Sejarah Hubungan Islam dan Penguasa di Indonesia

Oleh : Anton Permana

Kadang saya merenung, sudah 7 orang Presiden kita, siapakah yang paling baik hubungannya dengan ummat Islam ? Siapakah yang paling mengerti dan menyayangi ummat Islam ?

Presiden Soekarno kita lihat. Awalnya Soekarno sangat dekat para ulama, Kiyai, dan ummat Islam. Namun setelah Pemilu 1955, Indonesia menerapkan demokrasi dengan Pemilu, bangsa Indonesia mulai terkota/kotak dalam emosi partai politik.

Ada beberapa partai besar ketika itu seperti PNI, Masyumi, Partai NU, dan PKI. Terpolarisasinya masyarakat kedalam emosional partai politik, berkolerasi dengan kepentingan Soekarno yang butuh dukungan politik untuk menopang kekuasaannya.

Perlahan, Soekarno yang di infiltrasi oleh PKI dengan konsep Nasakom (Nasionalis, Agama, Komunis) yaitu koalisi antara PNI, PKI, dan Partai NU ketika itu mulai memantik pergesekan di elit pemimpin nasional masa itu. Soekarno langsung di cap aviliasi komunis karena pro Uni Soviet dan membentuk poros Jakarta-Moskow.

Gesekan ini ada yang berujung pada perang saudara yang di inisiasi oleh Karto Suwiryo dengan DI/TII nya, Kolonel Simbolon dengan PRRI nya, dan Alex Kaliwarang dengan Permestanya. Padahal mereka ini adalah, para sahabat Soekarno mulai dari masa perebutan kemerdekaan sampai pasca kemerdekaan.

Tapi akhirnya luluh lantak akibat konflik kepentingan. Puncaknya adalah, ketika rakyat marah bersama TNI atas pemberontakan PKI 1965. Dimana PKI yg ketika itu anak emas nya Soekarno membunuh para Jendral, membantai ribuan nyawa santri, ulama, dan rakyat tak berdosa. Akhirnya Sorkarno jatuh melalui sidang MPR dimana sebelumnya di awali dengan Supersemar kepada Soeharto untuk memberangus PKI dan antek-anteknya.

Soekarno sempat di isolasi, agar jauh dari infiltrasi dan pengaruh PKI yang tidak terima dan tetap ingin memanfaatkan Soekarno untuk berkuasa. Akhir cerita, Soekarno yang semulanya di elu-elukan rakyat, khususnya ummat Islam jatuh terpuruk dan dianggap musuh oleh ummat Islam. Orde Lama yang lekat dengan sosok Soekarno pun berakhir.

Kedua Soeharto. Setelah mendapatkan mandat dari MPR ketika itu (tahun 1967), Soeharto langsung menjadi pemimpin kedua bangsa Indonesia. Sama dengan Soekarno, awalnya Soeharto dianggap bagaikan Pahlawan yang telah berhasil menumpas PKI. Namun seiring waktu berjalan, setelah berkuasa, Soeharto melakukan beberapa manuver politik yang monumental. Mulai dari menyederhanakan partai politik yang awalnya ratusan partai menjadi tiga partai saja yaitu, PDI, Golkar, dan PPP. Lalu Soeharto mencanangkan Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) dengan GBHN (Garis Besar Haluan Negara) yang membuat kemajuan bangsa Indonesia ketika itu melaju pesat.

Namun seiring waktu berjalan, mulai terjadi gesekan antara Soeharto dengan ummat Islam. Dimulai dengan penerapan azas tunggal Pancasila, Soeharto dangat extreem terhadap apa saja yang mencoba merongrong kekuasaannya. Akibat tindakan yang tegas dan keras dari Soeharto, maka julukan Soeharto diktator mulai disuarakan oleh para aktifis. Semua dikontrol dengan ketat.

