di samping itu, perang dagang antar negara maju dan perlambatan pertumbuhan ekonomi di berbagai negara menambah ketidaknyamanan kehidupan bersama masyarakat dunia. ”

4. Di dalam negeri, situasi kerawanan keamanan di Papua perlu mendapat perhatian serius. Pada sebagian wilayah Papua masih terus terjadi konflik antara Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) dan aparat keamanan, sehingga rasa aman bagi penduduk sipil tidak kunjung tercipta. Penduduk sipil kerap menjadi korban. Untuk itu, Pemerintah perlu duduk bersama dan berdialog dengan setiap kelompok.

Belajar dari pengalaman penyelesaian konflik di Aceh, pemecahan masalah di Papua juga harus melibatkan para Kepala Suku, Tokoh Adat, Tokoh Perempuan, para Pimpinan Gereja, serta Tokoh Agama. Para tokoh tersebut merupakan orang-orang yang mendengarkan, melihat dan merasakan langsung penderitaan rakyat dan umatnya. Mereka tentu mempunyai cara-cara bijak dalam menciptakan rasa aman di masyarakat.

“Kita percaya bahwa sebagaimana Tuhan tidak membedakan orang (Kis. 10:34), Pemerintah juga tidak boleh membeda-bedakan warganya.”

Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC (Ketua KWI) dan Mgr. Paskalis Bruno Syukur, OFM (Sekretaris Jenderal).

5. Para Uskup menghimbau masyarakat luas agar memperlakukan anak-anak dan kaum perempuan secara terhormat dan bermartabat. Perjuangan emansipasi kaum perempuan yang telah dimulai sejak era Ibu Kartini sampai di zaman kita, belum membuahkan hasil yang menggembirakan.

Sementara, di banyak bidang kehidupan sosial maupun politik dan ekonomi, kaum perempuan tetap terpinggirkan dan belum mendapatkan perlakuan setara dengan laki-laki sesuai dengan hak-haknya.

“Pada kenyataannya kaum perempuan selalu hadir dan memberikan kontribusi dalam setiap babak sejarah Indonesia. Untuk melindungi anak-anak dan kaum perempuan, Pemerintah harus memberi hukuman berat bagi pelaku Kekerasan.”

Dalam Rumah Tangga (KDRT), pelecehan seksual dan perdagangan orang. Tidak seorang pun, baik anak-anak maupun kaum perempuan, boleh dieksploitasi.

6. Tentang Orang Muda, para Uskup mengingatkan bahwa orang muda bukan hanya pemilik masa depan melainkan juga pemilik masa kini. Jika orang muda salah arah, kehidupan masa depan bangsa juga akan rusak.

“Karenanya, baik pemerintah maupun institusi swasta harus bekerja sama untuk memberdayakan orang muda sesuai dengan talenta yang dimiliki. Orang muda harus mendapat kesempatan untuk menjadi warganegara yang kompeten. Semoga mereka tidak menjadi angkatan yang bengkok, berbelit-belit, jahat dan tidak setia (Bdk. Ul. 32: 5; Mat. 12: 39), melainkan angkatan yang terberkati (Bdk. Mzm. 14: 5; 22: 31).”

7. Para Uskup juga mengajak seluruh umat untuk tetap peduli pada krisis pemanasan global. Pemanasan bumi, penggundulan hutan dan perubahan iklim adalah permasalahan yang menyangkut lingkungan hidup yang sekarang maupun ke depan, akan semakin menantang.

“Kita diingatkan untuk terus mengimplementasikan Ensiklik Paus Fransiskus yakni, Laudato Si-Terpujilah Engkau (2015) dan ditegaskan lebih serius dalam Laudate Deum, Pujilah Allah (2023). Kami mengapresiasi berbagai lembaga yang melakukan gerakan penanaman pohon, pertanian dengan pupuk organik dan pengolahan sampah dengan baik. ”

Oleh karena itu, kami menghimbau pemerintah dan masyarakat bekerjasama mewujudkan bumi sebagai rumah kita bersama.

8. Bangsa Indonesia patut bersyukur kepada Tuhan karena dikaruniai bonus demografi yang baik. Demografi ini terus berubah seiring perjalanan dunia. Oleh karena itu perubahan demografi ini perlu disikapi dengan bijaksana.

Di satu sisi, penduduk usia produktif akan menjadi lebih banyak jika dibanding dengan yang berusia tidak produktif.

“Sikap yang bijaksana diperlukan untuk menghidnari timbulnya penyakit sosial. Di sisi lain, jumlah usia produktif yang lebih banyak berpotensi mengubah gaya hidup masyarakat menjadi konsumtif dan hedonis.”

“Pesatnya perkembangan digital di berbagai bidang saat ini juga sangat mempengaruhi gaya hidup masyarakat.”

Ilustrasi Kotak Pemilu 2024 (Dok.Istimewa)

9. Pemerintah telah mencanangkan Indonesia Emas 2045 sebagai tujuan perayaan 100 tahun Kemerdekaan. Di tahun tersebut negeri kita diharapkan sudah maju dan unggul.

” Indonesia Emas menyemangati sekaligus mengingatkan kita untuk melakukan berbagai upaya mewujudkannya. Kami mendukung Pemerintah Republik Indonesia yang mengajak kita semua untuk berlari mengejar kemajuan, serta pada saat yang sama menepis berbagai rintangan yang bisa menghambat atau bahkan menghentikan gerak kencang kita sebagai masyarakat, bangsa, dan negara.”

10. Para Uskup mendorong umat terlibat aktif untuk melahirkan para pemimpin baru yang memegang teguh Pancasila, UUD 1945, NKRI dan menghormati kebhinekaan, memiliki integritas, mengutamakan kepentingan nasional di atas kepentingan pribadi atau golongan; mempunyai keberpihakan kepada kaum kecil-lemah-miskin-tersingkir-difabel, memiliki rekam jejak yang terpuji, menjunjung tinggi martabat manusia dan menjaga keutuhan alam ciptaan.

“Kami meminta kepada para calon eksekutif dan legislatif serta penyelenggara Pemilu dan TNI-Polri untuk bersatu mewujudkan Pemilu yang damai, jujur, adil, transparan, berkualitas dan bermartabat.”

Akhirnya pada Uskup mengajak saudara-saudari sebangsa dan se tanah air untuk saling bergandengan tangan dan dengan tulus hati mendukung Pemerintah yang telah dipilih dan diberi mandat oleh rakyat Indonesia. Kita semua wajib bekerjasama untuk dapat membuat kebijakan yang adil, komprehensif dan bersifat segera.

Dengan demikian, hal-hal yang menghalangi pencapaian kita sebagai bangsa bermartabat bisa disingkirkan. Marilah kita berjalan bersama menuju Indonesia Damai, “sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tanpa mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia” (Flp. 2: 2-3).

“Kami mengucapkan terima kasih kepada saudara-saudari yang dengan berbagai cara telah berusaha mengurangi segala gangguan atas cita-cita kita untuk menjadi masyarakat, bangsa dan negara yang maju, unggul dan damai.”

Semoga semakin banyak orang yang berkehendak baik ikut serta menjaga dan melindungi bangsa dan negara Indonesia tercinta. ** Dommy Lewuk.

Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC (Ketua KWI)

Mgr. Paskalis Bruno Syukur, OFM (Sekretaris Jenderal).