Kejaksaan Negeri Mamasa Kembali Berhasil Menyelesaikan Perkara Dengan Restoratife Justice

Mamasa, kabardaerah.com — Kejaksaan Negeri Mamasa kembali melaksanakan penghentian perkara tindak pidana pengancaman Pada hari Senin tanggal 28 Agustus 2023, sekitar pukul 10.00 Wita.

Kegiatan penghentian perkara tersebut di laksanakan diruang Rumah Restorative Justice Tongkonan Pabisaraan Tuo Tammate Mapia Tangkadake Adhyaksa, Buntu Kasisi desa Osango Kec. Mamasa Kab. Mamasa, prov. Sulawesi barat.

Penyelesaian Perkara Berdasarkan Restoratife Justice (RJ), dalam Perkara tindak Pidana Pengancaman a.n. tersangka Petrus Buntuminanga disangka telah melanggar pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP.

Turut hadir dalam Restoratife Justice ini diantaranya Kajari Mamasa, Musa,SH.,MH, Ketua Lembaga Adat Kab. Mamasa, Benyamin Matasak, Kasi Pidum Arthur Piri,SH,

Kasubsi Penyidik/Jaksa Fasilitator Fakhruzzaman R,SH, Staf Kejari Mamasa, Yonatan Patalangi (Korban) Petrus Buntuminanga (tersangka), Nopri Arpalson (Pendamping Korban), Tasik Lempan (Pendamping Tersangka),Robert Tokoh Masyarakat/Kadus Loko.

Dalam  sambutannya Kepala Kejaksan Negeri Mamasa Musa menyampaikan maksud dari pertemuan tersebut untuk melakukan penyelesaian perkara secara kekeluargaan.

“Maksud dan tujuan berada di Rumah RJ Adhyaksa ini merupakan upaya penyelesaian perkara berdasarkan Restoratife Justice/ Perdamaian,” Kata Musa 

Selain itu Musa juga menjelaskan  jika pelaksanaan perdamaian yang dimaksud adalah untuk mengedepankan pemulihan hak-hak korban sesuai peraturan jaksa agung RI dan juga tidak ada paksaan dan tekanan dari pihak manapun, dimana ada perkara yang bisa dan tidak bisa dilakukan upaya perdamaian.

“Pelaksanaan Upaya Perdamaian berdasarkaan Restorative Justice ini tidak ada ungsur paksaan atau tekanan,”ujarnya 

“Pelaksanaan Tugas Kejaksaan dalam upaya perdamaian ini lebih mengedepankan dari pada pemulihan hak-hak korban, dalam Peraturan Jaksa Agung RI tentang Restoratife Justice, ada beberapa perkara yang bisa dan tidak bisa dilakukan upaya perdamaian,”Jelasnya.

Musa lebih jauh menjelaskan bahwa berdasarkan Perja Nomor 15 tahun 2020 menyebutkan syarat -syarat penyelesaian perkara berdasarkan Keadilan restoratife sebagai berikut :

– Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana (bukan perbuatan berulang/residivis);

– Tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; 

– Tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp2.500.000;

– Pemenuhan hak-hak korban dan tanggung jawab pelaku serta telah ada kesepakatan perdamaian antara Korban dan pelaku,” ungkap Musa pada pertemuan tersebut.

Senada dengan itu Benyamin Matasak selaku Ketua Lembaga Adat juga menuturkan “Sebagai orang/suku Mamasa sudah tertanam dalam hati kita yang sesuai jargon “tuo tammate, mapia tangkadake” yang maksudnya adalah segalah sesuatu harus diramuh/dirundingkan menjadi lebih baik,” Tutur Benyamin. 

Benyaminn menegaskan bahwa seharusnya dalam melakukan tindakan harus dengan kepala dingin serta menyadari bahwa perbuatan tersebut salah maka segeralh meminta maaf.

Benyamin berharap agar perbuatan/perkara yang sudah terjadi tidak diulangi lagi.

“Sebagai masyarakt Mamasa sepatutnya kita berterima kasih kepada kejaksaan yang telah mengupayakan perkara ini menjadi baik/berdamai,” ucapnya.

Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut Jaksa Fasilitator M. Fakhruzzaman, SH, membacakan kesepakatan perdamaian itu di depan seluruh peserta yang hadir termasuk korban dan pelaku.

“Demi Keadilan dan Kebenaran Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” Pada han ini Senin, tanggal 28 Agustus 2023 Bertempat di ruang Rumah Restorative Justice Tongkonan Pabisaraan Tuo Tammate Mapia Tangkadake Adhyaksa dihadapan fasilitator MUCHAMMAD FAKHRUZZAMAN RAMDHANI, SH dan pihak-pihak terkait dalam proses perdamaian Perkara dengan Nomor Register Perkara Tahap Penuntutan PDM-19/KJ.MMS/08/2023, Telah dicapai kesepakatan perdamaian TANPA SYARAT,”

Kesepakatan ini dibuat oleh para pihak (tersangka PETRUS BUNTUMINANGA dan korban YONATAN PATALANGI) tanpa adanya unsur paksaan, tekanan dan penipuan dari pihak manapun.

Setelah pembacaaan Kesepakatan Perdamaian tersebut kemudian  dilanjutkan dengan Penandatanganan Berita Acara Proses Perdamaian.|***