Media kalau macam-macam dibredel. Para preman pun tak berkutik, karena ada petrus (penembak misterius) yang siap menghabisi. Akhirnya Soeharto lengser keprabon tahun 1998 karena terjadinya people power oleh masyarakat yang berhasil menduduki gedung MPR RI. Namun bagi sebagian kalangan, Soeharto masih sempat meninggalkan kenangan manis masa 1988 – 1998. Dimana sempat terjalin hubungan mesra antara Soeharto dengan Islam. Namun semuanya terkubur bersama era reformasi tahun 1998.

Soeharto lengser lau digantikan oleh BJ Habibie. Seorang teknokrat terkenal dunia. Namun Habibie juga hanya berkuasa sebentar karena dijatuhkan melalui sidang istimewa MPR karena dianggap tidak layak memimpin negara hingga Timor timur lepas dari pangkuan NKRI.

Cukup sampai disini. Apa intisari yang ingin penulis sampaikan adalah. Kenapa sudah 7 orang presiden di Indonesia, kalau kita hayati dan dalami, semuanya ada semacam gap atau tradisi harus jauh dan bersebrangan dengan ummat Islam ? Siapapun pemimpin bangsa ini ada semacam kekuatan yg menggiring harus bermusuhan dengan ummat Islam ? Dan ini terjadi timbal balik. Baik ummat kepada penguasa, atau penguasa itu sendiri yang selalu menjadikan Islam adalah ancaman. Padahal pemeluk Islam mayoritas dinegeri ini ?

Mari kita cerna dan teliti satu persatu. Mulai dari Soekarno. Di cap bahagian dari komunis dan ummmat Islam harus jauh dan musuhi Soekarno. Karena antek Uni Soviet plus bumbu-bumbu wanitanya.

Selanjutnya Soeharto. Dicap seorang pemimpin diktator, antek amerika, dan harus di lawan dan dimusuhi. Sampai akhirnya bersama sama turun ke jalan pada aksi 1998.

Setelah Soeharto BJ Habibie. Ketua ICMI, ahli pesawat terbang yang berhasil meredam gejolak ekonomi pasca krisis moneter dicap sebagai pemimpin yang lemah, tidak Islamis, dan membahayakan NKRI karena Timor Leste lepas. Dan wajib dimusuhi dan diganti.

Setelah BJ Habibie, naiklah Gus Dur melalui voting MPR RI. Tak sampai menunggu lama, Gus Dur di cap kelompok sekuler, liberalis, antek yahudi, dan wajib diganti dan dimusuhi. Sampai akhirnya Gus Dur diberhentikan melalui sidang MPR.

Setelah Gus Dur lengser, naiklah Megawati. Megawati yang awalnya di anggap sebagai Ratu Adil, langsung dicerca bahwa Wanita tak bisa jadi pemimpin, antek komunis, anti Islam dan wajib dimusuhi.

Setelah itu dimulailah fase Pilpres langsung yang akhirnya terpilih SBY jadi presiden ke 6. Juga tak menunggu lama, SBY langsung di cap antek kapitalis, liberalis, Americainzem, anggota freemansory, dst.. Maka SBY pun wajib dimusuhi, dijauhi oleh ummat Islam.

Setelah SBY berakhir. Naiklah Jokowi sebagai presiden ke 7. Kalau yang ini tak perlu diceritakan lagi. Belum jadipun sudah langsung di cap antek PKI, anak PKI, presiden boneka, pro syiah, pro LGBT. Makanya ummat Islam wajib memusuhi dan melawan Jokowi.

Nah sampai disini, penulis mencoba berfantasi futuristik kedepan. Sekiranya yang jadi Presiden ke 8 adalah Prabowo. Pasti tak akan bertahan lama. Latar belakang Prabowo yang katolik, pidato Hasyim yg anti PKS, dst akan di bollow up habis yang ujungnya adalah Prabowo harus dimusuhi ummat Islam, wajib di lawan.

Nah mari kita berfantasi kembali seandainya presiden selanjutnya dari PKS. Maka akan juga bergulir bahwa PKS ini aliran garis keras, aliran Wahabi, aviliasi gerakan Ikhwanul Muslimin, anti Pancasila, tidak cocok dengan aliran Islam di Indonesia seperti NU, Muhammadiyah. Maka wajib dimusuhi di lawan oleh ummat Islam.

Kita berfantasi lagi kalau presiden selanjutnya Cak Imin atau Mahfud MD dari kalangan NU. Pasti juga akan dicap, ini versi NU liberal. Penerus Gus Dur yang pro yahudi dan wajib di musuhi, di lawan.

Kita berfantasi kembali dengan Anies Baswedan. Pasti juga akan digoreng isu keturunan arab, dekat dengan syiah, dan bertentangan dengan Islam sunni di Indonesia. Ummat Islam wajib memusuhi dan jauhi.

Kita berfantasi kembali kalau presiden selanjutnya Puan Maharani, AHY, pasti akan di cap seperti orang tuanya.

Nah cukup sampai disini yang ingin penulis sampaikan adalah, sampai kapan mind set ummat Islam harus jauh dengan kekuasaan ini terus dipertahankan ? Sampai dunia ini kiamat pun tak akan didapatkan type pemimpin yang ideal tanpa cacat sama sekali.

Setiap orang pasti punya trade record, kesalahan, dan kelemahan. Apakah sudut kekurangan ini yang selalu di exploitasi sehingga terbentuk gap permusuhan bagi siapa saja yang jadi pemimpin di negeri ini ? Apakah seperti inilah yang diajarkan Islam kepada kita ??

Sedikit penulis ingin menyampaikan. Bahwasanya, Islam itu sangat identik dan otentik dengan kekuasaan. Kekuasaan dalam Islam adalah alat untuk membawa kebaikan dan kemashalatan Ummat. Ada 3 tipikal hubungan Islam dengan kekuasaan yang diajarkan AlQuran kepada kita :

Pertama, Islam sebagai oposisi. Ini diriwayatkan Al Quran dalam kisah Nabi Ibrahim kepada Namrud dan kisah Nabi Musa kepada Firaun. Sejahat apapun seorang Firaun, Al Quran tetap mengajarkan bahwasanya Musa wajib memberikan nasihat dan peringatan dengan bahasa yang baik kepada Firaun. Begitu juga Nabi Ibrahim kepada Namrud. Walaupun mereka di aniaya, dan di kucilkan. Namun disitulah medan dakwah sebenarnya.

Kedua,  Islam sebagai koalisi. Hal ini diriwayatkan dalam kisah Nabi Yusuf. Lihat bagaimana Nabi Yusuf memanfaatkan ilmu pengetahuannya kepada gubernur mesir ketika itu tentang keahliannya dalam meramal dan akuntansi. Akhirnya mesir ketika itu selamat dari kemarau panjang hasil kerjasama Nabi Yusuf dengan penguasa mesir ketika itu. Artinya, Islam juga mengajarkan bagaimana adab untuk bermusyarokah (koalisi) dengan penguasa.

Keempat, Islam sebagai penguasa. Hal ini diriwayatkan dalam kisah Nabi Sulaiman dan Nabi Daud dalam Al Quran. Bagaimana Nabi Sulaiman mempunyai mukjizat dapat menguasai seluruh jin dan binatang. Namun dengan kuasa yang luar biasa, Nabi Sulaiman sangat peka terhadap jeritan seekor semut kecil yang protes karena takut di injak kuda balatentara Sulaiman. Dan Nabi Sulaiman juga menjadi tauladan bagaimana bertauhid yang baik kepada Allah. Sehingga ummat Sulaiman sangat cinta kepada Sulaiman dan bertawaa kepada Allah.

Yang paling sempurna dan paripurna dari semuanya adalah kisah Nabi junjungan kita yakni Rasululullah SAW. Nabi Muhammad SAW, merangkum semua posisi hubungan ini dengan sempurna. Mulai dari beroposisi di zaman awal makkah dengan kafir quraish, kemudian berkoalisi dengan masyarakat madinah sehingga lahir piagam madinah. Sampai pada fase futuh penaklukan Makkah Almukaramah sehingga Rasul menjadi penguasa di jazirah Arab. Banyak sekali hikmah dan adab yang bisa kita ambil dari sejarah ini. Yaitu bagaimana pentingnya kekuasaan itu dalam Islam.

Kembali ke pokok awal. Melihat kondisi ummat Islam Indonesia saat ini. Sudah saatnya kita mulai berpikir secara jernih, bijaksana dan holistik. Yaitu bagaimana memainkan politik ummat Islam yang cerdik dan bermartabat.

Lihatlah wajah kita hari ini. Banyak dan mayoritas tapi tertindas. Banyak tapi bagai buih dilautan. Di olok-olok dan diperlakukan dengan semena-mena. Ulama kita di kriminalisasi, kehormatan symbol Islam di permainkan.

Namun kita juga harus instropeksi diri. Apa yang salah dari kita ? Apa yang mesti diperbaiki dari kita ? Sudah terlalu lama kita di bodohi dengan istilah manis tapi sebenarnya melenakan dan membodohi kita seperti kata : toleransi, moderat, anti kebhinekaan, dst. Padahal kurang apalagi ummat Islam terhadap negeri ini ?

Ummat Islam mayoritas tapi tertindas. Banyak tapi bagaikan buih dilautan. Setiap berganti kekuasaan, ummat Islam selalu terpinggirkan. Ketika perjuangan merebut kemerdekaan, pergolakan dan pemberontakan ummat Islam selalu tampil terdepan. Tetapi setelah berkuasa ummat Islam di anak tirikan. Lihatlah dari jumlah 100 orang terkaya di Indonesia. Hanya 5 persen orang Islam. Selalu yang bermata sipit yang mendapatkan fasilitas dan kemudahan.

Secara hubungan sosial ummat Islam juga dibodoh bodohi. Dianngap miskin dam bodoh. Seharusnya ummat mayoritas ini yang mendapatkan keistewaan dan kehormatan.

Tapi ummat Islam justru dibodohi dengan bahasa indah toleransi, dan rela tertindas jadi mayoritas demi toleransi pada minoritas. Sebagai mayoritas dalam otak ummat Islam harus ikut dan patuh pada kemauan minoritas. Kalau tak ikut akan dibilang anti pancasila, anti toleransi, dan anti bhineka. Pokoknya harus ikut dan patuh.

Tetapi secara emosional individual ummat Islam juga harus evaluasi diri. Diajarkan untuk saling ukuwah antar sesama, kompak berjamaah bagaikan satu tubuh, tapi yg terjadi malah ummat Islam mudah sinis kepada kebaikan, tapi toleransi kepada kebatilan.

Ketika dari personal tokoh agama buat kesalahan (atau fitnah) sedikit saja, kita mudah sekali menghakimi tanpa konfirmasi. Tetapi kalau orang lain yang berbuat kejahatan mudah kali memaafkan. Kalau orang Islam berbuat kejahatan akan dikaitkan dengan agamanya. Tapi kalau ummat lain yang berbuat kejahatan, tak ada disebut agamanya.

Ummat Islam di Indonesia sangat mudah di hasud, diadu domba dan di lenakan. Elitnya mudah di sogok, intelektualnya mudah di takut-takuti, arus bawahnya mudah dibodohi dengan klenik dan gaya hidup matrealistis hedonis. Yang jauh dari tauhid dan pendangkalan akidah.

Begitu juga secara hubungan kebangsaan. Kurang toleransi apalagi Ummat Islam terhadap Indonesia. Indonesia yg seharusnya berdasarkan syariat Islam, diganti dengan Pancasila ummat Islam mengalah. Hari jummat seharus libur diganti dengan hari minggu ummat Islam diam saja. Agama lain hanya secuil persen tapi tetap ada hari besarnya diliburkan sama dengan hari besar Islam juga tak ada masalah.

Tapi ummat Islam tetap disudutkan dengan istilah anti Pancasila, radikal, anti toleransi, dan banyak lagi ungkapan yang membuat sesak dada.

Padahal bagi Ummat Islam, selagi ajarannya tidak di ganggu, ibadahnya tidak di recoki, ulamanya tidak di sakiti, rumah ibadahnya tidak dirusak, bagi Ummat Islam tak ada masalah.

Nah ini sangat erat kaitannya dengan hubungan Islam dengan kekuasaan tadi. Kenapa penulis beranggapan ada semacam kekuatan besar yang membatasi atau membuat gap antara pemimpin bangsa ini dengan ummat Islam ? Karena ada suatu kelompok yang sangat ketakutan sekali apabila terjadi hubungan mesra antara pemimpin (penguasa) dengan ummat Islam. Karena so pasti segala kepentingannya akan terganggu dan terancam. Dan ini sudah terjadi sejak zaman penjajahan sampai sekarang.

Kekuatan besar yg tidak tampak ini akan selalu berupaya membenturkan antara Islam dengan penguasa siapa saja dinegeri ini.

Islam seolah dipaksa kaku dan kolot untuk tidak elastis menerima setiap kekuarangan penguasa. Sedikit kesalahan akan di exploitasi timbal balik. Pokoknya, Islam dengan kekuasaan harus bermusuhan di Indonesia ini.

Hal inilah yang selama ini mengganjal dalam benak pikiran penulis. Apa yang salah ? Apa yang mesti kita tata ulang. Kadangkala berpikir sempurna itu juga adalah jebakan buat diri kita sendiri. Karena secara fitrah, mana ada yg sempurna diatas dunia ini. Atau pengaruh sinematografi perfilman secara tak sadar telah membentuk pola pikir otak kita.

Bagaimana sosok seorang hero atau lakon yang tak boleh salah. Seperti contoh, A A Gym dahulu yang begitu kesohor hanya gara-gara menikah lagi langsung kita hakimi membabi buta. Masyarakat yang melowdramatic, yaitu masyarakat yg mudah emosional, marah, simpatik, dan setelah itu lupa.

Butuh renungan kita semua untuk menelaah ini semua. Penulis berharap, sudah saatnya kita merumuskan sebuah formulasi berdasarkan syariat Islam bagaimana menata hubungan Islam dengan kekuasaan dalam berbagai posisi seperti yang telah kita paparkan di atas. Penulis punya pikiran, seharusnya ummat Islam di Indonesia ini sangat superior.

Menguasai semua lini kehidupan. Tapi faktanya, secara partai politik saja partai Islam sudah kalah. Secara media massa ummat Islam tidak ada media massa. Secara kekuatan ekonomi, penguasaan aset vital, jaringan sumber daya, ummat Islam jauh sangat inferior dari kelompok minoritas. Jadi wajar, walaupun ummat Islam mayoritas tetapi mudah di dikte dan di obok-obok minoritas. Karena mereka menegang kekuasaan. Ummat Islam hanya ramai dalam gerombolan. Belum berupa gerakan.

Ingat, Islam itu tidak harus jauh dengan kekuasaan dan jangan sampai jauh dengan kekuasaan. Tetapi Islam itu adalah identik dengan kekuasaan. Baik dengan ber oposisi, berkoalisi, apalagi jadi penguasanya. Tapi tentu semua berdasarkan ajaran syariat yang bermartabat. Islam yang ummatnya kokoh, kuat, solid, berkarakter, istiqomah, dan memegang kendali penuh terhadap sendi-sendi penting negara ini. **

(Penulis Adalah Alumni Lemhanas)

(Bersambung)